#part_10

22 5 0
                                    

"Bang!" panggil Aisyah.

"Apa?"

"Aisyah mau minta nomor wa Ustadz Azam, boleh gak?" pinta Aisyah sembari menutup wajahnya dengan kedua tangan, karena malu.

"Buat apa?" tanya Arka.

"Buat kasih makan ikan hiu, ya, mau chat lah! Mau apa lagi?" ketus Aisyah.

"Kalo Abang gak mau, gimana?" sahut Arka.

"Ish, Abang mah tega sama Adek sendiri."

"Lagian, buat apa juga kamu punya nomor wa Azam, jangan-jangan kamu mau nembak dia, ya?" tuduh Arka.

"Apa, sih? Nembak apaan? Orang cuman minta nomornya doang, kok."

"Dah lah, males kalo ngomong sama Abang. Mending aku buka facebo*k!" Aisyah pun mengambil benda pipihnya yang berlogo apel itu.

Tok tok tok!

Terdengar suara orang mengetuk pintu.

"Dek, ada tamu tuh, bukain cepet!" titah Arka, matanya masih fokus menatap layar televisi.

"Malas, Abang aja sana!"

"Jadi cewek itu gak boleh pemalas. Sana, bukain!"

"Huft ... iya-iya." Aisyah memutar bola matanya dengan malas. Ia pun bangkit dari duduknya dan pergi membukakan pintu.

Ceklek!

Pintu terbuka. "Aisyah!" Satu pelukan erat dari Nisa langsung menyergap Aisyah, membuat sang empu meringis kesakitan.

"Aduh, sakit," ringis Aisyah.

"Eh, maaf, aku gak sengaja," ucap Nisa sambil melepaskan pelukan.

"Lagian kamu, sih! Masuk rumah s4k*t, kok, gak bilang-bilang. Emang kamu kenapa?" sambungnya.

"Aku ... kecel4ka*n, Nis," jelas Aisyah.

"Hah?! Serius kamu? Ya Allah, Aisyah, tapi kamu gak apa-apa 'kan? Ada yang sakit gak? Terus, kenapa kamu bisa kecel4ka*n, sih? Kok gak kasih tau aku kalo kamu masuk rumah sak*t?" cerocos Nisa.

"Udah, ngobrolnya di dalam aja, yuk! Gak enak kalo diluar, kebetulan Umi aku juga lagi masak. Jadi, entar kalo udah selesai, kita bisa makan bareng," ucap Aisyah.

"Makan? Ayok, gaspol! Kebetulan aku juga lagi laper, hehe," balas Nisa sambil nyengir kuda.

"Giliran makan aja, nomor satu. Dasar kamu," timpal Aisyah yang dibalas cengengesan oleh Nisa.

Nisa dan Aisyah pun masuk ke dalam rumah.

"Eit, tunggu!" Nisa mencekal tangan Aisyah yang ingin ke dapur untuk membantu Uminya memasak.

"Itu siapa?" tanya Nisa sambil menunjuk ke arah Azam, yang sedang mengobrol di ruang tamu bersama Arka.

"Ooh, dia itu Ustadz Azam," jelas Aisyah.

"Ustadz Azam?" Aisyah mengangguk.

"Siapa dia?" tanyanya lagi.

"Dia itu guru bimbel aku, sekaligus komandan dihatiku," jawab Aisyah sambil terkekeh.

"Ciee, gak jadi sama Fajar nih?"

"Udahlah lupain aja, kalo kamu mau, ambil aja tuh Kak Fajar, bungkus sekalian. Aku ikhlas! Soalnya aku udah ada ... Ustadz Azam," balas Aisyah.

"Dih, anak orang dibungkus, kek nasi bungkus aja. Ngomong-ngomong, Ustadz Azamnya ganteng juga, ya," puji Nisa.

"Jodohku gitu lo," ucap Aisyah seraya menaik-turunkan alisnya.

"Tante!" panggil Rania, anak Arka.

"Hmm, apa, Sayang?" tanya Aisyah lembut. Ia pun berjongkok untuk bisa menyetarakan tingginya dengan Rania.

"Tante, Tante, Rania lapar," ucap Rania sambil memegang perutnya.

"Rania lapar?" tanya Aisyah yang dibalas anggukan oleh Rania.

"Ya sudah, kita ke dapur, yuk! Kita bantu Nenek masak," ajak Aisyah. Ia pun berdiri lalu menggendong Rania, dan membawanya ke dapur.

"Kamu mau kemana, Ai?" tanya Arka.

"Mau ke dapur!"

"Emang kaki kamu udah gak sakit, jadi sampe ngegendong Rania gitu?"

"Cuman sakit sedikit, sebentar lagi juga bakal sembuh, kok, Bang!" sahut Aisyah.

Tanpa Aisyah sadari, ternyata Azam sesekali melirik ke arahnya. Ada getaran yang timbul di hati Azam, hatinya begitu tenang dan damai, ketika melihat Aisyah.

Apakah Azam sudah mempunyai rasa sama Aisyah?

"Umi, Kak Nabila!" panggil Aisyah sambil berjalan menuju dapur.

"Kalian udah selesai masak?" tanya Aisyah.

"Belum, Ai, ini bentar lagi mau siap," sahut Nabila.

"Kok Rania di gendong sama kamu, Aisyah? Rania kenapa?" tanya Nabila.

"Ooh, ini, Kak. Rania katanya lapar, terus Aisyah gendong deh Rania. Gak apa-apa apa, sih, cuman iseng aja pengen gendong," jelas Aisyah sambil tersenyum.

"Ooh, gitu."

'Nisa mana, ya? Kok gak ada? Entar aku cari di ruang tamu deh' batin Aisyah.

"Euu, Umi, Kak Nabila, mau Aisyah bantu masak?" tawar Aisyah.

"Gak usah, Nak, bentar lagi juga udah mau selesai, lagipula 'kan kaki kamu masih sakit. Kamu bantuin siapin makanannya aja entar di meja makan, ya!" seru Umi.

"Siap, Umi. Ya sudah, Aisyah tinggal dulu, ya," ucap Aisyah. Ia pun berjalan menuju ruang tamu, sontak Aisyah membulatkan mata, melihat Nisa sedang duduk manis di sofa sambil berbincang-bincang dengan Arka dan Ustadz Azam.

'Dia ngapain ngobrol-ngobrol sama Ustadz Azam? Udah gitu, sok kenal, sok asik banget lagi. Aish, cemburu aku' batin Aisyah.

"Nisa, kamu ngapain?" tanya Aisyah.

"Ehh, Aisyah, ini aku lagi ngebahas tentang perasaan kamu sama Ustadz Azam," celetuk Nisa.

"Uhuk!" Azam yang sedang minum pun tersedak mendengarnya.

'What? Amazing! Punya sahabat gini amat, pake malu-maluin segala lagi' batin Aisyah.

"Apa?!" kaget Azam. Sementara Aisyah, hanya tersenyum getir menanggapinya. Benar-benar, Nisa membuat Aisyah malu berat saat ini.

"Kamu serius?" bisik Aisyah di telinga Nisa.

"Kalo iya, memang kenapa?" jawab Nisa enteng.

'Istighfar, Aisyah, istighfar. Allahu Akbar, punya sahabat terlalu banget, pengen aku jit*k kepalanya, baru tau rasa! Ehh, jangan deh, mending aku lemp*r aja dia ke Samudera Pasifik, abisnya dia bikin aku malu sampe tujuh keturunan. Biarin aja dia, mau ngapain kek dia di Samudera, mau berenang kek, mau temanan ama pinguin kek, gak peduli aku!' batin Aisyah kesal.

'Gini amat rasanya punya sahabat, ya. Udah bar-bar, suka malu-maluin, suka bikin kesal pula! Tapi kadang, lucu juga, sih. Hmm, tapi gak apa-apalah, setidaknya dia udah ngungkapin perasaan aku sama Ustadz Azam, harap-harap Ustadz Azamnya peka. Plis, tapi pipi aku udah mau meletus, Ustadz Azamnya juga, daritadi ngeliatin aku mulu. Malu gak tuh? Ya, iyalah' batin Aisyah.

Bersambung ...

AISYAH★Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang