Peringatan

85 6 0
                                    




"Gila, sih, tadi tuh cowok nyebelin parah, tapi pas diliat lagi ganteng gilak," gerutu Amora yang kini sedang menatap Georgi di depan sana sambil senyum-senyum.

Pemuda itu sedang menjadi contoh untuk teknik memanjat pemula. Sementara Zora menerangkan di sampingnya.

"Kita cuma liat punggung dia loh, Mor. Otak lo sengklek atau gimana, sih?" tanya Asabela bingung.

"Dari posisi gue, gue masih bisa liat wajahnya." Amora masih menyengir.

"Dengerin, menurut rumor dia gak pernah deket sama cewek mana pun. Bersih banget riwayat tuh senior. Alasannya cuma satu, dia cuek. Udah," kata Asabela.

"Homo kayaknya," komentar Athalia.

"Lo sendiri gimana? Lesbi?" tanya Amora tanpa disaring.

"Gila, gue masih lurus. Cuma emang belum ada yang ngebuat gue tertarik. Standar gue tinggi," ujar Athalia sembari menaikkan alis sombong.

"Setinggi apa? Menara Eiffel? Monas? Patung Liberti?" tanya Asabela menggoda.

"Kayak Ayah gue, pria paling perfect menurut gue."

"Dih, sehebat apa, sih, bokap, lo," celetuk Amora.

"Ada deh, nanti kalau gue cerita lo berdua naksir," ujar Athalia sembari terkekeh. Gadis itu mulai terbuka dengan orang lain.

"Gimana kalau ceritanya di depan aja? Siapa tau gue bisa naksir!!" teriak Zora marah karena sudah memperhatikan ketiga gadis itu sibuk sendiri. "KALIAN BERTIGA! MAJU!" pekik Zora.

Georgi turun dari papan nomor satu. Ia melepas karabiner dan menatap intens tiga orang yang membuat Zora marah saat ini. Ketiganya kini sudah berdiri dengan kepala tertunduk.

"Kalian kalau gak niat, gak usah ikut! Dari tadi gue perhatiin malah asik sendiri! Maunya apa, hah??" pekik Zora dengan tangan bertolak pinggang.

"Maaf," ujar Athalia mewakili.

"Maaf apa? Hah?"

"Maaf sudah tidak memperhatikan Kakak," lanjut Athalia.

"Siapa nama lo?" tanya Zora.

"Athalia."

"Kalian berdua?"

"Amora, Kak."

"Asabela."

"Tripel A," ucap Zora sembari mengangguk. "Kalian semua," Zora menghadap ke calon Mapala lainnya. "Kita lihat nanti, apakah Tripel A ini sanggup bertahan sampai akhir. Kalau menurut gue, mereka pasti gugur," ujar Zora remeh dan membuat semuanya tertawa.

"Kalau kami bertahan sampai akhir gimana? Kakak mau bertaruh?" tanya Athalia berani.

Zora menoleh, ia tak suka gadis itu berani melawan.

"Kalian gak akan bertahan," ucap Zora mantap.

"Berani taruhan?" tanya Athalia mengambil langkah maju.

Amora dan Asabela sempat menahan lengan Athalia. Namun, gadis itu memberikan tatapan tenang agar mereka yakin.

Zora bergerak mendekat, tepat beberapa sentimeter di depan Athalia hingga jarak mereka begitu tipis. Bibir Zora tersungging remeh.

"Ayo taruhan," kata Zora membalas.

Athalia menatap mata Zora tak gentar, gadis itu semakin berani. Ia paling tidak suka diremehkan begini.

"Lo tentuin taruhannya," ujar Athalia.

"Lo beneran nantangin gue," kata Zora, membasahi bibirnya dengan lidah. Kemudian kepala pemuda itu bergerak menuju telinga Athalia, membuat yang lain bersorak terkejut. "Kalau lo kalah, lo gue cium di bibir dan jadi pacar gue," bisik Zora.

Mata Athalia melebar, tangannya mengepal dan reflek mendorong tubuh Zora menjauh. Ia memberikan pandangan menjijikan. "Brengsek," cicitnya.

Tampaknya apa yang mereka bicarakan tak mampu ditangkap orang di sekitar, sehingga kini, mereka menatap adegan dorong itu penuh tanya.

"Zor," panggil Georgi. Pemuda itu menggeleng.

"Lo pikir gue bakal kalah?" tanya Zora tak suka.

Tanpa ragu Georgi mengangguk. "Jangan ngerugiin diri lo sendiri," ujar pemuda itu.

"Gue gak akan kalah sama bocah kayak dia," jelas Zora sombong.

"Lo takut?" Kali ini Athalia bertanya seraya menatap Georgi yang ada di belakang Zora.

Georgi terdiam. Gadis di depannya ini sangat berani dan gila.

"Dan buat lo, Kak. Kalau gue menang, lo yang bayar semua keperluan yang harus gue bayar di Mapala," ucap Athalia menunjuk Zora tepat di wajah.

Zora lekas memegang telunjuk itu, menarik Athalia cepat hingga badan mereka bertabrakan.

"Gak sesuai dengan apa yang gue dapet kalau lo kalah," ujar Zora tak suka.

Georgi memisahkan mereka berdua. "Zor! Lo kelewatan! Batalin pertaruhan kalian!" amuk Georgi. "Awas aja kalau masih berlanjut!" ancam pemuda itu. "Dan buat lo!" Georgi menunjuk wajah Athalia. "Jaga sikap! Hormati kami!"

"Maaf," ujar Athalia.

Georgi mengembuskan napas kesal.

"Kembali ke tempat duduk kalian. Latihan kita lanjutkan, jangan ada yang nyebarin berita aneh dari peristiwa hari ini!" peringat Georgi yang kemudian pergi dari sana.

***

"Lo apa-apaan, sih, Ji? Tidakan lo tadi ngebuat gue lemah di mata CA," protes Zora di sekretariat setelah latihan usai.

Georgi yang sedang mengemasi barang ke tas menoleh sebentar, lalu fokus kembali.

"Gue menyelamatkan lo."

"Menyelamatkan apaan? Bikin gue malu aja, apalagi nih ya ... gue yakin si Tripel A itu gak akan bertahan! Abis itu dia jadi cewek gue!"

Brak!

Georgi menggebrak meja dengan tasnya, ia menatap tajam pada Zora yang kebingungan.

"Kalau dia kalah taruhannya apa?" tanya Georgi.

"Dia bakal gue cium di bibir, terus jadi pacar gue. Nah ... seru, kan??"

Georgi memakai tasnya, ia berjalan melewati Zora.

"Kok pulang?? Gue belum selesai cerita, Ji!"

"Mending lo jangan dekati Athalia deh, jangan berurusan sama dia," jawab Georgi yang membelakangi Zora.

"Kenapa emang? Lo naksir sama dia?? Lo demen??" tanya Zora sambil merangkul pundak Georgi.

"Ambil aja, Ji! Gue gak tertarik! Temennya lebih bening! Siapa tadi namanya? Amora? Nah ... itu, kalau mereka bertahan lo sama Athalia, gue sama Amora. Gimana?"

Georgi menoleh dan mendapati wajah menyengir Zora, tetapi pemuda itu memberikan tatapan tajam.

"Gue peringati, jangan ganggu mereka lagi."

Georgi pergi setelahnya, membuat Zora kali ini benar-benar bingung.

"Baru kali ini, baru kali ini lo tertarik sama cewek, Ji!" teriak Zora entah untuk merayakan dengan kesenangan atau murka pada Georgi.

TBC

Gravitasi | Haechan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang