lima belas 🌻

10 3 0
                                    

¤
¿
¿

Keduanya masih terdiam saling pandang satu sama lain, senyuman Arif tiba-tiba terbit begitu saja di wajah tampannya, Abel mengerjap-ngerjap kan mata melongo melihat senyuman itu, senyuman yang baru pertama kali Abel lihat selama kenal dengan Arif, melihat senyuman itu wajah Abel memerah, Abel menyadari satu hal perasaanya sudah sangat dalam pada Arif.

Arif masih tersenyum melihat wajah Abel yang memerah, "gue ngak suka di bantah", ujar Arif akhirnya, Abel menaikan alis bingung mendengar ucapan Arif.

"Maaf pak, tapi aku tidak merasa membantah pak Arif", ujar Abel setelah mampu menguasai diri.

Arif berdecak kesal tidak mengalihkan tatapan pada wajah Abel, "gue tadi belum ngasih izin dan lo langsung pergi sama Gilang, ingat gue adalah bos lo, walaupun Gilang juga atasan lo, tapi gue lebih berhak, paham!!", jelas Arif, Abel mengangguk mengerti di mana letak kesalahannya.

Abel tersenyum manis membuat Arif langsung memalingkan wajah "aku minta maaf ya pak, soal yang tadi", ujar Abel masih mempertahankan senyumannya, Arif berdehem menguasai diri.

"Ehmmm, Bel, bos lo ngak berubah jadi serigala kan?", tanya Gilang yang tiba-tiba masuk, Abel tersenyum ke arah Gilang mengangguk polos, sedangkan Arif menatap Gilang dengan tatapan membunuh.

"Hm permisi pak, aku keluar dulu", pamit Abel langsung keluar meninggalkan kedua pemuda itu.

Gilang terkekeh melihat telinga Arif yang memerah "lo ngak macam-macam sama Abel kan?", tanya Gilang penuh selidik.

"Ck otak lo lang", ujar Arif memutar bola mata malas.

"Udah ngambeknya kan, sekarang keluar kita makan malam dulu, sebelum lanjut kerja", ujar Gilang.

Arif keluar bersama Gilang menuju meja makan, di sana ada Gita dan Abel, dan juga ibu Retno yang menyiapkan makanan dengan telaten, keempatnya langsung makan dalam diam, setelah selesai semuanya beranjak duduk di depan tv, mulai mengerjakan pekerjaan mereka masing-masing.

"Gini besok kita punya dua tempat yang harus kita kunjungi secara bersaman, restoran dan hotel jadi kita akan bagi dua kelompok, seperti biasa gue sama Gita akan ke restoran, dan lo Rif sama Abel ke hotel", jelas Gilang, ketiganya hanya diam mengangguk.

"Ini catatan yang harus kita pantau", lanjut Gilang menyerahkan selembar kertas ke arah mereka masing-masing.

"Lang, Rapat bagaimana?", tanya Arif, Gilang tersenyum.

"Itu sudah gue atasi, lo ngak usah khawatir", Arif mengangguk mengerti.

"Oh iya, Bel, lo bisa nyetir mobil?", tanya Gilang, Abel mengangguk mengiyakan.

"Bagus, karena besok kita kerja secara terpisah", ujar Gilang.

"Maaf pak Gilang, hm gini aku ngak bawa dress seperti yang tertera di catatan yang pak Gilang berikan", ujar Gita merasa bersalah.

Gilang tertegun, Gilang merasa Gita banyak perubahan selama tinggal bersama Abel, Gita terlihat semakin lembut, sopan dan satu lagi senyumannya sekarang selalu tulus.

"Itu gampang Git, biar gue yang atur", ujar Gilang menenangkan, Gita mengangguk tersenyum.

"Sudah tidak ada lagi yang harus kami kerjakan kan ?", tanya Abel menatap kedua atasannya.

"Ngak ada, kalian bisa tidur sekarang", ujar Gilang, Abel dan Gita langsung mengangguk.

Kini tinggal Arif dan Gilang yang masih duduk di depan tv, gilang menyalakan tv dengan volume kecil takut Abel dan Gita terganggu, "gimana Rif ? Hm lo masih belum mau menjelaskan semuanya pada Abel?", tanya Gilang.

Arif menghela nafas berat "gue belum siap Lang, gue juga ngak tau mau mulai dari mana", ujarnya mengusap wajah kasar.

Gilang menghela nafas, "tapi Rif, gue ngak mau jika Abel punya perasaan sama lo dan akhirnya tahu kalau lo salah satu penyebab orang tuanya meninggal".

Pranggggg

Keduanya menoleh dengan mata membulat, di sana sudah ada Abel dengan gelas yang hancur pecah, Gita juga langsung beranjak mendengar pecahan menatap tubuh Abel yang kini bergetar hebat.

"Bel?", panggil Gita lembut.

Arif dan Gilang melangkah mendekat, Abel mundur menggelengkan kepala tidak percaya, air mata kini mengalir deras membasahi pipi, tubuhnya merosot kebawah dengan tangisan pecah.

"Hiks"

Gita terluka mendengar tangisan Abel yang begitu menyakitkan menatap kedua bosnya dengan tatapan tajam memeluk Abel lembut.

"Hiks, Gitaaa, hikss dia jahat Git".

Gita mengigit bibir bawah menahan isakannya air matanya mengalir ikut menangis merasakan sakit yang Abel rasakan.

"Bel", panggil Arif lirih mendekat.

"Aku mohon hiks jangan mendekat", ujar Abel semakin erat memeluk Gita.

Gita memapah Abel masuk ke dalam kamar, mengunci kamar, tangisan Abel menjadi-jadi, Arif membeku di depan pintu mendengar Abel yang kini meraung-raung di dalam kamar.

Arif menggila di luar, Gilang mengatupkan bibir melihat sahabatnya, Arif memecahkan semua barang yang dapat Arif raih "sialan lo Rif", bentak Arif pada dirinya sendiri.

Bugh

Bugh

Bugh

"Sialan lo Rif, sialan lo"

Bugh

Bugh

Gilang tidak berani menghentikan Arif meninju dinding dan kaca pembatas ruangan.

Prang

Prangg

Prangg

Darah mengalir dari kedua tangan Arif sekarang, tubuhnya merosot kebawah menepuk dadanya yang sakit mendengar Abel masih meraung menangis di dalam kamar, Arif tidak peduli dengan kaca pembatas yang kini berserakan di mana-mana, luka di tangannya tidak terasa sama sekali, sakit di hatinya lebih terasa.

Ibu Retno yang keluar kamar melongo melihat ruangan depan berantakan, pecahan kaca di mana-mana, Gilang memberi kode ke arah ibu Retno agar masuk kembali kedalam kamarnya.

"Sudah Rif, besok lo jelasin semua sama Abel", ujar Gilang mendekat ke arah sahabatnya yang kini begitu kacau.

"Lang, gue takut Lang", ujar Arif menangis.

Gilang menepuk-nepuk punggung sahabatnya ikut merasakan sakit, Gilang belum pernah melihat Arif sehancur ini, "gue takut Abel menjauh, gue takut Abel membenci gue, Lang tolong", lanjut Arif terisak tidak peduli dengan anggapan orang lain padanya.

Begitupun dengan Abel di dalam kamar tidak melepaskan pelukan dari Gita, tangisannya masih terdengar, Gita ikut menangis berusaha tidak terisak.

Malam ini semuanya terlihat sangat kacau, kedua insan itu sama-sama menangis mengeluarkan semua rasa sakit yang berahun-tahun tersimpan begitu rapat.

¤¤¤¤¤

Tentang Rasa (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang