Part 12. Swarovski atau berlian ( 2 ) ?

138 25 16
                                    

*12.

💥

( A/n.

Isi part ini mengandung toxic dan hal sensitif tentang KDRT. Request dari readers.

Sebagian isi part ini fiksi. Tidak bermaksud menyinggung siapapun dan apapun. Jika terdapat kesamaan kisah di dunia nyata itu murni kebetulan.

Ambil baiknya dan buang buruknya dari part ini. Bijaklah dalam membaca dan menyikapi ).

💥

Flashback sebelum pernikahan.

Indonesia,

💥

Pov. Arini Pradita Diningrum

💥

"Mbak Rin, kayaknya mereka rampok deh," bisik Amel sepupuku sambil memegangi ujung cardigan rajut warna maroonku saat berada di Hilman Family mini market. Milik om kami. Tampak ketakutan. Menatap ngeri tiga lelaki yang baru masuk dan mengacungkan samurai. Mereka memakai jeans belel koyak moyak di bagian lutut dan memakai hoodie warna hitam dan coklat tua. Wajahnya tertutup masker. Sibuk menghardik dan mengancam beberapa pembeli yang sudah menjerit ketakutan.

Lelaki yang satunya, memakai jaket bomber warna hitam dengan masker hitam di depan pintu masuk. Sama. Dengan samurai terhunus.
Sepertinya dia bertugas menjaga pintu.

"Mif, arahkan kamera CCTV ke arah lain. Jangan sampai ada gambarku," bisikku pada Mifta yang jaga kasir. Amel merapat ke arahku. Tangannya yang memegang dompet dan hape gemetaran. Dia langsung terkena serangan panik. Dua orang rampok itu mendekati kami.

"T-tapi, Mbak Rin," Mifta berbisik ragu. Aku berbisik 'cepat' dengan gemas. Aku hanya butuh agar aku tidak terekam CCTV saat menghajar mereka. Bisa jantungan eyang buyut. Dan aku bisa dilarang keluar. Kebetulan aku ingin menghajar orang. Sejak Kavinda memutuskan pertunangan emosiku memang tidak stabil.

Mifta menurut. Menggeser tombol hold rec dengan isyaratku.

Thag!

Thag!

Mataku awas mengamati moncong CCTV yang perlahan berubah seiring dengan jemari Mifta yang menggesernya. Tanganku memberi isyarat 'cukup'. Dan moncong kamera itu dikunci hold rec pada posisi lain.

Dan ...

"Serahkan seluruh uang jika sayang nyawa!" hardik salah satu dari mereka sambil memukul- mukulkan samurai ke arah meja kasir.

Amel memekik ketakutan. Gemetaran. Dompet dan hand phonenya sampai jatuh ke lantai. Jerit histeris pembeli lain memenuhi ruangan. Bahkan ada yang jongkok di lantai sambil menangis menutupi kedua matanya dengan telapak tangan. Siapa yang bisa melihat adegan dramatis begini?

Aku menggeser dompet dan hape itu dengan kakiku dengan mata awas mengamati mereka. Membisiki Amel agar mengambilnya. Melindungi Amel di belakangku. Dengan ragu dan ketakutan Amel menurut. Meski karena ketakutan dompetnya berkali jatuh lagi. Dengungan dzikir menggaung. Berharap pertolongan melaung.

"Buka!" Bentak salah satu dari mereka.

Tangan Mifta tampak gemetaran saat dipaksa membuka laci kasir dengan ancaman samurai terhunus.

Dengan cepat aku menangkap ujung samurai itu. Tanganku yang masih bersarung tangan rajutan warna grey memutar ujung samurai. Lelaki itu terbelalak kaget. Berusaha mempertahankan samurainya.

ⓂⒺⓃⒹⒶⓀⒾ ⓀⒶⓀⒾ ⓁⒶⓃⒼⒾⓉ ②Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang