Chapter 8

126 12 0
                                    

"Nai,"

"Hmm"

"Apa yang kamu pikirkan?"

"Tidak" aku buru-buru menghentikan suara berisik dari kepalaku. Segera mengalihkannya pada kantong belanja dan mengeluarkan isinya satu persatu.

"Kenapa?"

"Apa?"

"Aku bertanya lebih dulu"

"Tidak ada apapun. Sana! pergilah duduk bersama mereka" dengan sedikit kekuatan, aku mendorong punggungnya pergi. Sedikit saja perubahan pada diriku dengan ajaibnya Fourth akan menyadarinya.

Entah, tapi perkataan Kakek itu sangat mengganggu. Aku tidak mungkin hanya berhalusinasi atau semacamnya. Aku sangat yakin dengan apa yang kulihat dan kudengar.

"Gem..." panggil Jan.

"Ya,"

"Kita kekurangan sayur"

Bruhh.

Kenapa kau tidak mendengarkan perkataan Fourth sejak awal. Kepalanya hanya diisi oleh perhitungannya yang tidak benar.

"Pergi dan suruh orang lain membelinya"

Aku tidak akan masuk kepasar itu lagi. Bagaimana kalau Kakek yang kulihat itu adalah hantu? Mungkin saja dia masih mengikutiku.


💙💙💙


Kabut mulai turun, udara juga semakin dingin. Makanan satu persatu mulai disajikan. Orang-orang dari tenda sebelah juga mulai berdatangan. Tapi tidak dengan orang yang mencoba menggoda Fourth kemarin. Mereka duduk berkumpul saling berbicara dan memakan beberapa camilan kemasan yang kami beli.

Tanganku masih memanggang daging, tapi mataku tidak bisa lepas dari Fourth. Yah, dalam hatiku masih saja khawatir. Dalam beberapa hal, dia masih sama. Tidak banyak bicara.

Yang membedakan sekarang adalah senyuman yang selalu tercetak diwajahnya. Bahkan sesekali ia tertawa kecil mendengar lelucon yang dilontarkan teman-temanku.

"Oh, matamu akan segera keluar" Jan menyenggol dengan sikunya. "Kekasihmu tidak akan hilang" godanya lagi.

Aku hanya tersenyum sambil membalik daging ditanganku.

"Orang sepertimu nah? Kurasa dunia berhenti berputar. Kau sangat mencintainya kan?"

"Hmm...."

Aku selalu bangga pada diriku yang telah berjuang di jalan yang begitu panjang dan berat untuk mendapatkannya disisiku. Saat aku kehilangan arah dan melupakan diriku. Dengan anehnya, perasaanku selalu tertuju padanya.

"Kau tau, aku telah menyukai Fourth lebih darimu. Jadi jangan pernah melakukan hal apapun yang membuat air matanya jatuh. Kalau itu terjadi aku akan mematahkan tangan dan kakimu" Jan melirik dengan mata galaknya sambil mengunyah daging yang ia curi dari pangganganku.

Sampai sekarang aku masih khawatir, orang seperti apa yang mampu bertahan hidup dengannya suatu hari nanti.

Aku segera menurunkan semua daging ke piring lalu bergegas membawanya pergi.

"Makanlah, kematangan medium kesukaanmu" aku meletakkannya tepat di depan kekasihku sebelum protes dan makian menyerang.

Apa salahku? Aku hanya memanggang untuk kekasihku. Itu saja.

"Apa yang kamu bicarakan?"

Fourth mendekat dan berbisik bahwa mereka sangatlah lucu.

"Dingin?"

"Sedikit,"

"Tunggu sebentar" aku berlari ke dalam tenda, membawa selimut yang kubawa. Setelah memakaikannya, aku kembali duduk.

IF YOU KNOWTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang