sembilan belas 🌻

12 3 0
                                    

¤
¿
¿

Masih flashback

Plakkk

Arif tersentak kaget, merasakan pipinya berdenyut sakit, tatapannya membola melihat Sasa yang melakukannya, Sasa mendekat ke arah Arif saat ambulance sudah berangkat menuju tujuan.

"Lo gila Rif, lo lebih milih gadis gila itu di bandingkan gadis yang bertahun-tahun lo sukai, lo brengsek", marah Sasa meluapkan kekesalannya.

"Maaf".

"Gue ngak mau tau Rif, kubur perasaan lo itu, gue ngak mau gadis sebaik Abel sama pengecut kayak lo", Sasa masih marah bahkan meninju dada bidang Arif.

Arif membiarkan Sasa memukulnya "Rif, lo tau, gue yang paling mendukung saat gue tau lo suka sama Abel, Rif, gue bisa melihat ketulusan Abel", isak Sasa akhirnya mengeluarkan tangisan.

"Tapi gue ngak nyangka lo sendiri yang buat dia harus kehilangan dunianya, lo yanh bikin Abel hancur ARIF", bentak Sasa mendorong Arif bergegas menuju mobil meninggalkan Arif yang masih berdiri.

Arif mengusap wajahnya kasar, air matanya mengalir tanpa permisi, dadanya sesak, "gue ngak akan mengubur perasaan gue", gumam Arif beranjak menjauh.

Arif tidak kembali ke rumah, kini Arif ada di apartemen, "Napa lo?", tanya Gilang yang keluar dari apartemen hendak mencari makanan melihat sahabatnya baru tiba dengan wajah kusut.

"Ngak apa-apa", ujar Arif masuk ke apartemen menuju kamar, Arif menyalakan lampu di kamarnya.

Terlihat jelas pada dinding kamar di penuhi foto Abel yang tersenyum cerah dengan bingkai indah, Arif selama ini diam-diam mengambil gambar Abel di setiap kesempatan.

Satu minggu berlalu, Arif kembali melakukan aktifitasnya, bekerja diperusahaan keluarganya yang telah di berikan padanya saat lulus SMA, tidak ada yang tau diam-diam Arif sering mengikuti Abel setelah mendapatkan informasi gadis itu sudah kembali dari kampung

"Ngapain lo datang ke sini?", tanya Arif menatap tajam ke arah Lisa yang tiba-tiba masuk ke dalam ruangan.

"Gue punya permintaan sama lo Rif, cari Abel dan bawa dia kerja di perusahaan lo", ujar Lisa.

Arif menautkan alis bingung mendengar permintaan Lisa "kenapa ? Lo merasa bersalah hah?", tanya Arif dengan tatapan tajam.

Lisa terkekeh meremehkan "siapa bilang gue nyesal Rif, itu cara untuk membuat Abel semakin hancur, dengan lo bawa Abel ke sini, gue tidak segan-segan buat dia menderita di perusahaan lo, bukannya perusahaan lo kerja sama perusahaan keluarga gue, dengan itu lo ngak akan bisa bersatu sama Abel", jelas Lisa.

Arif melotot tidak percaya, memijit pelipis yang tiba-riba terasa berat.

"Dasar iblis", bentak Sasa yang tiba-tiba masuk kedalam ruangan Arif, menjambak Lisa dengan kuat.

Gilang yang baru sampai melotot memisahakan keduanya "pergi lo dari perusahaan sepupu gue, jangan pernah menginjak kan kaki kotor lo ke sini", marah Sasa.

Lisa tersenyum remeh melangkah keluar, "lo Rif, berhenti berhubungan dengan perempuan iblis itu, gue datang ke sini mau pamit sama lo dan Gilang, gue mau ke amerika", ujar Sasa sedikit melunak.

Setelah pamit Sasa langsung menuju bandara.

Di dalam ruangan Arif merebahkan tubuhnya di atas sofa, Gilang mendekat ke arah Arif menepuk pundaknya "sepupu lo kayak singa,"ujar Gilang jujur

"Setidaknya Sasa ngak munafik", ucap Arif.

Gilang menganggukan kepala "ada apa lagi lo sama Lisa ? Berantem lagi?", tanya Gilang.

"Ngak usah nanya soal dia", marah Arif, Gilang terkekeh geli.

Keduanya tersentak kaget mendengar ponsel Arif bergetar di meja, keduanya saling pandang melihat nama Roy di sana, ayah Lisa, dengan malas Arif mengangkat panggilan itu.

"Kenapa om?", tanya Arif

"Kamu dimana nak, tante mau ngabari, Lisa kecelakaan dan sekarang ada di rumah sakit", ujar Rina mama Lisa.

Lagi-lagi Gilang dan Arif tersentak kaget.

"Aku nanti ke rumah sakit tan", ujar Arif sebelum mematikan panggilan.

"Bos, ayok ke rumah sakit", ajak Gilang, Arif menghela nafas menganggukan kepala.

Sampai di rumah sakit, Arif tertegun melihat Abel ada di rumah sakit meraung memeluk tubuh Lisa yang sudah tidak bernafas, dada Arif seperti di hantam beribu-ribu benda tajam, Abel sedang menangisi orang yang salah, orang yang berniat menghancurkan hidupnya, orang yang menabrak orang tuanya.

Arif menepuk dadanya, tubuhnya merosot ke bawah Gilang langsung memapah Arif menuju mobil.

"Lo ngak apa-apa?", tanya Gilang, Arif mengangguk menepuk dadanya yang masih sesak melihat Abel begitu hancur dengan kepergian Lisa.

Abel harusnya tidak menangisi Lisa.

Arif kembali menuju apartemen menengkan dirinya, Arif mengambil foto di meja kerjanya, menatap wajah Abel yang tersenyum manis di sana, Arif memeluk foto itu dengan erat.

"Maaf"

"Maaf"

"Maaf".

Tiga bulan akhirnya berlalu, Arif meminta Gilang mengantar menuju toko roti tempat Abel bekerja selama ini, dengan alasan itu permintaan terkahir Lisa, tapi itu semua hanya alasan, dari dulu Arif berniat membawa Abel bekerja di perusahaannya, namun selalu terhalang karena Lisa.

Sesampainya di toko roti Arif dan Gilang langsung menemui pemilik toko roti.

"Permisi bu Cinta, kami ke sini ingin membawa Abel untuk bekerja di perusahaan heaven", ujar Gilang mewakili

Ibu Cinta terkejut, namun wajahnya terlihat berseri, "aku senang mendengarnya pak, Abel adalah karyawan yang paling aku sayangi, tapi jika kehidupan Abel lebih baik jika ikut dengan pak Arif dan pak Gilang, tentu aku akan mengizinkan", ujar ibu Cinta.

Hanya beberapa menit terdnegar seorang perempuan masuk memberi salam, Arif dan Gilang menoleh menatap, Arif berusaha menguasai diri, saat Abel menatapnya Arif menoleh

Tatapan keduanya bertemu.

Tidak ada yang tau jantung Arif sudah menggila di dalam sana, dari SMA Arif hanya bisa mengagumi dari jauh mengambil gambar diam-diam, namun sekarang, perempuan ini ada tepat di depan matanya.

Abel sudah menangis sedari tadi mendengar semua cerita Arif, tidak menyangka dengan sahabatnya, Lisa, sahabat yang sudah Abel anggap saudara, Abel tidak menyangka semua hanya sandiwara selama bertahun-tahun keduanya bersahabat.

"Hiks, sakit".

Hati Abel benar-benar hancur, rasanya benar-benar sakit.

¤¤¤¤¤

Tentang Rasa (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang