Chapter 2

225 15 1
                                    

♓️Gemini POV

"Naii," suara lembut itu kembali menyapa.

"Berhentilah menjadi beruang!"

Aku ingin tidur lebih lama, aku ingin mengistirahatkan diriku dari kerinduan ini, hanya sebentar. Aku terlalu sering mendengar sesuatu yang tak bisa kudengar. Melihat sesuatu yang tak bisa kulihat.

"Disekolah kamu tidur juga kan? Kamu selalu tidur sampai malam dan bergadang setelahnya. Hentikan kebiasaan itu"

Samar-samar suara itu masuk ke telingaku. Lagi dan lagi. Mencekik dan menyiksaku perlahan setiap harinya. Seperti apa yang dikatakan Phi Tay, aku hidup dengan rasa sakit ini. Bahkan setelah satu tahun kepergiannya, aku masih merasa dia bersamaku dari waktu ke waktu. Aku masih bisa mendengar suaranya, masih bisa melihat dia yang berkeliaran disekitarku.

Ini lebih sulit daripada yang kukira. Kehidupanku telah berakhir bersama dengan kepergian anak itu. Aku telah di drop out dari kampus yang telah lama kuharapkan untuk bisa pergi bersamanya. Saat mengantar untuk kelasnya, makan bersama dikantin sambil menunggu kelas selanjutnya, mengerjakan tugas. Kemudian mengantarnya kembali kerumah.

Dan aku merusak itu dengan tanganku sendiri.

"Nai, apa kau mendengarku?"

Aku mengangkat tangan lalu menutupi wajahku. Diam-diam aku mulai tertawa lagi dengan air mata yang mengalir dari sudut mataku. Aku merindukannya, aku merindukanmu Fourth. Aku merindukanmu yang memanggil namaku dengan manja seperti itu.

Bayi kecilku.

"Naaiiii, bangunlah! Sampai kapan kamu akan menjadi beruang"

Ugh,

Aku mengangkat badanku dengan berat lalu mengatur nafasku sedemikian rupa. Aku duduk dan perlahan membuka mataku. Aku masih bisa melihat dia yang berdiri dihadapanku dengan wajah cerah seperti biasa.  

Lucu bukan?

"Kamu menangis?" sosok itu menghapiriku lalu duduk disebelahku di sisi tempat tidur.

Hatiku mencelos ketika merasakan kehangatan dari sebuah tangan di permukaan kulitku yang dingin. "Hikkssss..." lalu air mataku mengalir lebih deras lagi. Aku ingin berteriak, aku ingin meringankan rasa sakit yang kian menumpuk ini.

Tapi apa aku berhak?

Sosok itu mendekat lalu memeluk tubuhku. Pada titik ini, aku telah menyerah. Tolong, selamatkan aku. Jika tidak, bawa juga aku bersamamu. Ini sama sekali tidak adil.

"Ada apa? Kamu bermimpi buruk?"

"Jangan tinggalkan aku" Iya, pikiranku tau, hatiku juga tau. Dia hanyalah gambaran yang kuciptakan sendiri. Imajinasi dari sebuah obsesi kerinduanku.

"Nai, itu hanya mimpi. Aku tidak pergi kemanapun"

Nyatanya tidak pernah seperti itu. Kenapa aku tidak bisa memilikimu atau membuangmu? Jika kamu tidak bisa membawaku, tolong bawa saja jejak indah ini.

"Hei! Tidakkah kamu malu bersikap seperti ini hanya karena mimpi buruk?" jari telunjuknya menyentuh hidungku.

"Fourth,"

"Hmm"

Aku menyukai suaranya.

"Fourth,"

"Yaa,"

Hanya suaranya yang ingin kudengar.

"Fourth,"

"Huh,"

Sosok itu melipat tangannya dengan wajah cemberut. Dia membungkuk sedikit sebelum akhirnya menangkup kedua pipiku dan menggosoknya dengan gemas. "Mimpi burukmu akan hilang. Swaahhh~"

IF YOU KNOWTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang