13. Ingatan

11 4 0
                                    


Happy Reading say~

.

.

.

.



"Apa?" Darrius langsung menjauhkan tangannya dari tangan Lili, wajahnya sedikit tersipu. Begitu juga dengan Lili, pipinya merona namun alisnya tertekuk menahan malu.

Darrius berdehem, ia bangkit dan mendudukkan dirinya di sofa. Pria itu meringis kala pundaknya yang bertabrakan dengan sandaran sofa, pundaknya —tepatnya bahu belakang— terasa sangat sakit sampai ia kesusahan menggerakan tubuh atasnya.

Lili yang melihat itu sontak bertanya, "Pak? Bapak gak papa?"

"Shhh.. menurut kamu saya gimana?" Darrius mendongakkan kepalanya sambil terpejam menahan rasa sakit yang ia rasakan. Lili yang panik sekaligus bingung reflek menghubungi Hardes.

Selama menunggu Hardes, Lili berusaha membantu Darrius agar sakit yang ia rasakan berkurang. Namun nihil, pria itu tetap merasa kesakitan. Ia sampai menggeram tertahan karena sakit yang ia rasakan itu.

Tak lama, Hardes muncul setelah pintu terbuka. Ia bergegas membuka jas dan kemeja yang membalut tubuh Darrius dan menghempaskan sembarang. Lili dengan reflek mengalihkan pandangannya ke arah lain agar tidak melihat hal yang seharusnya tak ia lihat. Walau ia curi curi pandang sedikit. Berkedok mau liatin Hardes.

Hardes terlihat memijat mijat pelan bahu belakang Darrius. Sedangkan yang dipijiat merasa kesakitan yang sudah lama tak ia rasakan.

"Lo ngapain aja sampe gini sih?!" Kesal Hardes pada Darrius, namun ia masih berusaha membuat rasa sakit yang dirasakan Darrius mengurang.

"Duduk di sofa aja kok." Darrius meringis ketika Hardes menekan bagian bahu belakangnya.

"Lili, panggil Zayn." Ujar Hardes seraya memberikan ponselnya pada Lili. Lili dengan sigap mengambil ponsel Hardes, namun saat melihat wallpaper ponselnya, ia tercengang. Terlihat seorang wanita yang tak lain adalah Sena, sedang terlelap dengan tubuh telanjang yang ditutupi oleh selimut. Disana ia melihat tangan Hardes sedang membelai mesra wajah Sena. Oh ayolah.. Lili baper.

Kembali pada niat awalnya, ia langsung menelpon kontak dengan nama Zayn. Ia menghubungi Zayn, namun ia tak tau harus mengatakan apa. Lantas ketika telepon sudah diangkat, Lili menyerahkan telepon pada Hardes.

'Darrius kumat lagi. Kesini ya mas bro.'

'Rumah lo?'

'Kantor gue.' Ucap Hardes bersamaan dengan Darrius yang berteriak kencang karena Hardes yang memijat tak santai bahu belakangnya.

'Darriusnya jangan diapa apain, bro!'

'Santai. Dianya aja yang lebay.'

Sambungan berakhir. Setelah berteriak karena ulah Hardes tadi, Darrius malah merasa lebih enakkan dari tadi. Ia tak merasakan sakit seperti yang tadi. Wah, tangan Hardes manjur emang.

Wajah Darrius berkeringat, hal itu membuat Lili berinisiatif membawakan tisu pada Darrius. Lili biaa melihat Darrius yang masih merasakan sakitnya, walau tak separah tadi. Ia menekuk alisnya, nafasnya gak beraturan. Lili membawakan air untuk Darrius minum.

Darrius tak bisa menggerakan tangannya karena efek tadi. Lili yang bingung akhirnya menyuruh Darrius tetap minum dengan Lili yang memegangi gelasnya.

"Hadeh, kenapa gak sekalian dari mulut aja coba?"

ILIANATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang