13| Sang Penolong

2.5K 260 26
                                    

Gue mengerjap

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Gue mengerjap. Sejauh mata memandang yang terlihat hanya langit-langit dan selimut putih. Untung saja ada warna krem di dinding dan gorden yang membuatnya jadi tidak monoton. Dipikir-pikir lagi, apartemen gue enggak begini. Kamar hotel Oriona juga bukan. Ini di mana ya?

Hal yang diingat, rapat berjalan dengan baik meskipun gue merasa ada gajah di pelupuk mata. Serius kelopak mata berat banget! Luar biasa emang efek dari obat tidurnya seorang Dion Poernomo. Pokoknya setelah melawan semua itu, gue berhasil keluar ruang rapat, berjalan, dan setelah itu ... entahlah. Jangan-jangan gue diculik lagi!

"Udah sadar? Alhamdulillaah ...."

"Eh, Ilyas? Gue dimana?"

"Rumah sakit."

"Hah?"

"You pingsan di depan lift."

Baguslah disangka pingsan. Semoga aja enggak ketahuan kalau gue minum obat tidur. Bisa-bisa disangka gue merencanakan pengkhianatan terhadap perusahaan yang berakhir dengan pengasingan ke ... enggak mungkin juga Agnes! "Lu yang bawa gue?"

"Iya. Qadarullah aku sama Arum ada di sekitar lift."

Gue bangun dari tempat tidur, mencoba turun. Masih terasa pening, tetapi gue harus cepat-cepat pulang. Tagihan rumah sakit, gengs!

"You mau kemana?"

"Pulang."

"Tungㅡ"

"Pasien sudah sadar rupanya," sapa seorang wanita yang gue identifikasi sebagai dokter. "Ada keluhan setelah sadar?"

Gue menggeleng. Berbohong lebih baik. Apalagi yang masuk dokter asing. Jangan-jangan gue dibawa ke rumah sakit internasional yang harganya selangit! Dompet gue nangis ....

"Dia baik-baik aja, Sis."

Sis? Sister maksudnya? Dokter ini kakaknya Ilyas?

"Hai. Saya Lanika Brown. Anda bisa panggil saya dokter Brown. Lanika juga boleh," ujarnya sambil menggulurkan tangan. "Sedang banyak pikiran?"

"Eh?"

"Saya mendapatkan informasi kalau Anda mengkonsumsi obat tidur."

"I-itu gak sengaja, Dok. Salah ambil."

Dokter Brown menaikkan kedua alisnya.

Dia dokter, masa gue memberikan keterangan palsu?

"Salah ambil bagaimana, Agnes?" tanya Ilyas.

"Dion. Ketuker. Obat dia yang gue telen, bukan permen." Ya, sudahlah. Lebih baik mengaku.

Ilyas mendengkus sambil menyembunyikan wajahnya. Baru kali ini gue liat Ilyas yang jaim bertingkah seperti Vano.

"Karena efek obat sudah habis dan Anda terlihat lebih segar, maka Anda diperbolehkan pulang," ujar dokter Brown sambil tersenyum. "Antarkan pasien saya pulang, ya"

Hijrahcchiato [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang