Sama sekali tidak pernah terpikirkan bahwa kita akan berpisah seperti ini. Aku selalu merasa bahwa kita akan terus bersama-sama. Tapi kenyataannya,
"Gem," Phi Tay menghampiriku yang duduk sendirian dibawah pohon taman area tempat kremasi. Dia menepuk punggungku sebelum akhirnya duduk di tempat kosong disebelahku.
"Apakah yang harus kulakukan sekarang?" aku bertanya pada sosok yang lebih tua itu dengan sungguh-sungguh. Yang kubutuhkan sebuah jawaban bukan penghiburan. Aku pernah mengalami ini dan kenyatannya aku tidak bisa. Aku hancur. Aku tidak sama lagi.
Suara burung dan gesekan daun terdengar beriringan. Kami terdiam untuk waktu yang lama. Orang-orang yang hadir juga tampak berlalu-lalang. Namun, enggan untuk mengganggu, mereka hanya melihat.
"Ketika aku pulang malam itu, Fourth berlari memelukku. Dia bilang sangat merindukanku" alih-alih memberikan jawaban yang kuinginkan. Phi Tay bercerita dengan suara gemetar.
"Dia tersenyum dan mengatakan betapa bahagianya dia bersamamu dan juga teman-temannya"
Dikalimat terakhir itu, mata kami bertemu. Rasanya hatiku ditekan. Kenapa? Jika dia bahagia, lalu kenapa?
"Aku tidak membencimu, aku hanya iri. Kamu bisa membuatnya melakukan hal baru. Menambah teman, bermain lalu melakukan ini dan itu. Dulu sekeras apapun aku berusaha dia selalu menolak dan berakhir dengan pertengkaran. Anak itu pasti akan mendiamiku selama beberapa hari dan akhirnya, aku kalah" Phi Tay tersenyum diwajahnya yang sedih.
"Aku masih tidak percaya dia pergi dengan cara seperti ini. Dimana letak kesalahannya? Apa yang membuatnya melakukan itu saat dia bilang bahwa dikehidupan mana pun dia akan selalu menjadi adik kesayanganku dan orang yang paling dicintai olehmu. Aku kakak yang gagal. Seharusnya aku lebih memperhatikannya"
Lalu bagaimana denganku? Aku juga gagal.
"Terimakasih telah menghujani anak itu dengan cinta"
Aku tidak lagi bisa menahan airmataku oleh kalimat itu. Bukan aku, tapi dialah yang memenuhiku dengan banyak cinta.
"Kau bisa tinggal bersamaku jika mau. Kau sudah seperti adik bagiku"
"Phi Tay, Hiks...Hikss. Aku tidak bisa. Aku tidak bisa Hikss... Apa yang harus kulakukan? Aku tidak bisa, hiksss....Phi, hikkss" aku runtuh sekali lagi.
Tangan besar Phi Tay meraih kepalaku dan menyandarkannya di bahunya "Aku tau, aku tau." bisiknya dengan lembut sembari mengusap punggungku. Kami pun menangis lagi dalam kehancuran.
💙💙💙
Satu bulan setelah kepergian Fourth.
Aku menemukan diriku yang hampir gila. Aku ingin mengulang waktu seperti saat itu. Sebanyak apapun aku berdoa, sebanyak apapun aku meminta. Hal itu tidak pernah terjadi.
"Gem," Mark datang lagi dengan kantung makanan ditangannya.
"Sampai kapan kau akan seperti ini?" mata Mark seolah lelah melihatku dengan rokok juga alkohol yang berserakan. "Kau berjanji tidak akan menyentuhnya lagi"
Itu ketika dia masih bersamaku. Sekarang tanpa mereka aku tidak akan bertahan.
"Tinggalkan aku,"
Prank....
Suara botol yang menghantam lantai menggema diseluruh ruangan. Setelah melempar botol ditanganku, tangan Mark menarik kerah bajuku hingga tubuhku terangkat. Satu pukulan darinya berhasil membuatku tersungkur di lantai.
KAMU SEDANG MEMBACA
IF YOU KNOW
FanfictionIF YOU KNOW Like a time in a fairytale, it's left behind with full of fear. I'm gonna need to find the time I lost. ⚠️ boys love area