🍁 Adegan Kedua

1.4K 188 23
                                    

Hanya iblis berwujud manusia yang bersenang-senang dengan membuat orang lain menderita, dan Wang Zihao adalah iblis tersebut.

***

Sesaat tubuh serta pikiran Keita membeku, pada pelajaran olahraga kelasnya dan kelas Zihao sama, mereka akan bertemu. Tangan Keita yang saat itu tengah memegang buku bergetar pelan, tidak ada hal yang lebih membuatnya frustasi kecuali ketika dia harus berhadapan dengan Wang Zihao.

Keita berdoa dengan sungguh-sungguh, kali ini saja, hari ini saja, dia tidak melihat wajah angkuh laki-laki itu.

Namun doanya langsung ditolak oleh Tuhan ketika Keita memasuki ruang ganti, dia berjengkit kaget begitu melihat punggung Zihao dan teman-temannya sudah berdiri di sana, sambil tertawa-tawa membahas sesuatu yang Keita tak mengerti.

Sambil kembali merapalkan doa, tubuh Keita hanya kecil bergerak sesenyap mungkin agar tak ada satu pun dari orang tersebut yang menyadari keberadaannya, dan secepat kilat Keita mengambil seragam olahraganya dan berganti baju.

Namun yang tak remaja itu sadari, Zihao sebenarnya sudah lebih dulu menyadari keberadaannya, tetapi Zihao hanya diam memandangi Keita dari kejauhan dengan tatapan aneh ketika Keita sedang melepas semua pakaiannya. Setelah selesai, Keita langsung melesat pergi dari tempat tersebut.

Dia langsung menemui Hanbin yang sudah lebih dulu bersiap-siap di lapangan sekolah dengan teman-teman lainnya, hari ini materinya bermain bola basket. Setelah pengarahan dari guru olahraga, para siswa praktik bermain bola basket.

Dengan tubuh pendeknya, Keita dengan semangat dan kepayahan mendribel bola ke atas ring, masih tak menyadari ada sepasang mata yang memperhatikannya, lebih tepatnya pada sepasang bongkahan bokongnya. Mata itu terus memperhatikan bagaimana bokong tersebut memantul saat dia melompat.

Setelah pelajaran olahraga selesai, Keita mengajak Hanbin pergi ke toilet sebentar untuk membasuh wajah, namun sayangnya Hanbin menolak.

Sorry, Keita,” sesal Hanbin.

Keita cemberut. “Ya, sudahlah. Tapi nanti pulang bareng, ya? Bisa, 'kan?”

“Siap.”

Dalam langkahnya yang pelan, Keita diam-diam menoleh ke belakang karena dia merasa seperti diikuti. Dia sempat berpikir mungkin itu bukan apa-apa dan hanya siswa jail yang biasa mengerjainya jadi dia dengan nekat masuk ke dalam toilet yang saat itu tengah tidak ada siapa-siapa kecuali dirinya, hal yang tak disangka-sangkanya adalah ketika ternyata Zihao ada di dalam bilik toilet yang ingin Keita masuki, dia sedang duduk-duduk sambil menyimpangkan kaki dan merokok.

Tenggorokan Keita seperti tercekat ketika asap rokok itu tercium olehnya, tapi dia tetap berusaha berani menatap sepasang mata tajam itu dan berkata, “Maaf, aku tidak tahu, aku pikir ... tidak ada siapa-siapa, kau tidak menguncinya.”

Keita ketakutan, belum apa-apa dia sudah merasa terintimidasi, tentu saja aura seseorang tidak bisa berbohong. Jadi Keita menundukkan kepalanya, sebisa mungkin menghindari bertatapan dengan Zihao.

"Ma-maaf, aku benar-benar tak tahu kalau ada kau, aku akan masuk ke bilik yang lainnya.” Keita buru-buru pergi.

Namun, tiba-tiba Zihao memegang pergelangan tangannya kuat. "Mau ke mana kau?" tanyanya kesal.

Keita menelan salivanya. Mampus aku. "Aku mau buang air kecil," cicitnya.

Zihao tersenyum miring. "Buang saja di sini,” tantangnya.

Keita menggeleng pelan. "Apa kau akan menggangguku lagi hari ini?"

"Apa kau menantikannya?" Zihao membuang batang rokoknya dan meludah ke kesamping, dia berdiri dengan masih memegang pergelangan tangan Keita erat.

Bagi Keita, rasanya benar-benar menyiksa. Zihao tidak akan segan-segan melukai orang yang tidak disukainya, karena bagi siswa itu kekuasaan yang dimiliki oleh orang tuanya adalah segala-galanya. Hukum hanya berkara soal berapa banyak uang yang mampu dia berikan pada para penegak hukum korup.

Keita berusaha melepaskan cengkeraman tangan Zihao darinya, itu berhasil dan Keita berusaha berlari ke luar, tetapi seseorang, dia adalah teman Zihao, tiba-tiba datang menghadangnya di depan pintu dan mendorongnya kembali masuk ke dalam toilet yang sama dengan Zihao. Keita panik, dia mengendor-gendor pintu, tetapi seseorang sudah menguncinya dari luar.

Tiba-tiba Zihao terkekeh pelan di belakang Keita dengan kepalan tangan masuk ke kantung celana seragam abu-abunya. "Hei, Keita. Bagaimana kabarmu? Sudah lama kita tak ngobrol berdua seperti ini, 'kan?"

Bulu kuduk Keita merinding ketika tiba-tiba Zihao bicara dengan nada ramah. Embusan napas yang dapat dia rasakan di belakang lehernya, anak rambut seseorang yang bersentuhan dengan leher belakangnya, suara itu semakin lama semakin dekat dengan telinganya.

"Ap-apa yang ingin kau ingin, Zi-Zihao?" Keita benci mendengar suaranya gemetaran seperti ini, rasanya dia memang benar-benar sampah tak berguna.

"Ah, aku sampai lupa bahwa hari ini aku belum memberimu hadiah, Terazono Keita." Zihao tersenyum manis, senyum yang jarang dia perlihatkan kepada orang lain. "Apa kau mau menerima hadiah dariku?"

Keita tak mengerti dengan apa yang dimaksud hadiah oleh Zihao, tetapi apa yang terjadi jika dia menolaknya? Jadi dengan ragu-ragu Keita mengangguk. Mungkin hadiah yang Zihao maksud adalah semacam pukulan, menjadikannya samsak tinju, atau bola. Seperti biasanya, dia sudah biasa menerima perlakukan seperti itu sejak kejadian minumannya tumpah dibaju Zihao beberapa bulan yang lalu, jadi Keita pikir dia akan melewatinya segera setelah Zihao merasa puas.

"A ... aku—"

"Bagus, kau pasti akan sangat menyukainya." Zihao mengendus leher Keita dari belakang.

🍁🍁🍁

Notes. Hehe, good night. ✌🏼

WANG ZIHAO

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

WANG ZIHAO

TERAZONO KEITA

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

TERAZONO KEITA

☝🏼☝🏼☝🏼☝🏼 Sumbangan foto dari temen.

19.03.23 🍁

LAST SCENE | Wang Zihao x KeitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang