Kecewanya seorang anak.

17 14 5
                                    

Memang kebahagiaan itu semahal apa?.

Apakah kebahagiaan itu adalah suatu hal langka yang jarang sekali aku jumpai, apa mungkin kekecewaan seorang jati diri ini sungguh tidak masuk akal jika diceritakan di atas bumi yang bulat tak berujung ini?.

Lagian aku tak bodoh juga ketika aku mau hadir di dunia ini setelah di tanyakan oleh malaikat saat di kandungan ibuku, jika benar saja aku hanya bisa memeluk bantal, bercerita di atas sajadah, berdzikir dengan tangis.

Hari ini aku akui lelah berhasil bertaut kembali dari ujung ujung jemari hingga ke dalam kelamnya pupil mata. Selain sebagai gadis yang gampang lelah, aku juga gadis yang tak begitu cerdas.

Menangis kembali berulang ulang tanpa dosa memenuhi lautan empuk pemilik banyak kapuk yang tak tulus.
Tak ada yang lebih tulus ketimbang ibu, aku yakin itu. Aku bicara ini karena pasti ia lebih menyayangi anak kandungnya ketimbang aku, dia menyayangiku karena menghargai saja.

Andai aku bisa memilih takdir, aku pasti sudah ingin mati masuk surga bersama ibu kandungku saja dan bercengkrama ria tanpa ada seseorang lagi menganggu, aku benci semua orang, aku benci seseorang yang diam diam menertawakan aku dari belakang.

Ya, aku tahu aku salah namun setidaknya aku tidak punya inner child walaupun umurku masih remaja, aku tak bersikap kanak kanak dan selalu berfikiran negatif semacam itu.

Bumi ini sudah terlalu banyak manusia merasa lebih benar, berumur dewasa tapi bersikap inner child layaknya manusia baru lahir saja, tidak berfikiran lebih jauh, otaknya terpendam di satu titik dan anehnya mengutamakan hanya satu kesalahan dan melupakan segala kebaikan, cuih.

Aku jadi takut menikah dan kenal banyak orang baru lagi yang tak kusukai, ia kalau saja mereka baik kalau brensek bagaimana?.

Aku takut kembali jatuh saat dunia pernikahan sudah terawal dan menjadi, aku takut salah melangkah diawali menjadi dewasa separah ini.

Enak sekali rasanya tidur lelap dan tak bangun lagi, munafik sekali aku bilang aku bangga punya empat orang tua, aku benci perceraian kedua orang tuaku, sungguh. Aku lelah harus berfikir hari raya tahun berikutnya pulang kemana.

Aku tak mau menjadi dewasa, aku ingin jadi anak kecil yang selalu ibuku peluk setiap tidur, yang dikejar kejar ketika menjelang magrib tak juga mandi atau aku rindu kakek nenekku yang masih hidup dan memelukku kuat dan erat layaknya tak ingin melepas.

Aku benci kenal orang baru, aku akui itu. Aku sosial anxiety, aku akui punya sahabat satu itu lebih baik daripada punya sahabat lebih dari itu, kebanyakan munafik dan membicarakan dari belakang. Dikatakannya aku jelek padahal muka mereka lebih parah, fashion ku biasa saja namun mereka benar benar tak pantas meroasting apapun kan?.

Orang baru hanya membuatku banyak masalah hidup, aku benci pertemanan dan percintaan, keluargaku saja layak disebut lingkungan gila apalagi hal yang di luar?. Benar saja, aku tak ingin kenal banyak manusia berbicara serta berbibir aneh tentangku lagi, aku pusing tentang ini, lebih baik aku tinggal di kampung kelahiran ku yang sedari dulu tak banyak mengecewakan.

Aku dapat menari, bernyanyi, bermain walau hanya dengan sedikit teman asal mereka tak mengecewakan, itu saja. Aku lelah dengan hidupku yang sering sekali menangis tanpa ditanya tanya ada apa, aku lelah dicap buruk tentang penampilan ku walau sudah bersikap sebaik mungkin dengan siapapun.

Serta aku rasa lagi tak ada hal yang lebih menarik selain masuk surga dan meninggalkan dunia, aku lelah setiap ada masalah harus menangis di atas sajadah, aku lelah menyebutkan hasbunallah wanimal wakil pada Allah. Hatiku juga masih berfungsi dengan baik maka dari aku gampang sakit hati, memangnya orang orang gila ini yang seenaknya bicara tanpa pandang ada apanya.

Mungkin manusia manusia aneh seperti itu tak pernah merasakan kena mental, mungkin saja orang tuanya tidak bercerai, mungkin fisiknya lumayan indah, mungkin saja perekonomiannya memadai, mungkin ayahnya peduli, mungkin ibunya tidak jauh darinya dan mungkin saja selalu mungkin saja aku menjadi mereka.

Aku mengetik segala sesuatu dengan hal yang nyata, tak sama dengan mereka sibuk mencaci karya manusia lain yang menyenangkan seperti ini.

Hari ini aku katakan aku rindu ibu kandungku, memang setiap hari seperti itu sih. Hanya dia yang faham akan aku. Sering sekali aku iri pada bayi bayi yang sudah meninggal lebih dahulu, mereka pasti masuk surga, lagian mereka tak merasakan kepahitan dunia macam aku.

Mengapa tak pernah ditanyakan bagaimana kekecewaan seorang anak terhadap orang tuanya, mengapa seorang anak tak pernah ditanya sakit hati atau tidak dengan ucapan bodoh salah satu antara mereka, apa mereka tak takut seorang anak seperti aku mendahului mereka lalu meminta pertanggungjawaban pada Allah, Tuhan kami?.

Ibuku menyayangiku dan sama sekali tak menganggap aku investasi hari tua, hanya manusia bodoh yang mengira anak adalah investasi dan kebahagiaan mereka pada masa tua, ya seorang anak tahu itu kewajiban tapi jika belum mampu mempunyai anak dan harus bercerai lalu akhirnya sibuk dengan kebahagiaan masing masing untuk apa, sama saja menjerumuskan seorang manusia pada dunia yang gila ini.

Dulu bahkan aku suka sekali perayaan keluarga besar, namun sekarang aku menentang itu semua, aku tak benci keluarga besarku namun aku benci sikap sikap aneh yang suka menjatuhkan dari mereka.

Semoga jika panjang umurku, aku menikah dengan seorang pria yang mampu menghargai aku sebaik mungkin, walaupun wajahnya tidak begitu tampan dan dirinya tidak begitu kaya, aku ingin lelaki faham agama yang pasti ia mencintai Tuhan bukan banyak manusia.

Hari ini lagi aku sadar, aku harus mencintai jiwa ragaku sendiri ketimbang orang lain, hanya Allah dan aku sendirian lah yang memahami sikapku ini.

Sungguh aku sangat kuat jika disakiti secara fisik namun aku akan menangis semalaman jika mentalku tiba tiba kena, kefikiran hingga lama mungkin sampai aku mati, bahkan aku berusaha menjadi orang yang tidak menyakiti orang lain dengan ucapan namun orang lainlah yang menyakitiku dari segitu itu.

Nyaman sekali jika rasanya nanti aku bersama pujaan hatiku tinggal di dekat pegunungan dan lingkungan alam menyejukkan tanpa manusia lain sekitarnya, tumbuh bersama alam hijau mempesona yang bersuara dengan kicauan burung saja tanpa pembicaraan bodoh manusia lain., mengajarkan anakku betapa baiknya memperhatikan kondisi orang lain.

Tanya, apa anakmu baik baik saja saat terurung di kamar seharian, secara percintaan pasti ia tidak akan seperti orang sakit yang terlalu cinta pada kamar dan ranjangnya, pasti tengah malam ia tak selalu menangis terisak perkara percintaan, semua itu karena cerai berai keluarganya.

Tanya, apakah perkataan yang kau lontarkan sudah lebih baik daripada perkataan anakmu, apakah anakmu cukup kuat mendengar hal menyakitkan layaknya banyak jarum menusuk jiwanya, dia juga punya hati layaknya engkau, dia punya organ tubuh yang sama denganmu tapi tidak pemikiran yang sama, jelas anakmu mungkin lebih bijak ketimbang kamu, mungkin anakmu yang sakit hati hanya bisa menangis tanpa cerita kepada siapapun ketimbang mengeluarkan unek-unek gila sepertimu, mana yang lebih bijak antara engkau dan anakmu?.

Coba saja sehari dengan senyummu yang terpancar jelas, dan aku rindu masa kecilku, aku rindu manusia manusia yang telah meninggal mendahului aku. Aku sudah kehilangan banyak impian menarik, sudah sering sekali melihat orang berkelahi tepat di depan mata, sering kali terbentak keras di lingkungan formal dan non formal, aku akui aku gampang menangis karena ucapan.

Coba saja kau tinju aku berkali kali, atau kau bunuh aku sekalian dan akan ku pastikan aku mungkin hanya akan langsung mati dengan sakit yang sedikit namun jika kau sakiti aku dengan ucapan?, sakitnya luar biasa sampai kapanpun hingga entah kapan aku mati.

Mungkin saja kau tak pernah dapat ucapan nylekit seperti itu makannya kau mempraktekkannya padaku, engkau kan terlahir dari keluarga Cemara, mana pernah dirimu melihat salah satu orang tuamu menyeloteh berkelahi ataupun adu argumen hingga akhirnya cerai, cuih sampah.

Untungnya aku suka menulis, aku suka mengakspresiasi kehebatan diriku sendiri di setiap apa yang aku tulis dan aku ketik.

Herlin dari Galaksi PuisiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang