enam belas 🌻

9 3 0
                                    

¤
¿
¿

Adzan subuh berkumandang, Abel perlahan membuka mata yang begitu berat, lagi-lagi matanya bengkak karena menangis semalaman, terlihat Gita yang sudah keluar kamar mandi dengan pakaian rapi melaksanakan kewajibanya sebagai umat muslim, Abel kini berjalan menuju kamar mandi membersihkan tubuh ingatanya tertuju pada apa yang Abel dengar semalam, sekuat tenaga Abel menahan tangis.

Dengan cepat Abel membersihkan tubuhnya, menggunakan pakaian rapi karena masih halangan Abel langsung keluar kamar setelah merapikan penampilannya yang terlihat kacau.

Abel berhenti, melongo melihat kekacauan yang ada di luar, Gita yang juga keluar melotot meringis sendiri melihat ibu Retno membersihkan kaca beserta barang-barang berserakan di mana-mana.

"Lo udah baikan Bel?", tanya Gita akhirnya, Abel menoleh tersenyum, Gita menghela nafas lega melihat senyuman tulus terbit di wajah Abel.

Keduanya hendak berjalan menuju meja makan langsung terhenti melihat Gilang dan Arif yang juga keluar dari kamar, tatapan Arif langsung tertuju pada Abel, sedangkan Abel terfokus pada luka yang belum di obati di kedua tangan Arif.

Keempatnya berjalan menuju meja makan dalam diam, Abel melanjutkan langkah menuju dapur mengambil kotak p3k yang tersimpan di dalam lemari kecil khusus untuk obat-obatan, Abel keluar dari dapur mendekat ke arah Arif yang terlihat melamun.

Gilang dan Gita terdiam melihat interaksi keduanya, Gilang dan Gita terpukau sendiri pada Abel, hati Abel terbuat dari apa?, fikir keduanya.

Arif tersentak kaget langsung menoleh dengan mata membulat sempurnah melihat Abel meraih kedua tangannya, mengobati dengan penuh kelembutan, air mata Arif keluar begitu saja, hal itu tentu membuat Gita terlonjak kaget, apa Arif begitu terpukul?.

"Maaf"

Ucap Arif berulang kali menatap wajah Abel yang serius mengobati tangannya.

"Sudah pak, seperti kata pak Arif semalam belum bisa mengatakan semuanya, jadi aku akan menunggu sampai pak Arif siap menceritakan semuanya dengan jujur", ujar Abel mengusap tangan Arif yang sudah terbalut dengan kain kasa dengan senyuman manis di wajahnya.

Arif tidak kuasa langsung menarik Abel kedalam pelukannya terisak pelan tidak peduli dengan wajah cengo Gilang dan Gita, Arif mengeratkan pelukan pada tubuh mungil Abel, mengucapkan maaf.

Abel yang awalnya tidak membalas pelukan Arif mengangkat satu tangannya mengusap punggung Arif lembut untuk menenangkan, Gilang dan Gita saling berpandangan dengan mata yang menyendu.

"Sudah pak, makan dulu sebelum berangkat", ujar Abel.

Arif mengangguk patuh, langsung makan sesekali malirik ke arah Abel yang fokus memakan makanan di hadapannya.

Gilang dan Gita sudah ada di mall, awalnya Gita bingung bukannya keduanya harus ke restoran, namun melihat Gilang masuk ke tempat penjual dress akhirnya Gita paham, "cari yang warnanya senada dengan jas gue ya", ujar Gilang lembut

Gita menautkan alis bingung tetap mengangguk, hanya beberapa menit akhirnya Gita mendapatkan dress yang menarik perhatiannya dan warnanya senada dengan jas Gilang.

"Pak, aku sudah dapat", ujar Gita tersenyum mengangkat dres selutut di tangannya.

"Langsung ganti bajunya aja Git", ujar Gilang, Gita langsung beranjak menuju ruang ganti, sedangkan Gilang menunggu sambil memainkan ponsenya.

"Pak"

Gilang menoleh semakin terpesona dengan penampilan Gita sekarang, dresnya sangat cocok pada tubuh Gita yang tegolong mungil.

"Cantik", ujar Gilang, Gita yang mendengar melotot dengan wajah yang memerah.

Gilang mengulurkan tangan membuka kelima jarinya memberi isyarat ke arah Gita untuk menggengamnya, dengan wajah yang semakin memerah Gita menyambut tangan Gilang.

Keduanya keluar dari mall berjalan menuju restoran tepat di samping mall "jangan lepas ya", ujar Gilang sesekali mengusap tangan Gita menggunakan ibu jarinya.

BELLL TOLONGGG, GUE MAKIN BAPER TAIIIK

Teriak Gita dalam hati, kini merasa berbunga-bunga, dari awal masuk perusahaan Gita sudah terpesona pada Gilang yang begitu hangat.

Semua mata tertuju pada keduanya saat menginjakkan kaki di dalam restoran, bisik-bisik terdengan begitu jelas di telinga Gita.

"Pak Gilang selamat datang", ujar seorang perempuan dengan senyuman menggoda menatap sinis ke arah Gita.

"Halo Lala, bagaimana kondisi restoran di sini?", tanya Gilang semakin mengeratkan genggaman pada tangan Gita.

"Seperti yang pak Gilang lihat sekarang, semakin maju, dan semakin banyak pengunjung setiap harinya pak", jelas Lala mempertahankan senyumannya.

Ketiganya berkeliling, di pandu oleh Lala sambil menjelaskan semua tentang semua yang menyangkut restoran.

"Pak Gilang langsung pulang?", tanya Lala setelah selesai keliling.

"Tidak, gue mau makan dulu di sini, sama calon istri gue", ujar Gilang menekan kata calon istri, Gita langsung menoleh dengan mata melotot, sedangkan Lala menggeram mengepalkan tangan menahan amarah.

Gilang langsung berlalu menarik lembut tangan Gita menuju tempat yang sudah Gilang pesan sebelum datang ke sini, mata Gita membola melihat tempat makan yang begitu indah tepat di belakang restoran, di atas meja sudah ada hidangan.

"Silahkan duduk Git", ujar Gilang, Gita menganggukan kepala.

"Cantik bangat pak Gilang", ujar Gita terkagum-kagum, Gilang berdecak kesal membuat Gita langsung menoleh heran.

"Bisa berhenti panggil pak", ujar Gilang meraih tangan Gita mengenggamnya, mengusap dengan lembut.

Gilang menghela nafas menatap Gita tepat di manik matanya, wajah Gita semakin merah sekarang "gue tidak main-main Git dengan ucapan gue pada Lala tadi, gue mau lo jadi istri gue", ujar Gilang.

Gita terperanjat  melongo, melihat Gilang mengeluarkan sebuah cincin yang begitu indah, mata Gita berkaca-kaca sekarang mencari kebohongan di mata Gilang, namun yang Gita lihat hanya kesungguhan dan ketulusan.

"Pak Gilang"

"Panggil Gilang"

"Em maksud aku, Gi.. lang, hm kamu melamar aku?", tanya Gita gugup.

Senyuman gemas Gilang terbit begitu saja di wajah tampannya, hatinya begitu senang mendengar Gita memanggil namanya tanpa embel-embel pak dan menggunakan kata 'kamu'

"Iya, aku melamar kamu", ujar Gilang, jantung Gita benar-benar menggila di dalam sana mendengar panggilan Gilang yang berubah padanya, Gita mengingit bibir bawahnya.

"Jadi, kamu mau kan jadi istri aku?", tanya Gilang penuh harap.

Gita menganggukan kepala, Gilang tersenyum senang memasangkan cincin di jari manis Gita sebelum menarik Gita kedalam dekapannya sesekali mengecup puncak kepala Gita penuh sayang.

¤¤¤¤¤

Tentang Rasa (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang