07☁️ Gak Jadi Makeup-pan

59.3K 3.7K 11
                                    

07
.
.
.


Di dalam ruangan yang bernuansa putih dan biru kini Rima sedang mempertaruhkan hidupnya demi sang jabang bayi dia tidak peduli pada sakitnya. Yang dia pikirkan hanya bayinya yang kini akan lahir ke dunia.

Peluh keringat membanjiri keningnya.

"Tarik napas... Tahan jangan dibuang mubajir." Bu Desi dengan situasi genting seperti ini masih saja, mulutnya tidak bisa di kontrol.

"Mati dong bu," kata suster yang berada di samping Bu Desi.

"Eh iya-iya buang neng jangan ditahan nanti kata susternya mati."

Kali ini Rima merasa tidak mendengar apa yang mereka bicarakan fokusnya saat ini adalah bayinya harus selamat!. Meskipun dokter pernah bilang..

"Perempuan di usia muda terancam luka serius saat melahirkan, dan dapat menyebabkan kematian pada ibu dan calon bayi."

Perkataan dokter terus terngiang di kepalannya saat ini. Alih-alih mendengarkan instruksi dari Bu dokter, pikiran Rima malah semakin kacau ditambah lagi Bu Desi yang seharusnya menenangkannya malah semakin membuatnya panik.

Sekarang fikirannya mendadak kosong, bahkan dia sama sekali tidak mendengarkan apa yang dokter dan suster itu katakan sedari tadi. yang ada dirinya malah mengantuk matanya kini terasa sangat berat.

"Dek.. dek jangan tidur," kata suster dengan menepuk pipinya. Dengan cepat Rima membuka matanya dengan rasa takut yang membuncah fikiran negatif sekarang menghantui dirinya. bagaimana jika bayinya tidak selamat atau dirinya yang tidak selamat atau kah justru dua-duanya yang tidak selamat. sungguh dirinya kini dilanda kebingungan diantara sakitnya.

"Tenang dulu, tarik napas hembuskan..." Sekarang dokter Dewi sedang memberi arahan agar Rima tidak panik.

dengan perlahan Rima mengikuti arahan dokter Dewi. setelah menarik nafas dan menghembuskan nya ia merasa lebih baik tenaga yang sedari ia pakai untuk berpikir kini ia pakai untuk berjuang.

"Ayo dek dorong perlahan ya. kepalanya sudah terlihat," ucap dokter Dewi. Kepalanya menunduk.

Suara Rima saat ini memenuhi ruang persalinan. Ia mengejan dengan sesekali mengambil nafas dan menghembuskannya. Wajahnya yang tampak lelah di tambah lagi dengan keringat yang terus menerus membanjiri dahi dan juga lehernya.

"Ayo neng. Pasti neng Rima bisa. Masa kalah sama Bu Desi yang anaknya udah dua," ucap Bu Desi dengan jari telunjuk dan jari tengah terangkat.

"Ayo semangat, semangat, semangat,"
"Ibu ini bukan konser Bu," kata suster tadi, yang sudah jengah dengan sikap Bu Desi.

Bu Desi hanya mendelik kearah suster yang berada di sampingnya, dia tidak menghiraukannya. Tangan Rima yang sedari tadi menggenggam tangan Bu Desi sudah sangat basah. Wajahnya pun tampak pucat.

SINGLE MOTHER (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang