・*:..・ [ Selamat membaca ] ・..:*・
⏳
Arutala baru saja sampai di rumah setelah menghadiri pemakaman sahabatnya. Dengan pakaian serba hitam yang lusuh ia berjalan melewati ruang tengah hingga pandangannya menangkap sosok Ayahnya di dapur.
Arsen Mahesa, masih dengan pakaian formalnya dan juga koper besar yang tak jauh darinya itu baru saja menenggak sebotol air mineral dari kulkas. Kemudian, menyadari keberadaan sang anak di sana.
"Kamu udah pulang rupanya."
Arutala menatap Ayahnya tanpa ekspresi. "Ayah baru pulang juga?"
"Iya, baru sampai," jawab Arsen sambil melirik koper hitam miliknya.
Arutala mengangguk. Melihat anaknya yang lemas tak bersemangat itu, dengan cekatan ia menghampirinya. Arsen memegang kedua bahu Arutala seakan menyalurkan tenaga untuk menguatkannya.
"Ayah turut berduka atas meninggalnya Lavi. Jujur Ayah syok begitu dengar kabar beritanya." Arsen beralih mengelus pucuk kepala sang anak yang kemudian ia tatap dengan lembut.
Arutala menahan air matanya mati-matian di depan Arsen. Tapi, perlakuan lembut Ayahnya itu meruntuhkan pertahanannya. Ia menangis hebat saat itu juga. Jatuh dalam pelukan Arsen seakan mengadukan semua kesedihan hatinya yang terlalu menumpuk. Ia tak mampu menahannya sendirian.
Arsen paham bagaimana sedihnya Arutala. Baginya pun, kepergian Lavi yang mengenaskan begitu mengejutkan. Sejak sekolah dasar Arsen mengenal Lavi sebagai anak yang periang. Selalu bersama Arutala, hingga beberapa tahun dan membuatnya terbiasa. Bahkan ia menganggap Lavi seperti anaknya sendiri.
Lavi yang baik tidak pantas mendapatkan perlakuan buruk dan kematian yang seperti itu.
"Jangan terlalu bersedih, Nak. Lavi gak akan suka itu," ucap Arsen. "Kita semua kehilangan Lavi."
"Harusnya Lavi bahagia, Ayah. Kenapa aku gak tau ternyata pernikahannya gak seindah itu!" Arutala sesenggukan.
"Kita tau betul sikap Lavi seperti apa, bukan?" Arsen menyahuti. "Lavi adalah perempuan yang hanya mau orang-orang tau sisi bahagianya saja."
Tanpa henti ia mengelus rambut putrinya yang masih terisak dalam pelukannya. Perlahan ia melepas dekapannya untuk melihat wajah putri semata wayangnya.
Arsen tersenyum. Di lihatnya wajah Arutala dengan saksama. Hingga ia berhenti pada manik mata yang masih mengeluarkan air. "Kamu mirip banget sama Ibumu kalo nangis begini."
KAMU SEDANG MEMBACA
ʜᴀᴘᴘɪᴇʀ ᴛʜᴀɴ ᴇᴠᴇʀ
Fanfiction『 Book One 』 Percayakah kamu bahwa ada keajaiban yang bisa membawa mu ke masa lalu setelah kematian? Lavia percaya akan hal itu, karena dia sendiri yang mengalami keajaiban tersebut. Setelah terbunuh oleh suaminya sendiri yang gila harta itu, ia ke...