#part_11

22 3 0
                                    

"Nis, daripada kamu gak ada kerjaan disini, mending kamu bantuin aku aja! Kita masak-masak di dapur," ajak Aisyah.

"Tapi, aku mau ngobrol-ngobrol sama Ustadz Azam," sahut Nisa.

"Kalo kamu mau, kamu aja yang bantuin Umi kamu masak, aku bantuin habisin makanannya aja entar," sambungnya.

Aisyah berdecak kesal. "Terserah kamulah!" ucapnya pasrah.

"Jangan marah, ya!" balas Nisa sambil tersenyum.

"Gak tau," ucap Aisyah sok cuek.

"Nisa, benar kata Aisyah, mending kamu bantuin dia buat siapin makanannya deh, daripada kamu ngobrol-ngobrol disini sama kita." Arka membuka suara.

"Thank you, Bang, sudah membela Adekmu yang cantik ini. Tapi, kok, tumben banget, biasanya gak kayak gini tuh. Apa jangan-jangan ada udang dibalik batu, dan ada gajah dibalik selimut. Ehh, benar gak, sih? Ah, gak tau lah! Ya 'kan, Bang? Hayo, ngaku!"

"Bagus! Ada juga manfaatnya punya Adek yang pekaan gini. Emm, kebetulan kuota Abang habis, Dek, jadi Abang minta, kamu beliin kuota Abang, ya!" ucap Arka sambil tersenyum manis.

Sementara Azam, hanya tertawa kecil melihat tingkah laku mereka berdua.

'Ish, gini amat punya Abang, istri sendiri di sayangin, di manja-manjain. Lah, aku? Adeknya sendiri di smackdown. Dah lah, cape, nyesek sampe ke jantung, kaki sekalian! Ngomong-ngomong, senyum Ustadz Azam manis banget, Ya Allah' batin Aisyah.

"Gimana mau, gak?" tanya Arka.

"Mau apaan?" tanya Aisyah ketus.

"Beliin Abang kuota!"

"Tuh, suruh Nisa aja! Lagipula dia juga gak ada kerjaan daritadi."

"Lah? Kenapa malah aku? Ya, kamu ajalah!" sewot Nisa.

"Udah, udah, jangan pada berisik! Mending kita makan aja, Umi udah nyiapin makanannya di dapur," ucap Abi tiba-tiba.

"Lets go! Ayok, Bi, Nisa juga udah lapar banget," sahut Nisa dengan antusias.

"Ayok semua, kita makan bareng!" ajak Abi.

* * *

"Ustadz, Ustadz Azam udah punya istri belum?" tanya Nisa tiba-tiba sambil menyuap sesendok nasi ke mulutnya.

"Belum," jawab Azam dingin.

"Kalo, calon? Udah punya?" tanyanya lagi.

"Belum juga."

"Kamu ini kenapa, sih? Jadi orang, kok kepo banget! Mau Ustadz Azam udah punya calon atau belum, bukan urusan kamu," bisik Aisyah.

"Yaa, gak ada apa-apa, sih, cuman mau nanya aja. Btw, sikapnya dingin banget, ya, kayak kulkas 1000 pintu!" ungkap Nisa.

"Dia emang kayak gitu."

"Di cairin sedikit, bisa gak sih? Gak enak tau gak, kalo di cuekin gini! Nyesek banget sampe ke tulang belakang," ucap Nisa dengan suara amat lebay.

"Bisa, bisa banget malah!"

"Caranya gimana?" tanya Nisa serius.

"Ish, gak boleh kepo!"

"Aisyah, serius loh ini, sahabatmu," ucap Nisa greget.

"Euu, Aisyah!" panggil Abi.

"Iya, Bi? Ada apa?"

"Abi cuman mau saranin, mending kamu untuk beberapa hari ini, izin bimbel dulu, ya! Soalnya 'kan kaki kamu masih belum sembuh total, Abi takut, kalo terjadi apa-apa sama kamu. Gak apa-apa 'kan?" ujar Abi.

"Iya, Nak Aisyah. Mending untuk beberapa hari ini, kamu gak usah ikut bimbel dulu, nanti kalo udah benar-benar sembuh, baru kamu bisa ikut bimbel lagi kayak biasanya," sahut Ustadz Rayhan.

"Ya sudah deh, Aisyah ngikut aja," ucap Aisyah.

"Ustadz, boleh gak? Nisa ikut bimbel juga?" tanya Nisa.

"Boleh, siapa aja boleh ikut," jawab Azam.

"Alhamdulillah, terimakasih banyak, ya, Ustadz. Aisyah, entar kita perginya bareng, ya!" ujar Nisa.

'Yailah, Nisa pake ikutan segala lagi, jadi bertambah saingan aku deh' batin Aisyah.

"Iya." sahut Aisyah.

***

"Kalo begitu, kami pulang dulu, ya! Terimakasih atas jamuannya. Seandainya boleh jujur, berkumpul seperti ini saja, kita seperti menjadi keluarga besar, apalagi kalo beneran. Ya gak? " ucap Ustadz Rayhan sambil melirik ke arah Azam dan Aisyah.

Arka menyikut lengan sang Adek. "Cie," godanya.

'Maksud Abi ngomong kayak gitu apa, ya?' batin Azam.

"Haha, ente bisa aja, Han. Sama-sama, kapan-kapan kita kumpul kayak gini lagi, ya!" sahut Abi.

'Otakku ngelag, euy! Maksud Ustadz Rayhan ngomong kayak tadi itu apa? Apa jangan-jangan ... oh, tidak! Gak usah mikir yang macam-macam deh' batin Aisyah.

"Aisyah, sekali lagi terimakasih, karena kamu udah nolong Azam, " ucap Ustadz Rayhan.

"E--eh, Ustadz mah gitu. Udah gak apa-apa, biasa aja, Ustadz. Aisyah ikhlas, kok, nolongin Ustadz Azam," jelas Aisyah sambil tersenyum.

'Masya Allah, senyumnya' batin Azam.

Dengan cepat, Azam menggeleng pelan kepalanya. "Astaghfirullah, gak boleh gitu!" gumamnya.

"Ya sudah, kami pamit dulu, ya! Assalamu'alaikum," salam Ustadz Rayhan dan Azam.

"Wa'alaikumussalam."

***

Pov Azam.

"Azam! Menurut kamu, Aisyah itu perempuan kayak gimana?" tanya Ustadz Rayhan.

"Abi, kok nanya kayak gitu?" tanya Azam balik.

"Ya, gak apa-apa, cuman mau nanya aja."

"Euu, menurut Azam, sih, Aisyah itu orangnya baik, perhatian, penyayang juga, meskipun sifatnya lumayan, ya, bisa di bilang bar-barlah. Hehe," jelas Azam sambil terkekeh.

"Biar bar-bar gimana pun Aisyah, tapi kamu tetap sayang 'kan?" goda Ustadz Rayhan.

"A--abi ke--kenapa ngomong ka--kayak gitu?" tanya Azam terbata-bata.

"Zam, kamu itu udah umur 23 tahun, kamu gak ada niatan gitu, buat nikah?"

"Ya, gimana, ya, Bi? Masih belum punya calon," jawab Azam.

"Aisyah 'kan ada! Buat apa cari yang lain?"

Degh!

Jantung Azam berdetak lebih cepat dari biasanya, pipinya kian memerah. Di saat-saat seperti ini, Abinya malah menggodanya.

"A--abi apaan, sih? Euu, emangnya A--Aisyah m--mau sa--sama Azam?" ucap Azam terbata-bata.

"Ya, mau-mau aja, kayaknya," jawab Ustadz Rayhan santai.

"Abi bisa aja," ucap Azam malu-malu kambing.

AISYAH★Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang