10| Pria MRT

2.9K 259 64
                                    

'Islam enggak membenarkan seorang wanita muslimah sering keluar rumah, kelayapan bahkan berjalan dihadapan laki-laki yang bukan mahramnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

'Islam enggak membenarkan seorang wanita muslimah sering keluar rumah, kelayapan bahkan berjalan dihadapan laki-laki yang bukan mahramnya.'

Damn! Kenapa perkataan Kai terngiang-ngiang di kepala dan telinga gue? Berulang lagi!

Gue bukan tipe orang yang ingat wejangan orang lain. Ingat Pak Didi satpam di rumah orangtua gue 'kan? Selama lima tahun beliau memberikan wejangan, enggak ada satu pun yang gue ingat.

Akan tetapi, gue harus ketemu David malam ini. Gue butuh cerita. Beruntung dia menghubungi duluan. Enggak mungkin 'kan gue mengetuk rumah Agatha cuma karena pengin ngobrol.  Dia sudah punya kehidupan sendiri. Sementara, kalau ke rumah orangtua yang ada tambah wejangan. Ogah!

Sialnya, lamunan gue berhasil mengakibatkan seseorang nyaris jatuh. Duh, bahu gue kok sakit banget sih? Gue menabrak orang atau tembok?

Gue membalikkan badan dan tampaklah seorang lelakiㅡdengan gerakan slow motionㅡmembuka jas hitamnya. Jantung gue kayak yang habis lari jarak jauh melihatnya. Keren banget ... eh, tetapi, kenapa jasnya malah di buang ke tong sampah?

Gue bergegas mendekati tong sampah, mengambil jas, dan mengejar lelaki itu. "Ini jasnya. Kenapa dibuang?"

Ah! Rasanya pengin menampar mulut sendiri atas kelancangan gue pada lelaki yang enggak dikenal sama sekali. Apa gara-gara gerakan slow motion itu? Agnes, wake up!

"Ambil aja!" tukas lelaki itu dengan suara datar tanpa membalikkan badannya sedikit pun. Bahkan dia bergegas meninggalkan gue begitu saja. Sombong amat!

Mungkin gue sudah menguntit lelaki itu diam-diam kalau saja ponsel gue enggak berdering. David akhir-akhir ini memang lagi rese'. Telat sedikit langsung misscall!

Gue berjalan cepat menuju stasiun MRT, transportasi paling cepat dan efisien yang ada di Jakarta. Dari kejauhan gue melihat sesosok lelaki yang perawakkannya mirip Vano. Tinggi, tegap dengan rambut dikuncir.

"Vano!" panggil gue.

Lelaki itu menoleh. "Eh, anti. Naik MRT juga?"

Gue mengangguk. "Gue baru tau lu bepergian pake MRT. Gue pernah lihat lu berboncengan sama Ilyas pake motor. Apa gue salah lihat?"

Vano terkekeh. "Enggak. Motor ana dibengkel. Anti sendirian?"

"Tempat tinggal gue, Aisha, dan Arumi berlawanan arah."

Dibandingkan Ilyas, Vano lebih banyak bicara di kantor. Terkadang gue dengar dia bikin tebak-tebakan yang super garing di sela-sela waktu kerja.

"Naik kereta ini?" tanya Vano melihat gue berbaris di depan pintu.

"Iya. Sama?"

Vano mengangguk. Kereta datang dan pintu terbuka. Kami masuk setelah beberapa orang keluar. Sialnya, enggak mudah mendapatkan tempat duduk karena bertepatan dengan jam pulang kantor.

Hijrahcchiato [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang