Wali

202 8 2
                                    




Georgi menggantikan Sofian memimpin pertemuan santai antara anggota Mapala Merah Putih dengan calon anggota. Sedikit kesal sebenarnya, tetapi untungnya diskusi dan sharing berjalan lancar.

Hal yang menyebalkan bagi Georgi setelah acara itu adalah wajah tak berdosa Sofian yang datang sembari menyengir.

"Lo dari mana aja, Bang? Lo ketua Pamapi di sini, bukan gue," ungkap Georgi dengan wajah masam.

Sofian yang mengacak rambutnya sendiri alih-alih merapikan masih setia dengan deretan gigi yang ditunjukkan. 

"Bawa Pak Candra ke sini," balas pemuda itu kemudian. Kepala Sofian spontan menoleh ke belakang, ke arah pria bernama Candra yang dimaksud.

Georgi ikut menoleh, ia kenal dengan sosok pria tersebut. Seorang pemilik yayasan yang menaungi kampus dan sekaligus alumni Mapala Merah Putih.

"Gue yang ajak," sambar Sofian mengklarifikasi kehadiran orang penting itu.

Alis Georgi terangkat satu merasa bingung sekaligus penasaran, untuk apa orang penting seperti beliau datang hanya karena ajakan dari Sofian?

Apalagi kini dengan entengnya Athalia yang ada di depan Candra memukul lengan pria itu sambil tertawa. Georgi sedikit melotot melihatnya.

"Dia anak emas, kata gue tadi," jelas Sofian. "Angkatan Pak Candra di Pamapi lengket banget, Ji. Anggota satu sama yang lainnya udah kayak beneran saudara. Satu-satunya angkatan tersolid dalam sejarah Pamapi. Jadi kalau anak-anak mereka join Pamapi, artinya anak emas."

Sofian duduk di kursi marmer dengan pandangan masih melihat interaksi dua orang layaknya ayah dan anak. Tak mau berdiri sendiri, Georgi yang saat itu memang ada di depan sekret turut duduk di samping Sofian.

"Jadi itu anaknya Pak Candra?" tanya Georgi.

Sofian menggeleng.

"Anaknya Bu Renata. Pak Candra udah wanti-wanti dari jauh-jauh hari setelah penerimaan mahasiswa baru ditutup. Pak Candra bilang kalau anaknya Bu Renata kuliah di sini. Kalau dia  join Pamapi, gue disuruh hubungi Pak Candra dan namanya Athalia Niandika."

Georgi yang sedari tadi mendengarkan sembari melihat Sofian kini menghadap pada Athalia.

"Kenapa?" Hanya satu kata yang ditanyakan Georgi.

"Firasat gue gak enak, Ji. Ngapain juga orang dewasa ikut campur cuma karena hal ini."

Georgi tak lagi menyahut, kedua tangannya yang menyatu sedikit mengerat saat kembali memperhatikan Athalia.

Sementara Athalia sedikit merengek di tempatnya, ia menyodorkan lembaran formulir pendaftaran.

"Tolong dong, Pi ... bantu Athalia sekali ini aja." Dari dulu, Athalia memanggil Candra dengan sebutan papi. Sementara Candra memanggil Atahalia dengan Lia.

"Bantu gimana, Lia? Papi dapat pesan dari Bunda kamu, kamu gak boleh ikut Pamapi," jelas Candra. "Salah sendiri kamu kos, seharusnya kamu tetep di rumah, supaya lebih gampang dapat izin ikut."

"Gak ada bedanya, Pi. Aku ngekos di tempatnya Om Chiko. Sama aja," ucap Athalia dengan bibir melengkung. "Aku tetep gak dapat kebebasan."

Bagaimana mendapatkan kebebasan jika sang bunda rutin datang dua hari sekali ke kos Athalia. Jikapun sang bunda tidak datang, maka Chiko yang datang untuk memastikan jika Athalia masih hidup.

"Suruh siapa kamu kuliah di sini? Kalau mau jauh dari orang tua seharusnya keluar kota," balas Candra sedikit mengomel.

"Papi kayak gak tau ayah aja, Lia cuma punya satu pilihan di antara dua, Pi. Kuliah di sini atau gak kuliah sekalian."

Gravitasi | Haechan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang