Chapter 12 : Ab Imo Pectore

194 175 138
                                    

・*:

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

・*:..・ [ Selamat membaca ] ・..:*・

Nata berdiri tidak tenang di ruang tunggu bersama Arutala dan Adhisti. Sedangkan, Abiseka tengah membawa Inggita keluar untuk menenangkan pikiran dan mencari udara segar.

Sudah setengah jam berlalu, tapi mereka tidak tahu apa yang terjadi di dalam. Bahkan beberapa suster terus berlalu-lalang di depan mereka dengan gesit tanpa menjawab pertanyaan tentang keadaan Lavi sedikitpun.

Tangan Adhisti terus gemetar tanpa henti dalam genggaman Arutala. Sudah berkali-kali Arutala melontarkan kalimat 'semua akan baik-baik saja' pada Adhisti.

Namun, nyatanya ia sama khawatir dan gelisah seperti Adhisti.

Nata termenung. Ia tidak buka suara semenjak Lavi memasuki UGD. Pikirannya terlalu penuh memikirkan banyak hal.

"Lavi baik-baik aja, kan?" tanya Adhisti, untuk yang kesekian kalinya.

Arutala terdiam. Tidak sanggup lagi untuk menjawabnya. Jujur, ia ingin sekali menegaskan pada diri sendiri dan Adhisti bahwa Lavi akan bertahan. Tapi, tidak ada yang tahu bagaimana keadaan di dalam. Dokter yang tak kunjung memberi mereka penjelasan pun membuat Arutala berpikir yang tidak-tidak.

Dengan cepat ia menggeleng, menepis pemikiran itu.

Lagi-lagi suasana hening. Arutala menengok Nata yang duduk dengan banyak pikiran. Terlihat jelas bahwa Nata sangat terpukul. Ia seperti akan frustasi sebentar lagi.

"Apa ini dengan keluarga pasien Laviana?"

Laki-laki berkisar umur 50-an itu baru saja keluar dari ruangan. Baik Arutala maupun Adhisti dan Nata segera berdiri menghampiri dokter tersebut.

"Bagaimana keadaan adik saya, dok?" tanya Adhisti.

Dokter tersebut membenarkan jas putihnya sejenak. "Pasien mengalami syok anafilaktik. Sesampainya di UGD, kami harus memberikan CPR karena pasien sempat henti jantung."

Adhisti menutup mulutnya tak percaya. Bahkan Arutala hampir saja terjatuh jika Nata tak menahannya.

"Lalu sekarang?" Arutala mendesak.

"Kami sudah menyuntikkan suntikan adrenalin dan beberapa obat lainnya. Jadi, untuk sekarang pasien sudah mulai membaik," jawab Dokter. "Hanya saja, kita tinggal menunggu pasien siuman."

"Butuh waktu berapa lama sampai Lavi siuman?"

"Untuk itu kami sendiri masih belum mengetahuinya. Kita doakan saja semoga pasien dapat lekas siuman." Dokter tersebut menundukkan kepala. "Saya permisi."

ʜᴀᴘᴘɪᴇʀ ᴛʜᴀɴ ᴇᴠᴇʀTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang