Eps. 9

77 8 0
                                    

Dua tahun yang lalu...

Slash!
Suara air yang diguyur.

"Buwh!!"
Sigh.

Ia menyeringai di depan cermin. Menatap penuh pada dirinya di dalam kaca.

Sekali lagi ia basuh wajahnya untuk yang kesekian kalinya. Setelah dirasa cukup, ia pun berpaling dan menatap pada seonggok mayat yang telah terkapar bersimbah darah. Ia tertawa kecil sebentar sebelum akhirnya berjongkok menjambak rambut dari kepala yang telah terlepas dari badannya. Tulang tengkoraknya patah. Kedua bola matanya terlepas. Giginya hancur. Hidungnya patah. Otaknya sedikit tercecer. Ia membawa kepala itu dengan berdiri kemudian ia tendang kepala itu hingga masuk ke dalam tungku perapian.

"Baybay!" ucapnya dengan terkekeh.

Sementara potongan-potongan tubuh itu ia masukkan kedalam kantung kresek hitam besar. Hanya butuh dua kantung karena cincangannya lebih mirip seperti hewan kurban.

"Ah, sayang sekali sekarang buka perayaan kurban. Kalau iya mungkin kau akan kujadikan daging sedekah, bitch!" ujarnya.

Ia mengambil lakban hijau dan mengisolasi dua kantung itu jadi satu sebelum akhirnya ia masukan kedalam koper.

Ia membawa koper itu keluar dan menggeretnya menuju ruangan rahasia yang ada di ujung lorong. Ia membuka pintunya yang langsung mengeluarkan bau formalin yang sangat pekat. Di dalamnya ada banyak pasir dan bata. Ada tembok yang sengaja dihancurkan. Ia letakkan koper itu di sana menindihi beberapa koper yang sudah ada.

Kemudian ia kembali keluar dengan tak lupa mengunci pintunya lagi.

Dug!

Ia menoleh pada seseorang yang berdiri di atas tangga melingkar tak jauh dari tempatnya berdiri.

Orang itu adalah seorang anak laki-laki yang kira-kira seumuran dengannya. Wajahnya pucat serta ada banyak bekas luka. Keduanya saling tatap dalam beberapa saat.

"Hari yang indah." ucapnya pelan lalu kembali berjalan menaiki tangga tanpa suara.

_________________

Sruk!

Seorang gadis langsung kena tendangan di perutnya sesaat ia baru saja tiba di lantai 3 kelasnya berada. Ia hampir saja jatuh terguling di tangga kalau saja tangannya tidak cepat meraih teralis tangga.

"Dasar jalang sialan! Gara-gara kau ayahku jadi menghilang! Dasar brengsek!!" ucap orang itu dengan mencoba menginjak si gadis yang masih dalam keadaan jatuh tersungkur.

"Kathrina! Stop! Hentikan, Kathrina!!" suara seorang gadis lainnya dari arah bawah tangga berlari tergesa berusaha untuk mengentikan aksi yang dilakukan oleh temannya yang bernama Kathrina.

"Dia pasti membunuhnya, Del! Dia pembunuh!" serunya ketika dalam dekapan temannya.

"Sssshh! Jangan asal menuduh orang sembarangan. Para detektif sudah turun tangan. Kasus ayahmu akan diusut sampai tuntas. Kau tidak usah khawatir. Ayahku pasti akan menemukannya." ucap temannya itu bermaksud menenangkan.

Sementara si gadis yang tadi didorong kini dengan perlahan beranjak meninggalkan keduanya.

"Tunggu!" Teriak Kathrina yang menyadari akan kepergian gadis itu.

"Kalau sampai dugaan aku benar selama ini. Aku akan buat hidupmu menderita! Seumur hidup! Tidak akan aku biarkan kau hidup dengan tenang! Bahkan ketika kau sudah ada dalam penjara sekalipun!" ucapnya dengan bara api seolah menyulut di matanya.

Gadis itu hanya diam tanpa menanggapi sama sekali. Sesaat kemudian ia kembali berjalan sambil tersenyum diam-diam.

Kau tidak akan pernah bisa melakukan itu padaku, kid. Bahkan untuk sekedar bernapas menunggu hari esok tiba pun kau sudah tidak lagi memiliki harapan.

"Marsha." Gadis itu menoleh pada seseorang yang kini berdiri di sebelahnya.

"Zee, kau dipanggil Pak Cio ke kantornya."

Zee?

Zinggggg!!

•••





Ditulis, 20 Maret 2023

Past Recording [48] | EndTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang