Part 10. Wonder Women 2

132 28 28
                                    

*10.


( A/n.

🌱 Sebagian isi part ini fiksi meski seluruh settingnya real.

🌱 Jangan mengambil sebagian / seluruh plot, narasi, adegan dalam part ini tanpa izin.

🌱 Jangan meniru pengobatan di sini tanpa cek fisik dari tenaga ahli dan pemeriksaan lab. Seluruh adegan murni untuk literasi meski tatalaksananya real. Bijaklah dalam membaca dan menyikapi.

🌱 Mari saling menghargai dan bertumbuh bersama🙏 )


Arin's Flowers

Orchard Road, Singapura

Arkha Bamantara

Orchard Road, Pusat belanja sepanjang 2, 2 km. Tempat di mana istriku berusaha mengais dollar. Arin's Flower's, toko bunga lokal dan internasional yang kami rintis, patungan dengan mama Margareta. Mama tiriku. Istri papa yang sekarang. Kami memilih Orchard Road karena dekat dengan rumah. Dan jalan ini adalah pemuas dahaga bagi yang haus belanja. Dengan bangunan yang rata-rata berwarna merah maroon dan warna marmer bergaya barok. Aliran seni Eropa yang periodenya menggantikan aliran Renaisans pada abad 17 di Itali. Renaisans adalah kebangkitan kembali pada hal klasik.

Grand ma pernah bercerita bahwa dulu ini adalah sebuah jalan setapak sempit dengan perkebunan buah, pala dan merica yang tumbuh subur berjajar di kiri dan kanannya. Itulah sebabnya orchard road berarti kebun buah.

"Toserba pertama itu CK Tang, menghadap pemakaman." Grand ma saat itu bercerita dengan antusias. Sebagai keturunan chinese totok yang sejak lahir di Singapura grand ma dan grand pa banyak tahu.

"Sekarang jadi Tang Plaza, Ndre," cerita grand ma saat itu. Memanggil namaku asliku. Andre William Lau. Aku hanya mengangguk dengan senyum. Aku tak banyak ingat. Waktu itu usiaku masih terlalu kecil, mama membawaku ke Indonesia karena menikah dengan ayah Pratama. Nama Tionghoaku pun tak di pakai. Karena mama mu'alaf namaku juga di ganti. Arkha Bamantara.

Sekarang kawasan yang dekat dengan tempat tinggal kami ini menjadi ikon belanja mewah. Meski tempat favorit kami tetaplah perpustakaan yang terletak di Mall Orchard Gateway yang ada di lantai tiga dan empat. Kami menjadi member di sana. Arini suka mengunjunginya sore-sore. Dan koyolnya dia betah di sana bukan hanya karena koleksi bukunya. Tapi juga bentuk rak bukunya.

"Lucu dan imut, Sayang. Catnya putih bentuknya S, aku juga suka tangga spiralnya." ucapnya polos dan takjub kala itu. Aku hanya tertawa. Huruf S? Berliku-liku menurutku. Berlekuk. Dia menyebutnya huruf S.

Kami suka tempat itu karena dekat rumah. Juga karena disediakan space untuk membaca, bisa membawa laptop, ada meja kursi yang di atur menghadap jendela dan colokan. Bisa membaca sekaligus menikmati pemandangan di bawahnya jika jeda dari lembaran buku.

Suasana yang sepi dan tentram adalah syurga bagi pecinta ilmu dan buku.

Aku ingat Arini tertawa geli saat membaca buku berjudul ; Cara memakai kaos kaki. Dengan koleksi ribuan buku berbobot tentu saja ada buku-buku dengan tema sederhana dan keseharian.

Arini itu menyukai hal-hal yang bagiku sederhana. Bahkan sekedar memberi makan burung yang memang banyak bertebaran di sepanjang jalan dengan pepohon Angsana sudah mampu membuat dia bahagia dan tertawa.

Tempat kedua favorit kami adalah masjid Al Falah. Masjid yang di apit gedung-gedung pencakar langit yang masif. Mall dan pertokoan. Tak ada kubah seperti layaknya masjid. Mirip gedung perkantoran biasa. Tapi mampu menampung ribuan jamaah.

ⓂⒺⓃⒹⒶⓀⒾ ⓀⒶⓀⒾ ⓁⒶⓃⒼⒾⓉ ②Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang