"Demi Allah, kamu benar-benar persis seperti Haikal!" Taeil sedari tadi tidak mengalihkan pandangannya dari Rafkal.
"Kita tadi juga sempat nggak percaya gitu bang, tapi pas lihat lebih dalam lagi, ternyata emang bukan Haikal," Rendi menyahut.
Taeil menghela nafas terakhir dalam. "Jadi? Tujuan kalian bawa Rafkal kemari untuk apa?"
Rafkal yang sedang dibicarakan sibuk dengan camilan di depannya. Rafkal tidak perduli yang penting perutnya kenyang.
Jeffry berdeham, "Kita cuma mau bantu bang Johnny sembuh. Dengan kita bawa Rafkal, mungkin sedikit menyembuhkan rindunya," Jeffry menatap Rafkal yang tengah asik menodong kue kering.
Taeil mengerutkan kening, "Dan kalian tidak memikirkan resikonya?"
"Itu biar jadi urusan kita, bang. Yang penting bang Johnny sembuh dulu,"
Taeil menoleh, menatap Rafkal yang sudah berpindah di depan Televisi. Benar-benar tidak punya akhlak. Bahkan tanpa izin, Rafkal sudah anteng menonton film azab. "Bagaimana dengan keluarganya?"
Rendi menggeleng, "Dia sebatang kara, bang. Kita nggak tahu gimana hidupnya, cuma kita lihat dia lagi ngamen dekat lampu merah. Pas kita tanyain orang tua, dia diem aja. Terus juga katanya Rafkal baru diusir dari kontrakan,"
"Abang angkat aja dia jadi adik, buat gantiin Haikal," Rendi memberikan pendapat.
"Tidak semudah itu, Rendi. Haikal, ya Haikal. Rafkal, ya Rafkal. Saya juga harus membahas ini dengan yang lain. Mungkin saya setuju dengan kalian untuk bawa Rafkal ketemu Johnny, tapi untuk jadiin dia bagian keluarga ini, mungkin harus dipikirkan lagi,"
Mereka berdua mengangguk setuju, "Benar juga. Tapi yang terpenting, bang Johnny sembuh dulu. Kita tahu k---"
"Bang, Ada makan nggak?" Rafkal mendekat dengan tangan yang mengusap perut.
"Yang lo makan dari tadi itu kalau bukan makanan apa?" Sungut Rendi, sedikit kesal karena perkataannya terputus begitu saja.
Rafkal meringis, "Maksudnya nasi kitu, laper banget anak-anak Rafkal," Rafkal menatap ketiga pria itu dengan pandangan memelas, tak lupa tangannya mengelus perut bulatnya.
"Dasar babon!"
"Orang laper kok dikatain babon! Awas kena azab karena ngatain anak Yateam!" Rafkal melengos, mendudukkan bokongnya di samping Taeil. "Abang ganteng, rumahnya besar banget kayak perut Jeffry, pasti ada makanan, kan?" Rafkal memeluk lengan Taeil tanpa sadar.
Jeffry melotot kesal, "Kok gue!?" Jeffry tak terima saat Rafkal mengatakan perutnya besar.
"Ini tuh eighthpack! You Know?!" Jeffry menepuk-nepuk perutnya bangga.
"Maneh teh ngomong naon? Abi te ngartos!" Rafkal memejamkan matanya lelah.
Taeil menggelengkan kepala, "Sudah. Rafkal kalau mau makan di meja ada makanan," Rafkal tanpa menjawab langsung pergi menuju dapur.
"Lihat kan, bang. Bukan Haikal banget," Celetuk Rendi.
Taeil berdecak, "Mereka memang berbeda! Stop membandingkan keduanya. Haikal dan Rafkal itu punya versinya masing-masing. Sudah pulang sana. Biar Rafkal, saya yang mengurusnya," Jeffry dan Rendi mengangguk kemudian pergi meninggalkan rumah besar itu.
_________
______________Taeil memperhatikan Rafkal yang sedang makan dengan lahap. Dia teringat dengan Haikal, Rafkal memang Haikal dengan versi tengil.
Tangannya meraih ponsel di saku celananya. Dia harus segera memberitahu yang lain mengenai Rafkal.
"Tiar, pulang sekarang. Hubungi yang lain juga. dua puluh menit harus sampai," Tanpa menunggu jawaban, Taeil mematikan sambungan teleponnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
7 DAYS || REVISI
Roman pour Adolescents|PART MASIH LENGKAP!| Haikal itu, kayak planet pluto. Ada namun tidak di anggap. #1 Of markhyuck #2 Of Wayv {8.4.24} #4 Of nctdream {8.4.24} #7 Of nct {8.4.24} #8 Of nct127 {8.4.24}