Batu nisannya benar benar menuliskan takdir bahwa ia tak lagi bisa ku genggam erat seperti dahulu.
Senyum manisnya benar saja memutar mutar di otakku yang dalam, suara nan lembut yang tak lagi terdengar berkelibat nan keliaran keluar dari singgasana.Aku cemburu pada Tuhan yang sudah memelukmu jauh daripada aku mengungkapkan cintaku. Aku cemburu, ku katakan sekali lagi.
Wajahnya berlanjut ke langit langit menuju Baskara yang hangat lalu melalui adiwidya yang berada di langit cerah nan megah, cintaku padamu sudah anintya saat ada di dunia, aku laksana dalam deruan deras keras para ombak yang merombak terhentak berputar, aku jatuh cinta.
Aku tak dapat lagi merasakan jiwa jiwa paraunya namun rasanya tetap ada, aku cinta terakhir baginya. Sudah hampir dua tahun yang lalu ia pergi jauh menjauh dari dunia dan meninggalkan aku di sini tepat berdiri. Namanya Pradja Aksara dengan segala bara dan rupa. Aduh, sungguh saja aku benar benar rindu padanya.
Mimpiku bersamamu dalam planet planet berbeda, batinku. Kau selalu bicara padaku ingin bermain dalam satu planet yang sama dengan wanita yang kau cintai, bersama terus di bumi yang berpulau ini bersamaku, namun kau ingkar, kau tak genggam lagi jemari jemariku, kau memilih mati di dalam bumi.
Tak ada sekalipun dan sekaligus yang tampak dan terlihat letih untuk mencintaiku selain orang tua dan dirinya. Aku menatap langit langit rumah yang tampak tak beraturan kembali, wajahnya kembali terukir dalam, manisnya. Jika ia hidup kembali akan selalu aku katakan bahwa senyumnya manis, sikapnya lembut dan aku beruntung memiliki lelaki yang setiap hari aku cintai seperti ia walau ia sempat mati.
Bagaimana caranya aku melupakan manusia berbentuk lelaki indah seperti ia?. Adakah yang lebih tinggi cintanya padaku selain cintanya, adakah yang lebih indah dari pelangi berwarna tujuh dan ia satu satunya di langit paling ujung?.
Entahlah, aku hanya rindu akan kehadiran manis wajahnya, aku mencintai sangat cinta. Aku peluk erat nama dalam nisannya, lelaki yang berbeda beberapa tahun denganku itu masih ku ingat betul lekuk wajah wajahnya.
Wangi parfumnya, aku masih merasakan benar aromanya. Jika saja lagi ia hidup sekali lagi, akan ku pinta benar benar pada Tuhanku untuk memanjangkan umurmu agar menjadi seorang dayitaku, dayita paling tampan. Jika saja ia hidup kembali, akan ku ucap bahkan sampai hilang suaraku dengan kalimat aku benar benar mencintaimu.
Jejak jejak kakiku yang tak lagi terlihat ikutan akan dirimu, hal itu membuat sedih parau dalam hati. Duh, kapan engkau kembali?, Atau haruskah aku yang kembali pada-Nya dan bertemu padamu kasih?.
Aku meratapi wajahku yang ada di cermin, tepat di hadapanku. Aku tak bertemu siapapun dan aku tak lagi menemukan sosok hebat layaknya kamu. Tak ada lagi yang mencintai aku, tak ada lelaki dan pria lain, tak ada cinta lagi, dan tak ada pengakuan jatuh kembali pada pangkuan dayita lain.
Rumput rumput yang selalu tumbuh di atas rumahmu membuatku sedikit senang dengan tasbih yang mereka panjatkan, oh ya maaf sayang aku tak lagi berdoa panjang untukmu karena aku sedikit waktu. Aku bercengkrama hebat dengan diriku sendiri akhir akhir ini, banyak masalah yang menerpa tanpa henti layaknya desiran ombak yang kurang ajar menyentuh hidupku.
Kamu adalah nararya yang pernah berhasil hidup di dunia walau hanya sebentar sebelum kanker hati membunuhmu jauh sekali menjauhkan aku dengan ragamu yang sudah tertimbun tanah, seluruh hobiku untukmu, namun engkau malah pergi dahulu tanpa membaca satu bab saja karya karyaku.
Aroma aroma wangi yang meruak hingga ke ulu hatiku tentang indera manismu, setiap kilas kilas dirimu mendera deras di otakku yang lemah dalam berpikir keras ini, aku juara, terus juara katanya di hatimu, kamu lelaki berhak kewajiban puisi dengan diksi asmaraloka paling indah di antara bertumpunya ribuan nama samudera tersembunyi.
Day, aku izin tidur dahulu di dunia, esok kita bertemu kembali, semoga kau masih mengenaliku walau hanya sebatas nama yang sudah kau lupakan wujudnya, gadis yang pernah kau temui di dunia ini merengek deras antara desir merpati yang berhasil kau patahkan sayapnya satu persatu hingga berdarah hitam kelam.
Gadis yang menangis hingga mengigau setiap lelahnya tidur memanggil jelas namamu yang tak berwujud lagi, kau tak pernah memilih meninggalkan aku, kau jelas tak pernah meminta pulang ke pangkuan kekasihmu apalagi hingga pergi dari semesta puisiku, pergilah, esok harinya jika aku sudah tiada ku temui lagi engkau di pematangan hati yang biasa kau kenali untukku.
Julukan abadi telah lenyap berhasil kau musnahkan dengan rasa yang sudah ku ungkap serinci ini, kau dan aku hanyalah dua atma yang bercerai setelah adanya gempa yang mengakibatkan rinduku padamu, kau pamit mengatakan bahwa aku harus baik baik saja walau berkait dengan tangisan biruku.
Tangisku tak biru lagi, tangisku melebam pekat menjerat tak tahu lagi harus menyudut entah kemana lagi, rasanya ingin pecah bercampur rasa pundak yang lelah merindukan kau yang pulang untuk bersandar padaku kembali bagai kemarin sebelum kau mati. Aku amat mencintamu, sungguh merindukanmu, bersamamu adalah impian menarik bagiku namun akhirnya pupus sudah berakhir berpisah lagi, andai kamu tahu bahwa kamu lelaki yang berbeda dari yang lain.
Engkau, lelaki yang tak suka banyak bicara, lelaki penyuka buku seperti aku, bukumu sudah ku peluk erat seerat aku menggenggam nyawaku untukmu, lukisan lukisan elokmu sudah ku pajang indah di sudut taman rumah minimalis ayahku, ayahku tak pernah tahu siapa kamu, namun ia menyukai karyamu yang kau buatkan spesial untukku. Engkau bilang ingin membaca karyaku hingga aku maju, namun kau malah menyerah dan mundur duluan tak melawan penyakitmu sendiri.
Tak jadi kita sama sama membuka perpustakaan kecil di rumah kita nanti, membuka bisnis kecil kecilan makanan kesukaanku, tak jadi membuka bimbel lukis atau menulis yang kau ucapkan berharap pada tahun lalu, tak jadi kita saling bergantian mendorong kursi roda kita saat hari tua, tak jadi kita bertukar kartun favorit kita di hari weekend beberapa tahun lagi.
Engkau selalu mengatakan lantang bahwa aku cinta pertamamu, ah sial aku juga cinta terakhirmu ya?, Ku kira itu hanya omong kosong remaja, ternyata kau beda dari remaja lelaki yang lain, kau beda dan aku menyukaimu sebagaimana aku menyukai buku buku novel yang terusan berdebu malas aku baca semenjak kematian mu. Aku ingin banyak memperbaiki apapun denganmu, namun sepertinya kamu tak sepemikiran denganku hihi.
Arunika seolah mengayuh mengayup bersamaan terbitnya matahari setelah senja kemarin, aku meminum tehku kemarin sendirian tanpa dirimu, aku tak banyak bercengkrama lagi setelah kau tiada, aku tak membagikan inti cerita novel yang lepas ku baca, tak ada seseorang yang harus ku bagi cerita bahagia dan sedihku di dunia, tak ada lagi yang memberikan aku scrapbook tebal album foto foto antara kita berdua kembali.
Tak ada yang memotretku diam diam ketika sedang sibuk bermain, aku merindukanmu, sungguh. Jangan bertemu denganku lagi di dunia ya Day, aku ingin bertemu denganmu begitu lama jika nanti sudah kekal di sana, aku harap Tuhan mengampuni apapun yang kau lakukan, kau kan lelaki baik.
Ketika aku bertemu dengan rumah layak seperti dirimu, kau malah pergi tak sopan berlenggang meninggalkan aku yang memeluk nisanmu sambil terus terusan mengucap doa, aku juga lupa bahwa rumah pasti punya pondasi utamanya, kau tak bisa setia pada pemilik rumah melainkan kau setia pada sang pondasi, aku yang paling mengenaskan sang pehuninya.
Kau tampak setia pada sang pondasi ya, kau tampak setia pada setiap penguatmu dan itu yang membuat aku semakin cinta.
KAMU SEDANG MEMBACA
Herlin dari Galaksi Puisi
PoetryTentang aku yang selalu belajar menerima dirinya sendiri Ini tentang aku yang menjadikan hidup sebagai keputusan yang paling tepat, agar aku yang biasa saja dapat belajar mencintai banyak hal dari diriku sendiri, serta tentang aku yang belajar banya...