Only Her

107 12 2
                                    



"Kak," panggil Adam di kursi belakang tanpa menoleh dan fokus pada ponsel di tangannya.

"Hm?" Athalia menyahuti, matanya melirik lewat kaca spion.

"Adek lo bahaya," ceplos Adam, tanpa rasa panik. Kakinya bahkan ia naikkan ke kaca mobil Nathan karena posisinya sedang rebahan.

"Biarin, dia gak akan bilang apa-apa."

Adam menyunggingkan sudut bibirnya. Membenarkan apa yang dikatakan satu-satunya perempuan di mobil itu. Atharrayyan memang tidak akan membocorkan apa yang mereka lakukan hari ini, apalagi ultimatum yang Adam lakukan tadi cukup untuk membungkam pemuda yang berusia lebih muda setahun di bawahnya.

Waktu di ponsel menunjukkan pukul setengah tiga pagi, Adam mendesah sembari menekan tombol off pada sisi benda pipih itu. Kemudian kedua tangannya dilipat memeluk diri setelah menyimpan ponsel ke saku celana. Matanya menatap lurus pada cela kursi antara Athalia dan Nathan.

Sudah lama rasanya mereka tak bersama seperti ini. Meskipun Nathan masih beberapa bulan yang lalu ada di Australia. Nyatanya kebersamaan mereka hampir setengah tahun tidak bersama, pada lebaran pun mereka tak berjumpa. Adam merasakan kehampaan karena mereka berdualah yang paling dekat dengannya.

Namun, yang membuat Adam sedikit terkejut adalah perubahan Nathan yang sangat drastis saat mengajaknya dan Athalia ke sebuah club malam. Dengan mudahnya pula, Nathan bisa memasukkan Adam ke tempat itu, padahal umurnya masih di bawah 17 tahun. Sekencang itu pengaruh luar negeri sana terhadap pemuda tampan yang sedang mengemudi itu, sampai bisa melewati seluk-beluk dunia malam dengan mudah.

Adam tak masalah, selama Nathan tak pergi terlalu jauh. Saat di sana tadi, ketiganya juga tidak meneguk alkohol, murni hanya bersenang-senang melihat Nathan menjadi DJ dadakan. Bagaimana jika orang tua pemuda itu tahu kalau anaknya seperti ini? Adam bisa membayangkan banyak lontaran kata yang keluar. Ceramah panjang pasti terdengar dari ujung Sabang sampai Merauke.

"Kenapa lo ikutan Mapala, Thal?" Nathan membuka suara di antara keheningan mereka.

"Gue belum bilang ya?"

"Belum."

Adam diam saja memperhatikan.

"Gak apa-apa pengen aja."

Nathan menoleh sekilas. "Baru kali ini gue tau lo pengen sesuatu. Selama gue kenal lo, lo selalu pasrah aja melakukan sesuatu apa kata Tante Renata sama Om Reno. Gak ada hasrat melakukan penolakan atau ambisi terhadap sesuatu." Nathan terkekeh kecil, tak berniat mengejek. "Kenapa, Thal?"

Athalia yang menatap jalanan di depan menoleh pada Nathan lama. "Gak semua harus lo tau dan gak selamanya gue ada di bawah bayang-bayang orang tua. Gue punya kaki sendiri buat berdiri," jawab Athalia yang kemudian memalingkan pandangan pada jendela mobil di samping kirinya. "Gue tau lo join karena mau mantau gue," lirih gadis itu.

Bola mata Nathan melebar mendengarnya, keterkejutannya kentara, tetapi tak bersuara.

"Thal ...."

Athalia berbalik memandang Nathan, gadis itu langsung tersenyum. "Gak apa-apa, kok, tapi tolong jangan melewati batas ya. Ada hal yang gak perlu lo ikut campur."

Nathan melihatnya. Senyuman Athalia memang terlihat manis, tetapi makna di balik senyuman itu membuat pikirannya berkedut bingung. Apa sebenarnya yang gadis itu pikirkan? Apakah ada rencana yang sedang dia jalankan?

Senyuman manis penuh kepalsuan itu bisa Nathan tangkap dengan baik.

Thal ... lo gak apa-apa, kan? batin Nathan dengan guratan khawatir ketika Athalia sudah tak lagi menatapnya.

Gravitasi | Haechan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang