WARNING!! BANYAK MENGANDUNG TYPO! SILAKAN KOREKSI
Malam yang suram bagi seorang Haikal asgaf muhammad. Haikal terbangun dari tidurnya beberapa menit yang lalu. Tubuhnya remuk kepalanya pusing pinggangnya nyeri. Semuanya menjadi satu.
Haikal tengah mengobati luka yang di dapat dari kakaknya, lebamnya juga semakin bertambah, mungkin itu yang membuat kakaknya mengira dia bertengkar.
Haikal melamun, pandangannya kosong, tangannya memang bergerak, tapi pikirannya benar-benar kosong. Dia memikirkan perlakuan semua abangnya yang haikal ingat mulai dari umur lima bels tahun.
"kamu itu pembunuh!"
"anak pembawa sial,"
"kenapa tidak kamu saja yang mati!"
"memuakkan,"
"aku memang ingin membununya,"
Satu isakan lolos dari biibir tipisnya.
"Ada saatnya kata maaf tidak diperlukan lagi," Haikal mengusap kasa airmatanya.
"maaf abang,"
"sakit, maaf,"
"ampun abang, ini sakit. haikal minta maaf,"
"maaf, maaf, maaf,"
"Sebentar lagi haikal. Biarkan mereka berbuat sesuka hati, kamu hanya perlu diam. Percuma saja, maafmu tidak akan diterima. Berjanjilah untuk tidak meminta maaf lagi haikal," Haikal menatap dirinya pada pantulan cermin, penampilannya sangat berantakan.
Satu seringai kecil muncul dari bibirnya, "maaf, ini terakhir kalinya aku meminta maaf pada kalian,"
Haikal melirik ke arah jam dinding yang sudah menunjukan pukul sebelas malam. Perutnya terasa lapar, Haikal beranjak meuju dapur, dia tidak perduli sekalipun akan di hukum karena mengambil makanan di dapur.
Setibanya di dapur, Haikal mendapatkan sosok Jian, kakak kelimanya sedang mengetik sesuatu pada laptopnya. Dia pasti sedang mengerjakan skripsi, dengan beberapa bungkus makanan di meja. Haikal mendekat perlahan.
Jian terkejut melihat Haikal yang ada didepannya, tatapannya berubah tajam,"Ngapain lo?" Sarkasnya.
Haikal menoleh dengan tatapan datarnya, "Ekal cuma minta roti, besok Ekal ganti. Ekal lapar," Haikal kembali kedalam kamarnya seelah mendapatkan sebungkus roti.
Jian terus menatap tubuh haikal yang perlahan menjauh. Merasa ada yng berubah dari Haikal, tidak biasanya dia seberani itu. Entah kenapa, satu butir airmata lolos begitu saja. Bayang-bayang Haikal yang merengek meminta di masakan ketika sedang lapar melintas begitu saja di otaknya.
"bang jie, adek laper,"
"abang harus masakin haikal,"
"haikal ngidam nasi goreng buatan abang,"
"abang ayo bikinin nasi goreng, haikal lapar,"
Jian tidak dapat menahan isakannya. Dulu, dia dan Haikal sangat dekat, Haikal yang manja dan Jian yang penuh perhatian. Tapi semenjak kejadian itu, mereka benar-benar jauh seperti orang asing. Melihat Haikal yang kelaparan, dan meminta roti dirumahnya sendiri cukup membuat hatinya tercubit. Melihat tatapan datar dari Haikal membuatnya sedikit terganggu, Haikal biasanya menatapnya dengan penuh rasa sayang, dan jangan lupa senyum mataharinya.
Tapi kini, Haikal menatapnya datar, sangat datar. Seolah-olah mereka memang dua orang yang tida saling mengenal. Ego nya yang kelewat tinggi membuatnya merubah segalanya, tapi dia tidak sadar akan hal itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
7 DAYS || REVISI
Teen Fiction|PART MASIH LENGKAP!| Haikal itu, kayak planet pluto. Ada namun tidak di anggap. #1 Of markhyuck #2 Of Wayv {8.4.24} #4 Of nctdream {8.4.24} #7 Of nct {8.4.24} #8 Of nct127 {8.4.24}