W. How?

2.6K 287 24
                                    

"Terus gimana, Rik? Masa depan Esha juga masih panjang, kamu nggak pikirin masa depan dia?!"

Bunda Riki membentaknya di depan Ayahnya dan Esha, disana juga ada Keelia yang sedang mengelus lembut bahu Esha yang masih terus menangis.

"Tapi bukan aku yang mulai, Bun. Bukan salah aku!"

"Masih bisa kamu bilang ini bukan salahmu?!"

"Bunda... Udah, Bun..." Keelia memegang kedua tangan Bundanya yang tiba-tiba menangis. Sekacau apa perasaan seorang Ibu jika di hadapkan dengan masalah seperti ini.

Esha seperti sudah menjadi bagian dari keluarga itu, mengingat dirinya yang sudah tinggal bersama dengan keluarga ini dari lahir. Tentu Ayah dan Bunda Riki juga menganggap Esha adalah anak mereka, apalagi Bunda yang menghabiskan lebih banyak waktu dengan mereka.

Maka dari itu, Bundanya sangat marah ketika Esha mengakui perbuatan yang mereka lakukan waktu itu. Bundanya shock bahkan tidak bisa berkata-kata saking kecewanya.

"Kamu pengecut kalau nggak tanggung jawab, Rik." Ayahnya buka suara, Ia menatap anak laki-laki satu-satunya itu yang sedang menunduk lesu.

Riki menutup wajahnya, Ia pun menangis di balik tangan itu. Tidak pernah ada bayangan seperti ini yang Ia kira akan terjadi dalam hidupnya, di tambah Esha lah yang menjadi sebabnya.

Riki memang brengsek jika memainkan hati perempuan. Namun Esha yang menjadi korban bukan bagian dari rencananya. Riki hidup bersama dengan perempuan itu dari kecil, tentu rasa ingin melindungi Riki rasakan.

Ayahnya memimpin jalan Bunda untuk diantar ke kamar. Bersamaan dengan Esha yang juga diajak, meninggalkan Riki bersama Keelia disana yang hanya diam menatap adiknya itu.

"Bukan gue, Kak...

Bukan gue yang minta..."

"Gue tau, gue percaya. Gue ada disana waktu itu. Tapi Bunda sama Ayah nggak. Jadi, tanggung jawab. Cuma itu yang gue minta, cuma itu yang Bunda sama Ayah mau.

Lo nge-hamilin Esha, Rik. Esha. Lo nggak bakal bisa nolak ini semua." setelah berucap, Keelia pergi darisana. Namun, Ia mengusap surai hitam Riki sejenak sebelum pergi.

Riki menendang meja di hadapannya dengan kuat, remote TV dan ponsel entah milik siapa tejatuh darisana.

Riki berdiri dari duduknya, Ia berjalan keluar menuju motornya, memakai helm dan pergi darisana.

Menuju apartemen Addara kesayangannya.











































































Riki mengetuk pintu kamar apartemen Dara dengan tidak sabaran. Membuat gadis di dalam sana berlarian dengan tergesa-gesa untuk membuka pintu.

Ketika Dara membuka pintu, Riki langsung menyambar dengan memeluk tubuh gadis itu dengan sangat erat. Ia menangis disana, membuat Dara bingung akan apa yang terjadi.

Ia memeluk tubuh Riki juga, mengusap punggung pacarnya itu sekedar menenangkan. Dara bahkan tidak berani untuk bertanya karena kacaunya keadaan Riki yang tiba-tiba datang dengan keadaan seperti ini.

Dara membawa Riki kedalam tanpa pelukan yang terlepas. Ia menyuruh Riki duduk diatas sofa sembari Ia menutup pintu.

"Jangan nangis..." Dara berlirih ketika Riki kembali memeluknya saat gadis itu duduk.

"Ssstt... Aku disini, jangan nangis." Dara mengusap lembut kepala Riki.

Riki masih menangis tersedu-sedu disana, pelukannya semakin mengerat. Seperti ingin mengutarakan betapa sedihnya Ia di tangisan kali ini.

Mesum | Ni-Ki (ENHYPEN)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang