David terbahak hingga mengeluarkan airmata, waktu kami bertemu malam harinya di Amadeus Cafe. Tempat David bekerja.
"Seneng lu ya ketawa di atas penderitaan orang lain," keluh gue. "Jutaan wanita sejagad raya rela mati demi pekerjaan Agatha. Hoaks! Gue rela mati keluar dari pekerjaan itu!"
Gue menyedot cepat hazelnut latte dingin di hadapan gue. Sumpah, ini hari terberat sepanjang kehidupan gue. Hanya kopi yang bisa menenangkan hati dan pikiran.
"Terus, dia ngajak lu ke ruang doa?" tanya David menahan tawa.
"Iyah! Dia pikir gue nasrani. Waktu gue bilang muslim, dia kaget kayak yang liat hantu. Dia bilang, kalau karyawan muslimah di sini semuanya berkerudung!" sahut gue makin kesal.
David kembali tertawa. "Eh tapi, perusahaan itu bagus lho, Nyet. Toleransi beragamanya bagus. Buktinya yang bukan muslim disediakan ruang untuk berdoa. Sama-sama mengingat Tuhan di waktu yang sama dengan cara berbeda."
"Yang bikin gue kesel setengah mati itu waktu istirahatnya kebanyakan, Pid! Kerjaan gue jadi menumpuk," keluh gue lagi. "Lima menit sebelum azan Asar, komputer mati lagi dan kita istirahat sekitar setengah jam. Pulang kantor jam lima, tapi waktu gue milih buat nerusin kerjaan, komputer mati lagi dan baru nyala setengah jam setelah azan Isya berkumandang. Gue 'kan jadi nganggur sejam setengah. Mondar-mandir gak jelas."
"Terus?"
"Gue udah gak mood kerja setelah komputer nyala lagi. Mending gue nongkrong di sini aja sama lu."
"Nyet, kapan lu sadarnya sih? Lu masih gak menjalankan kewajiban sebagai seorang muslim?"
"Lha, lu sendiri?"
"Malah nanya amalan orang lain! Nanti gue dianggap riya' sama lu. Habis pahala gue," jawab David. "Saran gue, ikuti atau lu yang bakal kewalahan kerja di sana.
"Lagipula budaya kerjanya bagus. Jarang perusahaan hospitality berbasis luar negeri, tapi tujuan perusahaannya akhirat. Langka, Nyet!"
Terserah lu deh, Pid!
***
Entah karena kesibukan yang menyita waktu, sampai enggak kerasa sudah hampir seminggu gue kerja di Oriona. Pekerjaan gue enggak ada habisnya, apalagi waktu istirahat yang kebanyakan membuat gue lembur tiap hari. Ditambah lagi, salah duga orang tentang keyakinan gue. Duh, 'kan enggak semua muslimah itu pake kain di kepalanya!
Oh, iya, satu lagi yang menambah berat pekerjaan gue sebagai pengganti, melakukan dokumentasi. Jangan dibayangkan pekerjaan dokumentasi itu berkaitan dengan fotografi. Dokumentasi yang dimaksud itu seperti pengecekkan surat-surat berharga, pengecekkan identitas data pegawai, dan semacamnya. Pekerjaan yang gue enggak paham, tetapi harus dilakukan karena asisten sekretaris yang bertugas mengerjakan dokumentasi enggak ada.
"Bisa enggak gue protes sama presdir?" tanya gue pada Dion menjelang waktu pulang kantor di hari Jumat.
"Protes apa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Hijrahcchiato [END]
ChickLitIni kisah Agnes Wiriatmadja, wanita single yang sukses dengan pekerjaannya sebagai produser Event Organizer ternama Indonesia. Karena sebuah kesalahan yang tak disengaja, membuat dia kehilangan pekerjaannya. Sebuah peluang datang dari sang kakak, Ag...