11. Penyesalan

46 6 0
                                    

HAPPY READING.....

Penyesalan memang tidak bisa menghapus jejak kesalahan masa lalu, begitupun dengan karma yang tak pernah salah merujuk waktu.

__Jack Vanorio__

.........

Hari semakin sore dan keadaan sekolah juga semakin sepi. Pun dengan para siswa yang sudah pada berpulangan. Hanya tinggal beberapa orang yang ada di dalam sana. Itupun hanya mereka yang sedang mengikuti ekstrakulikuler saja. Juga dengan Hanan yang masih ada di area parkir sekolah.

Cowok itu berdecak malas kala Satya tak juga kunjung menampakan diri. Padahal dia sudah menunggu hampir satu jam di parkiran ini. Entah apa yang sedang dilakukan saudaranya itu, tapi yang pasti Hanan benar-benar bosan menanti.

Kalau bukan karena mereka akan mengembalikan motor Alvaro, Hanan tidak akan sudi menunggu Satya sampai selama ini. Sebenarnya bisa saja sih, dia pergi seorang diri. Tapi masalahnya kunci motor dipegang oleh Satya. Oleh karena itu mau tak mau dia harus menunggu cowok itu di sini.

"Heh, bocah sialan!"

Sontak Hanan memandang ke depan. Tepat pada Vano yang tiba-tiba muncul dan berdiri tak jauh darinya. Dalam hati ia mengumpat kasar. Sekarang apa lagi yang akan dilakukan cowok itu? Hanan benar-benar malas jika harus kembali berhadapan dengannya.

Hanan hanya diam, dia sama sekali tidak menjawab apa-apa. Akan tetapi dari tatapannya, cowok itu seolah bertanya ada apa.

"Ikut gue!!!" kata Vano singkat, namun penuh penekanan.

Hanan menautkan kedua alisnya, berpikir sejenak. Kenapa tiba-tiba Vano mengajaknya seperti ini? Apa otak cowok itu habis terbentur sesuatu? "Gue sibuk! Ada urusan penting yang harus gue lakuin ketimbang lo," balas Hanan nyolot.

Vano tidak suka dibantah begini. Guratan amarah langsung terlihat jelas dari wajahnya. Anak itu, berani sekali berbohong. Sibuk apaan? Jelas-jelas daritadi tuh bocah hanya duduk ngemperan seorang diri tanpa melakukan apa-apa.

"Gue nggak peduli mau lo sibuk atau enggak. Yang penting, lo harus ikut gue sekarang!" Kedua tangan Vano sudah mengepal di kedua sisi. Ia geram dengan Hanan.

"Sekali gue bilang nggak bisa ya nggak bisa, brengsek! Lo maksa banget jadi orang." Kesal, Hanan benar-benar kesal dengan Vano yang bertingkah semaunya sendiri. Sebenarnya, ada apa sih dengan cowok itu? Mengapa dia begitu ngebet meminta Hanan untuk ikut dengannya?

Untuk selanjutnya, Vano justru menarik tangan Hanan dan menyeretnya begitu saja. Mengabaikan segala umpatan yang ia dengarkan setelahnya. Sudah Vano bilang kan sebelum ini, dia paling tidak suka dibantah. Apalagi jika orang itu adalah Hanan.

"ANJING, LO GAK BISA BERBUAT SEENAK JIDAT LO YA! LEPASIN TANGAN GUE, BRENGSEK!!!"

Wah, Vano memang sangat kurang ajar. Jelas, Hanan tidak terima diperlakukan seperti ini. Untuk itu, sekuat tenaga dia memberontak. Tapi sepertinya tenaganya kalah besar dengan Vano. Apalagi dengan kondisi tubuhnya yang sekarang sedang tidak fit.

"DIEM, ATAU GUE PATAHIN TANGAN LO!"

___ ___ ___

Tak tau apa yang bakalan cowok itu lakukan. Tapi yang pasti Hanan sudah mempersiapkan diri jika nanti harus berhadapan dengan orang-orang suruhan Vano. Entah itu preman ataupun semacamnya. Hanan yakin pasti cowok itu akan membalas perbuatannya yang kemarin. Dan kemungkinan besar dia ingin membuat Hanan babak belur.

Namun ternyata apa yang dia bayangkan tidak sesuai dengan kenyataan. Karena setelah beberapa saat kemudian Vano justru menghentikan motornya di area rumah sakit ini. Lalu berjalan melewati lorong demi lorong. Tentu saja Hanan semakin dibuat bingung.

"Lo mau apa bawa gue ke sini, brengsek?" tanya Hanan begitu tidak sabaran. Dia mengikuti langkah Vano yang semakin cepat.

"Gue cuma mau lo lihat kondisi sahabat gue," balas Vano dengan nada datar.

"Cuma itu?"

Vano hanya berdehem menanggapi ucapan Hanan.

"Anjing, buang-buang waktu aja lo bawa gue ke mari!" umpat Hanan. Cowok bernama Vano ini benar-benar konyol. Untuk apa coba dia menyuruhnya menjenguk sahabatnya itu?

Tapi tunggu dulu, sahabat? Mungkinkah yang Vano maksud Erza? Dia selamat? Ah, tidak mungkin. Karena jelas-jelas tubuh Erza waktu itu sudah hancur terlindas ban truk. Ia sendiri sempat menonton cuplikan video kecelakaan tersebut yang kebetulan di-upload oleh lambe turah sekolahnya. Mengerikan. Bahkan saat mengingatnya saja sudah membuat sekujur tubuh Hanan merinding.

Lalu siapa sahabat Vano yang dirawat di sini? Setahu Hanan selain dirinya Vano tidak mempunyai sahabat lagi. Palingan cuma teman biasa yang kebanyakan. Akan tetapi detik berikutnya Hanan mengingat satu nama. Seketika itu membuatnya terdiam sejenak, lalu beralih menatap Vano.

Ceklek

"Gala," lirih Hanan saat mereka sudah masuk ke ruangan tersebut. Seorang remaja seusianya berbaring tanpa daya di ranjang sana. Pun dengan alat-alat penunjang kehidupan yang menempel di tubuh cowok itu. Yang seketika membuat Hanan terpaku tak percaya. Perasaannya berkecamuk melihat sang sahabat dalam keadaan seperti itu.

"Maafin gue ya Nan, juga maafin teman-teman gue." Sekiranya malah kalimat itu yang Vano ucapkan kemudian.

"Mungkin ini karma atas perbuatan kita selama ini ke elo, Nan. Tuhan ngehukum gue, Erza dan juga Gala dengan cara kaya gini."

Vano menatap nanar sosok di depannya. Jujur, setelah ia menjenguk Gala waktu itu entah kenapa tiba-tiba muncul niatan untuk membawa Hanan ke sini. Dan ingin meminta maaf kepada cowok itu atas namanya dan juga teman-temannya.

Walau sesungguhnya masih ada rasa ingin menyalahkan Hanan atas kejadian ini, namun Vano sudah menghapus semua itu. Karena ia sadar bahwa Tuhan selalu memberikan hukuman untuk orang-orang yang berbuat jahat.

"Gak pa-pa kalo lo gak bisa maafin gue, Nan. Tapi seenggaknya untuk sahabat gue, gue mohon lo maafin mereka. Gue janji bakalan tebus semua kesalahan kita ke elo."

"Dengan begitu setidaknya Erza bisa tenang di alam sana. Pun dengan Gala. Gue harap dia bisa sembuh walau kemungkinan untuk sembuh sangat kecil."

Hanan hanya mendengarkan ucapan Vano, dia tidak menyahut apapun. Hanya diam seraya memperhatikan wajah sayu itu. Tak ada yang bisa dia ungkapkan, bahkan untuk bersuara saja rasanya tercekat di tenggorokan.

Pikirannya berperang sana sini. Belibet entah kemana-mana. Semuanya terlalu rumit dan sakit. Kenapa takdir menghukumnya dengan cara seperti ini?

___ ___ ___

"Sekarang tinggal gue sendiri, Nan. Kedua sahabat gue ninggalin gue gitu aja. Bahkan tanpa pamit."

Di taman rumah sakit ini Hanan dan Vano duduk di bawah pohon rindang sambil menatap kilauan cahaya jingga di langit sana. Menikmati rasa sakit yang kian menggerogoti hati mereka. Kepedihan dan kepahitan ini benar-benar membuat keduanya merasakan hal yang sama. Penyesalan.

"Gala kenapa, Van?" tanya Hanan beberapa detik kemudian. Pandangan cowok itu mengarah kosong ke depan.

"KENAPA GALA SAMPAI KAYA GINI, BANGSAT?" teriak Hanan kala dia tidak kunjung mendapatkan jawaban dari Vano. Bahkan kini kedua netranya bertumpu pada cowok itu.

"VANO!" sentak Hanan menarik kuat kerah kemeja Vano. Ia hanya meminta cowok itu untuk menjelaskan padanya apa yang telah terjadi pada Gala, tapi Vano malah hanya diam, seolah enggan berbicara.

Kedua netra mereka saling bertubrukan. Sama-sama menahan emosi yang kian membara. Sebelum akhirnya Vano menyentak tangan Hanan dan memalingkan wajah ke arah lain. Ia menghela nafas seraya memusatkan pandangannya ke langit. Vano mengingat kejadian dimana Gala melakukan hal yang tidak terduga. "Gue gak tau pasti gimana kejadiannya, tapi yang jelas Gala bunuh diri pas tau kalau Erza meninggal," jawab Vano.

Deg

___TBC___

EXCHANGERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang