Haikal terbangun dari tidur nyenyaknya, matanya menatap sekeliling yang terlihat seperti bukan kamarnya. Bau wangi khas kakak pertamanya tercium jelas di hidungnya. Haikal masih mencerna semua ynag sedang terjadi.
"Udah bangun?"
Haikal segera menoleh kearah suara. Mendapati taeil yang baru saja keluar dari kamar mandi. Ah, haikal baru sadar, dia tidur dikamar taeil. Ternyata itu semua bukan mimpi semata.
Taeil menghampiri haikal yang masih asik melamun. "Hei, kok ngelamun? Bangun dulu, mandi siap-siap, sarapan terus berangkat," Taeil mengelus lembut rambut haikal.
Haikal tersadar, tersenyum kecil kemudian mengangguk, "Iya, bang. Haikal ke kamar dulu,"
Haikal mentap dirinya dipantulan cermin. Dia sudah siap dengan seragam sekolahnya. Sejujurnyaa haikal masih tidak yakin jika semua ini nyata, masih ada secuil rasa takut dalam hatinya. Tapi, haikal mencoba abai, dan menerima semuanya.
"Terimakasih ya Allah, engkau sudah mengembalikan segalanya. Haikal bersyukur bisa kembali merasakan semuanya, walau hanya sesaat," Katanya meirih diakhir.
Haikal merasakan sakitnya datang kembali, dengan sekuat tenaga dia meremas pinggangnya yang sangat sakit. "Jangan sekarang, sebentar lagi. Tolong," Haikal merintih, sakit ini memang sangat menyiksanya. Dia benar-benar pandai menyembunyikannya.
"Bismillah kamu kuat haikal," Haikal menelan pil pereda sakitnya tanpa minum, itu bisa mengurangi sakitnya.
Menggendong tasnya, haikal pun turun kebawah untuk sarapan. Haikal erharap tidak kambuh saat sedang bersama kakaknya.
.
.
.
.Haikal duduk ditengah Tiar dan Johny. Entah kenapa, setelah mereka berbaikan, keduanya kerap sekali mendekati haikal, rasanya sangat nyaman.
"Adek mau makan apa?" Johny menawarkan.
"Adek mau roti pakai selai cokelat," Jawabnya.
Taeil mengernyit. "Nggak mau makan nasi dulu?" Tanya taeil.
Haikal menggeleng kecil. "Nggak, adek pengennya roti," Tangannya mengambil roti yang telah disiakan johny.
"Yaudah, susunya habisin tapi," Ucap taeil yang dibalas anggukan oleh haikal.
"Adek berangkat sekolahnya mau sama siapa?" Celetuk Tiar.
"Sam--"
"Sama Jie aja!" Potong jian.
"Haikal kan belum jawab bang, main potong aja!" Jawab haikal kesal.
Jian menggelengkan kepalanya pertanda tak mau dibantah, "No! Kamu harus sama abang, kita naik motor emang nggak mau, adek?"
Haikal melebarkan matanya, "Pakai motor? Ducati abang? Beneran?" Tanyanya beruntun.
Jian terkekeh pelan, "Iya, yakin masih mau sama yang lain?" Katanya meyakinkan.
Haikal menggeleng keras, "Nggak jadi, ah. Mau sama bang jie aja. Boleh kan?" Haikal menatap kelima abangnya meminta persetujuan.
"Boleh. Bawa motornya jangan ngebut jie," Ucap taeil memperingati.
Jian mengangguk. "Siap! Nah yok berangkat," Jian beranjak dari duduknya diikuti haikal.
Mereka menyalimi keempat abang yang lain. Hangat, ini yang haikal inginkan dari dulu.
Angin berhembus kencang menusuk kulit haikal, dia masih berada di jok blakang motor jian, tangannya memeluk erat pinggang sang kakak atas permintaannya.
"Adek pulang jam berapa?" Tanya jian memecah kheningan.
"HAH? JERAPAH KENAPA?" Haikal sedikit berteriak, dia tidak terlalu mendengar ucapan kakaknya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
7 DAYS || REVISI
Teen Fiction|PART MASIH LENGKAP!| Haikal itu, kayak planet pluto. Ada namun tidak di anggap. #1 Of markhyuck #2 Of Wayv {8.4.24} #4 Of nctdream {8.4.24} #7 Of nct {8.4.24} #8 Of nct127 {8.4.24}