Haikal berdiri tegak di depan tiang bendera, tidak lupa tangannya bertenggeer di samping alis, hormat. Dia sampai disekolah tadi pukul setengah delapan, niatnya lewat gerbang belakang di urungkan. Sebab, belum melangkah suara menggelegar dari pak botak sudah terdengar. Jadilah haikal disini, hormat pada sang saka merah putih.
Haikal melenguh pelan, sudah satu jam dia berdiri, bel belum juga berbunyi, haikal lelah. Dia masih harus menunggu satu jam lagi. Ugh! Presetan dengan hukuman, haikal melangkahkan kakinya menuju kantin.
"Huh, MasyaAllah. Lelah hayati," Haikal mendudukan bokongnya pada salah satu bangku di kantin.
"Mang, bakso satu pedes pake banget,"
"Loh? Bolos, mas?" Tanya si mamang.
Haikal meggeleng polos. "Enggak kok! Haikal tuh tadi telat, terus dihukum sama Bapak botak yang terhormat. Haaikal disuruh hormat selama dua jam, karena haikal nggak kkuat jadi hiakal istirahat dulu nanti lanut lagi," Papar Haikal.
Si mamang meringis. "Sama aja bolos masee,"
Haikal memakan bakksonya tanpa ada gangguan sedikitpun. Alih-alih merasa tenang, haikal justru mengingat kejadian pagi tadi. Seebenarnya dia merasa sedikit bersalah setelah berkata seperti itu, tapi apa yang diucapkanya itu benar sesuai kata hatinya. Haikal hanya mengungkapkan perasaan yang selama ini dia pendam sendirian.
Haikal berhenti menyuapkan makanannya, saat ini fokusnya sudah teralihkan. Haikal bisa saja dengan mudah memaafkan mereka. Haikal hanya belum siap, dirinya takut jika kata maaf yang keluar dari mulut mereka hanya bualan semata.
Tapi, mengingat Taeil dan juga Jian menangis di depannya membuat hatinya sedikit tersentuh. Mellihat mereka berdua yang terlihat khawatir membuat haikal jadi semakin berharap. Haikal berkata seperti hanya untuk membuat mereka sadar, mungkin jika setelah ini mereka kembali meminta maaf dan mulai kembali pada haikal. Haikal akan menerimanya dengan baik. Tapi, mungkin akan susah untuk johny.
Dari kelima abangnya, yang paling buruk memperlakukannya adalah Johny. Entahlah, hatinya merasa berat jika harus memaafkannya dengan mudah, ittupun jika johny akan meminta maafnya, satu hal yang mustahil bagi haikal.
Haikal menggelengkan kepalanya. "Mustahil," Gumamnya.
Haikal jadi tetringat tadi dia sempat mendapat bayangan-bayangan baru. Haikal memejamkan mamtanya mencoba mengingat.
"Mahes," Satu nama terucap dari bibirnya.
"Kak Mahes? Jadi, anak laki-laki itu bernama Mahes. Kakak haikal yang ke berapa? Artinya, Haikal ada enam abang? Dan haikal baru tahu sekarang," Haikal berucap lirih. "Kenapa tidak ada yang memberitahu. Jadi, dia yang selama ini dimakud itu Kak Mahes,"
Haikal merasakan sakit pada hatinya, entah kenapa. Haikal menangis tiba-tiba tanpa tahu alaasannya.
"Apa mungkin mereka tidak tahu fakta bahwa haikal amnesia," Lirihnya , haikal segera mengusap air matanya. "Ck! Darah lagi, kapan ini akan berhenti," Haikal berdecak ketika merasakan darah yang lagi-lagi keluar dari hidungnya.
"AA HAIKAL!!!!"
Haikal segera menoleh, mendapati Rendi yang berlari kearahnya setelah berteriak, diikuti oleh Jeffry dibelakangnya.
Dalam hati, haikal bersyukur saat mereka datang haikal sudah berhenti mimisan. Jika tidak, mungkin mereka akan langsung menyeret haikal kerumah skit. Over protektif.
Jeffry dan Rendi duduk di depan haikal setelah memesan makanan. Kantin mulai ramai dikarenakan sudah jam istirahat.
"Telat?" Rendi menegak gelas es milik haikal.
KAMU SEDANG MEMBACA
7 DAYS || REVISI
Teen Fiction|PART MASIH LENGKAP!| Haikal itu, kayak planet pluto. Ada namun tidak di anggap. #1 Of markhyuck #2 Of Wayv {8.4.24} #4 Of nctdream {8.4.24} #7 Of nct {8.4.24} #8 Of nct127 {8.4.24}