"Happy birthday to you, Happy birthday to you, Happy birthday, Happy birthday, Happy birthday, Geminai" ditengah gelapnya kamar, Fourth membawa kue dengan cahaya lilin yang menerangi wajahnya. Ia tersenyum lebar dengan mata hitamnya yang berkilauan.
"Make a wish,"
Aku mengatupkan kedua tanganku, juga menutup mataku saat ia menyodorkan kue itu. Jika Tuhan sungguh ada. Dengan tulus aku akan berkata padanya.
'Jika ini karenamu, terimakasih. Aku masih bisa melihat dan mencintai anak ini sebanyak yang ku mau. Aku tidak akan meminta apapun, kamu bisa mengambil semua milikku tapi tidak dengan Fourth. Jika kamu tetap melakukannya dan menolak tawaranku. Akan kupastikan akan membuat perhitungan denganmu'
"Apa yang kamu minta?" Fourth bertanya setelah aku meniup lilinnya.
"Aku tidak meminta apapun, hanya sedikit tawaran"
Fourth mengerutkan kening. Tapi aku segera menggeser tubuhku agar bisa memeluk punggungnya dan menelusupkan wajahku ke lehernya. Aku memejamkan mataku, mengistirahatkan diriku dipundaknya.
"Manja," dengan nakalnya Fourth mencolekkan krim vanila kehidungku. Dia terus melakukannya hingga rasanya wajahku penuh dengan minyak.
"Kita tidak bisa memakannya jika kamu terus melakukan itu"
"Hehehe, kamu seperti badut"
Aku merebut kue dari tangannya kemudian meletakkannya di meja samping tempat tidur. Aku menarik tubuh Fourth hingga ia tersungkur diatas kasur. Jari-jariku menari dipinggangnya membuat ia menggeliat sambil tertawa geli.
"Nai, hahaha hentikan" ia menaikkan kedua tangannya menyerah.
Tapi aku tidak ingin mencuci wajah sendirian. Untuk menstrasfer krim di wajahku aku menggosokkannya ke wajah Fourth juga. Mulai dari pipi kiri, dahi juga pipi kanannya.
"Argh hentikan" ia meronta sambil terus tertawa.
"Kamu yang memulainya"
"Nai hahaha,"
Wajah Fourth penuh krim juga. Sangat lucu. Kami saling bergulat diatas kasur, saling mengoleskan krim disana-sini. Bantal dan seprei tidak luput juga.
Setelah bercanda seperti anak kecil, kami menghentikan pertarungan krim yang melelahkan itu. Aku melihatnya yang berbaring disampingku, kami saling menatap kemudian tertawa sambil terengah.
"Aku mencintaimu Fourth" ucapku.
Fourth terdiam, ia menatapku dengan manik matanya yang indah. Kami terdiam beberapa saat sampai ia memutar tubuhnya untuk menatap langit-langit. Fourth meletakkan satu tangan diatas wajahnya.
Dari posisiku sekarang, aku bisa melihat butiran air mengalir dari sudut matanya.
"Fourth," panggilku khawatir. Walaupun awalnya ia tidak mau menyikirkan tangannya, akhirnya dia menyerah setelah aku menariknya dengan paksa. "Ada apa?"
Matanya memerah, "Aku mencintaimu Nai. Aku sangat mencintaimu" dia menarik leherku, memelukku erat, kemudian menangis.
"Hei," aku mengusap kepalanya ringan.
Ada perasaan bersalah terselip dihatiku. Seharusnya aku tau, setiap orang memiliki sudut pandang yang berbeda. Kupikir selama aku bersamanya sudah cukup, kata cinta hanyalah sebuah kata kiasan. Tapi mungkin bagi anak ini, kata itu sangatlah berarti.
Aku sedikit menarik dagu Fourth lalu memberikan kecupan di bibir penuhnya. "Meskipun aku tidak mengatakannya, kamu tau kan aku tidak bisa hidup tanpamu"

KAMU SEDANG MEMBACA
IF YOU KNOW
FanfictionIF YOU KNOW Like a time in a fairytale, it's left behind with full of fear. I'm gonna need to find the time I lost. ⚠️ boys love area