delapan 🌻

11 3 0
                                    

¤
¿
¿

Abel berlari dengan air mata yang mengalir membasahi pipi, tidak peduli dengan para karyawan yang melihatnya bingung, Abel mencari angkot hendak pulang ke rumah menenangkan diri, tapi sialnya tidak ada angkot, perkataan Arif membuat hati Abel benar-benar seperti di tusuk pisau tajam, apa benar Abel pembawa sial ? Itulah kalimat yang memenuhi fikiran Abel sekarang.

"Abelllll".

Abel tersentak berbalik melihat Gita berlari ke arahnya, Gita bersimpuh di hadapan Abel yang melotot.

"Maaf Bel, hiks, maaf", tangis Gita pecah meminta maaf ke arah Abel.

Air mata Abel yang tadinya sudah berhenti kini kembali keluar, Abel menarik lengan Gita, memeluknya "udah Git, lo ngak usah minta maaf", lirih Abel mengusap punggung Gita yang masih bergetar karena tangisan.

"Maaf Bel, karena gue lo jadi tempat pelampiasan amarah pak Arif, gue udah jelasin semuanya ke pak Gilang", ujar Gita mengapus air matanya melepas pelukannya pada tubuh Abel.

"Makasih ya Git", ucap Abel tulus ke arah Gita.

"Gue yang harusnya mengucapkan itu Bel, makasih banyak melindungi gue, maaf gue ngak bisa mengelak tadi gue terlalu shok", jujur Gita menyendu.

Abel paham dengan kondisi Gita, jika Abel di posisi Gita tadi mungkin Abel juga akan melakukan hal yang sama hanya membeku di tempat karena shok.

"Udah Git, lupain, gue pulang ya, gue mau tenangin diri dulu", ujar Abel melihat tukang ojek

Gita menganggukan kepala berusaha tersenyum, ikut pulang ke kosan menenangkan diri atas kejadian tadi di restoran, Gita sudah meminta izin pada Gilang melalui chat, Gita berjalan menuju kosan yang tidak terlalu jauh dari kantor.

Menghela nafas Gita hendak membuka pintu kamar kosnya, namun terhenti merasakan tangan besar menepuk pundaknya, dengan refleks Gita menepis dan menoleh dengan mata yang melotot, Gita menoleh mencari penghuni kos sialnya tidak ada satu pun orang di kosan sekarang.

"Apa mau pak Agus?", tanya Gita ketakutan, tubuhnya sudah bergetar, melihat tatapan menjijikan dari wajah Agus.

"Wah wah, ngak nyangka ada perempuan cantik penghuni kosan ini", ujar Agur menatap Gita dari atas sampai bawah.

Gita bergegas kabur namun dengan mudah Agus meraih lengannya menghempas tubuh Gita di depan kamar kosan, "ngak usah banyak tingkah", ujar Agus berjongkok mengelus pipi Gita.

Air mata Gita kini sudah keluar membasahi pipinya, tubuhnya semakin bergetar berharap ada yang menolongnya, "ini kosan punya saya", ujar Agus, Gita tersentak kaget tidak tau.

Selama ini Gita kira yang punya kosan adalah ibu Ila penjaga kosan ini.

"Lepas brengsek", umpat Gita berani menghempaskan tangan Agus dari pipinya.

"Ck, dasar perempuan rendahan, lo pergi dari kos ini sekarang juga atau lo bisa tinggal di kosan ini tanpa bayar dengan nyerahin tubuh lo sama gue, gimana cantik?", tawar Agus menggoda.

"Gue keluar sekarang juga", ucap Gita, bertepatan saat ibu Ila kembali dari pasar, Agus mengurungkan niat mendekati Gita melihat Ila.

Agus meninggalkan kamar Gita menggeram marah merasa tidak bisa menggapai keinginannya pada tubuh perempuan cantik itu, Gita yang masih bergetar mengambil dua kopernya memasukan semua baju dan benda-benda berharganya.

"Sekarang gue harus kemana?", tanya Gita bertanya pada dirinya sendiri menatap dua koper yang sudah terisi barang-barang Gita.

"Gue harus keluar dulu dari kosan ini", gumam Gita langsung keluar menenteng dua koper, berpamitan dengan ibu Ila, awalnya ibu Ila kaget dengan keputusan Gita yang tiba-tiba, apa lagi ibu Ila tau tidak ada saudara Gita di sini, Gita juga perantau.

Gita menatap dompetnya terlihat ada beberapa uang di dalam, dengan helaan nafas Gita menghentikan taxi "pak ke perumahan Kita, blok 7 no 7", ujar Gita menyebut alamat Abel pada pengemudi.

Untuk sementara Gita berniat meninggalkan barangnya di rumah Abel, sambil mencari kosan baru untuknya yang tidak jauh dari kantor.

Hanya beberapa menit Gita sampai di depan rumah Abel, setelah membayar ongkos Gita berjalan mendekat mengetuk pintu, tidak lama pintu terbuka terlihat Abel melotot ke arah Gita dengan mulut sedikit terbuka.

"Lo pindahan Git?", tanya Abel membantu Gita membawa koper satunya masuk ke dalam rumah.

Gita menghela nafas, duduk di sofa menceritakan semuanya pada Abel, mendengar cerita Gita, Abel mengepalkan tangan menahan amarah.

"Ngak usah cari kosan lagi Git, lo tinggal sama gue di sini", ujar Abel.

Gita langsung menggeleng tidak enak ke arah Abel "ngak usah Bel, gue tinggal barang gue dulu di sini untuk sementara", ucap Gita.

"Keras kepala banget sih, ngak usah cari kosan lagi, atau gini saja lo tinggal di sini lo bayar listrik", ujar Abel memberi tawaran.

Gita langsung berbinar mendengar tawaran Abel "gue mau,makasih banyak Bel", ucap Gita penuh syukur.

Abel sebenarnya tidak ingin Gita membayar apapun tapi melihat Gita bersikeras mencari kosan, Abel akhirnya memutar otak mencari cara agar Gita menerima tawarannya.

"Yaudah sana masuk, itu kamar lo", tunjuk Abel ke arah kamar tepat di samping kamarnya.

Rumah sederhana milih Abel punya dua kamar tidur dengan kamar mandi dalam, dapur, ruang tamu, ruang keluarga, dan ruang makan, Gita mengangguk semangat, Abel membantu Gita membereskan barang-barang ke dalam lemari.

"Akhirnya selesai juga, sekali lagi makasih Bel", ucap Gita.

"Ck berhenti berterimah kasih Git, lo udah ucapin itu berpuluh-puluh kali", ujar Abel capek sendiri.

Gita terkikik geli melihat wajah masam Abel, "gue mandi dulu ya", ucap Gita.

Abel keluar dari kamar Gita menyiapkan makan malam untuk keduanya, terlihat jam menunjukan pukul setengah 6, dengan cepat Abel mengerjakan semua menata makanan di atas meja makan.

Menutup dengan tudung saji sebelum melangkah menuju kamar membersihkan tubuh dan melaksanakan kewajibannya.

"Gittttt, makaaan", teriak Abel.

"Iya Bel, bentar", balas Gita di dalam kamar.

Abel tersenyum rumahnya tidak sepi lagi dengan kehadiran Gita di sini.

"Wah gila lo masak sendiri Bel?", tanya Gita terkagum-kagum.

"Ngak, pake tuyul gue, yaiyalah gue sendiri di rumah ini kan cuma ada gue", ujar Abel, Gita lagi-lagi terkekeh geli melihat wajah manyun Abel.

Keduanya makan dalam diam benar-benar melupakan kejadian hari.

¤¤¤¤¤

Tentang Rasa (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang