10. The Bad Day

54 7 0
                                    

HAPPY READING.....

Tak perlu khawatir, kalau memang sudah waktunya percayalah semua pasti akan membaik

__Hanan Armada__

.......

Malam telah berlalu, mentari kembali datang menyambut hari yang baru. Semburat cahaya keemasan itu menembus celah-celah jendela dan membuat kedua netra Hanan mengerjab perlahan.

Lelaki itu bangun setelah suara alarm pagi terdengar begitu berisik. Setelah melakukan peregangan sebentar, ia pun berlalu ke arah kamar mandi. Membersihkan diri dan bersiap berangkat sekolah.

"Pagi," sapanya begitu sampai di ruang makan. Di sana sudah ada Satya dan Arland.

Berbeda dengan Arland yang menjawab sapaannya, Satya justru hanya memandang sang adik dengan tatapan penuh selidik. Cowok itu masih tidak menyangka dengan kemenangan Hanan malam tadi. Pun dengan penampilan adiknya itu yang semakin hari semakin semberawutan.

Namun, Hanan hanya cuek. Dia menarik kursi di sebelah Arland dan duduk di sana. Mengambil dua helai roti dan mengolesinya dengan selai kacang. Tapi begitu ia akan memakannya, Arland malah menampik tangan Hanan.

"Lo lupa kalau alergi kacang?" Begitu ucapnya.

Hanan tentu terdiam, dia tidak tau kalau pemilik tubuh ini mempunyai alergi kacang. Kemudian cowok itu menaruh kembali rotinya. Mencari alasan yang masuk akal.

"Gue kirain selai coklat." Walau terdengar agak aneh, tapi sebisa mungkin Hanan berekspresi senatural mungkin supaya mereka tidak curiga.

"Makanya lain kali di lihat dulu," sahut Satya.

Arland hanya geleng-geleng. Heran dengan kelakuan adiknya ini. Bagaimana dia sampai melupakan hal sepenting itu?

"Oh iya, gue lihat di garasi ada motor baru, punya siapa?" Arland kembali bertanya. Dia menatap satu persatu adiknya.

Baik Satya maupun Hanan sama-sama meneguk saliva. Mereka lupa tentang motor hasil pertandingan kemarin. Sekarang keduanya bingung harus menjawab apa.

"Motor temen gue, kemarin dia nitip."

Beberapa waktu tak ada yang menjawab antara mereka. Sampai akhirnya Satya lah yang beralibi. Dalam hati ia berdoa semoga Arland tidak bertanya lagi.

Awalnya Arland mengerutkan dahi mendengar jawaban itu. Namun selanjutnya, dia justru ber-oh ria. Kalau itu milik teman Satya, Arland sama sekali tidak menaruh curiga. Karena biasanya juga begitu. Tapi yang jadi permasalahan, kapan teman adiknya itu datang menitipkan motor ke sini?

Tak mau memusingkan itu, Arland pun kembali melahap sarapannya. Tapi di menit berikutnya Arland melirik Hanan. Menegak segelas air putih di depannya, lalu bertanya kepada anak itu. "Luka lo gimana? Masih sakit? Terus demam lo udah turun belum?"

Rentetan pertanyaan tersebut membuat Hanan bingung, pun dengan punggung tangan Arland yang secara tiba-tiba akan menyentuh keningnya. Refleks Hanan menjauh.

"Udah mendingan."

Bohong Hanan berkata begitu, karena nyatanya deman cowok itu masih tinggi, tapi tetap dia paksakan untuk ke sekolah. Pun dengan luka yang masih terasa perih.

EXCHANGERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang