#part_09

21 5 0
                                    


Di dalam mobil.

"Aisyah! Kalo boleh tau, kamu kelas berapa?" tanya Azam.

"Kelas 12, Ustadz," jawab Aisyah dengan perasaan dag-dig-dug.

"Habis lulus, kamu mau kerja atau langsung nikah?"

"Hehe, Ustadz bisa aja, ya kali Aisyah langsung nikah, orang Aisyah aja belum punya calon."

"Em, Ustadz sendiri gak ada niatan gitu buat nikah?" tanya Aisyah memberanikan diri.

"Masih belum punya calon," jawab Azam sambil tersenyum kecut.

"Wah, berarti kita sama dong. Apa jangan-jangan, kita jodoh, ya?" ceplos Aisyah.

"Hah?!"

'Astaghfirullah, ini mulut mau ngomong gak pake aba-aba dulu! Jadi malu tuh 'kan' batin Aisyah.

"Kamu bilang apa tadi?" tanya Azam. Kini matanya menatap tajam seorang gadis yang sedang duduk di sampingnya.

"Euu, Aisyah gak bilang apa-apa kok, Ustadz."

"Jangan bohong!"

"Beneran, Ustadz, Aisyah gak bohong," ucap Aisyah berusaha meyakinkan Azam.

"Ya sudah lah."

* * *
Sesampainya mereka di rumah.

"Alhamdulilah, udah sampai," ucap Azam.

"Iya, Ustadz. Ohiya, terimakasih banyak, ya, Ustadz udah mau anterin Aisyah sampai rumah, jadi ngerepotin, deh. Hehe," balas Aisyah.

"Gak apa-apa, justru saya senang bisa anterin kamu pulang. Terimakasih juga, karena kamu udah nolongin saya, kaki kamu masih sakit gak?"

"Cuman sakit sedikit kok, bentar lagi juga pasti sembuh."

Mereka pun keluar dari dalam mobil.

"Nak Azam, terimakasih, ya, karena udah mau anterin Aisyah," ujar Umi.

"Iya, Tante, sama-sama," sahut Azam seraya tersenyum.

'Allahu, senyumnya manis banget, meleleh Aisyah, Ustadz, meleleh! Huaa, Umi, anakmu sedang jatuh cinta' batin Aisyah berteriak.

"Ohiya Rayhan, terimakasih karena kamu udah mau anterin kita pulang," ujar Abi.

"Gak masalah, Han, lagipula ente 'kan sahabat ane, jadi biasa ajalah!"

"Mumpung semuanya pada ngumpul, gimana kalo kita makan bareng?" ajak Umi.

"Nah, betul tuh! Ayok, Han, Azam, kita makan bareng," sahut Abi dengan antusias.

'Makan bareng sama Ustadz Azam? Gaspol aku mah! Moga aja Ustadz Azam mau' batin Aisyah.

"Gak usah deh, takutnya ngerepotin kalian," ucap Ustadz Rayhan.

"Ente bisa aja, ngerepotin darimana? Udah, ayok, rezeki jangan ditolak loh," ucap Abi.

"Ya sudah deh, kebetulan ane juga lapar. Ohiya Aisyah, sekali lagi terimakasih kamu udah nyelamatin Azam," sahut Ustadz Reyhan.

"Iya, Ustadz, gak apa-apa, kok."

"Ciee, senang banget tuh kayaknya makan bareng sama crush," bisik Arka di telinga Aisyah.

"Ya, iyalah, ini kesempatan besar! Aaa, do'ain Aisyah, ya, Bang. Moga aja Aisyah berjodoh dengan Ustadz Azam," balas Aisyah sambil terkekeh.

"Mimpi!" Arka mend*rong pelan kepala Aisyah, membuat sang empu kesal.

"Ish, apa salahnya coba, kalo Aisyah do'a kayak gitu? Siapa tau qabul! Ye 'kan, ye 'kan, ye 'kan?" sewot Aisyah.

"Iya juga, sih, kebetulan Abang pengen punya Adek ipar yang sholeh, biar dia bisa bimbing kamu untuk menjadi wanita sholehah," jelas Arka, membuat sebuah senyuman terbit dib1b1r sang Adik.

"Aamiin. Pokoknya Abang do'ain aja, moga Aisyah dapat suami yang sholeh, setia, yang say*ng sama Aisyah, intinya yang bisa membimbing Adek lah. Ya, gak?"

"Pintar Adek Abang! Ya sudah, kita masuk, yuk! Abang udah lapar," ujar Arka.

"Zam, jangan diam aja! Ayok, kita masuk, jarang-jarang loh kita ketemu kayak gini," sambungnya.

"Hehe, ya sudah, ayok!"

"Ai, Bang Arka kenal sama Ustadz Azam?" tanya Aisyah.

"Iya. Azam ini teman Abang waktu di kampus dulu," jelas Arka.

"Ooh, gitu."

* * *

Bersambung ...

AISYAH★Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang