"Hiduplah seperti dineraka. Tersiksalah sampai kau memohon akan kematianmu" Tay menggeretakkan giginya, mengepalkan tangan dan berusaha menekan setan dalam dirinya.
Tubuh kekarnya kemudian merosot ketanah. Disamping tubuh adik laki-lakinya yang terbujur kaku. Anak itu tidak memanggilnya, tidak memarahinya juga tidak tersenyum lagi padanya.
"Hia disini, Hia disini, buka matamu" tembok kokoh yang Tay bangun kini telah hancur. Air matanya meluncur tanpa henti oleh sesuatu yang tidak pernah dapat dia terima. "Jangan lakukan ini pada Hia, tolong! Hikss...."
"Heii...." sapanya dengan senyuman pahit. Tangan hangatnya menyentuh wajah pucat sang adik lalu membelai rambutnya penuh kasih sayang "Buka matamu, hmmm" ucapnya dengan memohon.
"Kenapa kamu selalu keras kepala? Kamu mudah flu. Harus berapa kali Hia bilang padamu, jangan keluar dimalam hari tanpa jaket." ditengah gelap dan dinginnya malam sang kakak membuka jaket hitamnya. Dengan tangannya yang tidak berhenti gemetar, ia menutup tubuh adiknya yang basah. Siapapun yang melihat pemandangan itu pasti ikut merasakan bagaimana sakitnya kehilangan sosok yang paling berharga dan dicintai.
"Jangan nakal. Hia menyerah. Tolong, katakan sesuatu. Kamu dengar Hia kan? Hia menyerah, jadi buka matamu hmmm?"
"Fourth,"
"Fourth"
"AAaaarrgghh...FOURTH"
Dari nada lembut, hingga berteriak berkali-kali sang adik tetap tidak memberi jawaban. Hati Tay terkoyak, tidak dapat dijelaskan betapa sakitnya itu.
"Brengsek! Jangan menyentuhnya!" mata Tay kembali menyalang. Tangannya merebut tubuh sang adik dari pangkuan orang didepannya. Membawanya kedalam pangkuannya sendiri lalu memeluknya dengan lebih erat.
"Kau harus membayar ini. Tidak! Seharusnya aku tidak membiarkan bajingan sepertimu bersamanya!" geramnya. Tay tidak akan pernah memaafkan siapapun yang membuat adiknya pergi seperti ini.
Tay memeluk tubuh kaku itu, meraung-raung memanggil nama satu-satunya keluarga yang ia punya. Satu-satunya alasan baginya untuk bertahan. Adik yang selalu menjadi adik kecil untuknya. Bahkan jika Fourth ingin nyawanya, dengan senang hati Tay akan memberikannya.
Dingin
Itulah yang dirasakan oleh tangan gemetar Tay. Ia menggosok tubuh adiknya dengan panik, "Pasti sangat dingin kan?" sosok kuat itu memeluk tubuh adiknya semakin erat dan menciumi kepalanya berkali-kali "Hia disini. Hia disini. Hia akan memelukmu"
"Maaf, kami harus membawa jasadnya kerumah sakit" kata salah seorang petugas dari kepolisian. Disamping untuk proses penyelidikan, hari semakin malam dan orang-orang telah berkumpul lebih banyak meskipun garis polisi telah dipasang.
"Tidak! Adikku tidak akan pergi kemanapun." Tay tidak membiarkan siapapun mendekat apalagi menyentuhnya "Jangan takut, ayo kita pulang. Kita pulang, Hia akan membuatkan udang rebus dengan saus kesukaanmu" ucapnya berusaha menguatkan diri karena faktanya kini dia telah hancur.
Tay memaksa tubuh adiknya berdiri, tapi lengan seseorang segera mencegahnya.
"Sayang,"
New yang adalah kekasih Tay menggelengkan kepala kearahnya. Hanya dengan melihat mata lembut kekasihnya, air mata Tay mendesak keluar lebih banyak.
"Tidak apa-apa" kata New dengan lembut.
"Tidak! Tidak! New kumohon, dia akan tetap bersamaku"
"Fourth tidak akan kemana-mana. Dia akan tetap bersama kita" New menatap dalam mata kekasihnya dengan tangannya yang perlahan melepaskan cengkraman Tay. "Tidak apa-apa. Tidak apa-apa. Aku bersamamu" ucap New lembut sambil membantu kekasihnya untuk bernafas lebih pelan.
![](https://img.wattpad.com/cover/336516334-288-k967799.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
IF YOU KNOW
FanfictionIF YOU KNOW Like a time in a fairytale, it's left behind with full of fear. I'm gonna need to find the time I lost. ⚠️ boys love area