Januari 2016
"Habis dari mana kamu?" tiba – tiba suara seorang pria paruh baya bergema di lorong mansion Maheswara.
Aini menghentikkan langkahnya. Niatnya bukan mengendap – ngendap, toh memang seisi mansion ini memang sudah tidur. Lampu – lampu sudah di matikan. Jadi dia berniat melangkah dalam keheningan malam menuju kamarnya yang tinggal beberapa langkah lagi. Jam menunjukkan pukul setengah satu pagi.
Aini berbalik untuk menyapa Papanya. "Selamat malam, Papa," tetapi tidak berniat untuk menjelaskan.
Desmond terpancing emosi melihat Aini yang mengabaikannya. "Dari mana kamu?! Dasar anak kurang ajar dan tidak tahu diuntung! Kamu mabuk – mabukan di club lagi, kan?!"
Aini tersenyum sinis, percuma dia menjelaskan apapun yang terjadi. "Ya, Papa,"
Desmond yang sudah tidak bisa menahan emosinya segera menghampiri Aini dan menamparnya dengan kencang tepat di pipi kanannya hingga sudut bibir Aini robek.
"Ini peringatan pertama. Jangan membuat malu keluarga ini," Desmond lalu berlalu meninggal Aini yang terdiam karena menahan rasa sakitnya.
Aini berusaha sebisa mungkin menahan air matanya karena tidak sudi untuk menangis di depan Desmond. Ketika di rasanya Desmond sudah tidak ada di sekitarnya, Aini menguatkan kakinya untuk berjalan menuju kamarnya. Aini membuka pintu, menguncinya, lalu bersandar lemas di balik pintu tersebut hingga terduduk di lantai. Aini menangis tanpa suara.
Aini kira dia sudah kebal dengan rasa sakitnya.
Sebagai mahasiwa tingkat akhir, Aini tidak memiliki banyak aktivitas selain menyusun skripsi dan mengikuti unit kegiatan mahasiswa. Skripsinya sudah hampir selesai, tinggal menunggu tanda tangan akhir dari dosen pembimbingnya lalu Aini dapat lanjut ke tahap sidang bulan depan. Hari ini justru Aini berfokus pada unit kegiatan mahasiswa yang diikutinya, yaitu social services. Tidak banyak yang tahu Aini mengikuti kegiatan ini karena biasanya Aini hanya sebagai penyumbang dan orang di balik layar.
Ketika mendapat berita dari group Whatsapp kalau beberapa anggota yang seharusnya ikut membantu terkena demam berdarah, Aini akhirnya memutuskan untuk ikut terjun langsung hari ini dan membuat terkejut banyak orang. Ya, semua orang mengira Aini mengikuti unit ini sebagai salah satu syarat kelulusan. UKM ini termasuk yang paling mudah diikuti dan tidak banyak menuntut. Dengan menjadi penyumbang saja sudah terdaftar menjadi anggota tetap UKM ini. Hanya Aini dan Tuhan yang tahu tujuan sebenarnya Aini mengikuti UKM ini. Dan juga Pramana. Meskipun Aini tidak berniat memberitahukan Pramana karena gengsi. Pramana sendirilah yang tahu (atau mungkin paling tahu) isi kedalaman hati Aini lebih daripada pemiliknya.
Kegiatan UKM hari ini adalah membagi – bagikan makanan sehat dan pakaian layak untuk warga yang membutuhkan. Tidak hanya satu tempat, melainkan seluruh wilayah DKI Jakarta di kelilingi. Oleh karena itu kegiatan ini berakhir cukup larut yaitu sekitar jam sembilan malam. Lalu apa yang membuat Aini baru pulang pukul setengah satu pagi?
Aini melihat seorang anak kecil yang tertidur sendirian di sudut trotoar dengan memeluk seekor kucing yang lusuh ketika dalam perjalanan pulang mengendarai mobil pribadinya dari universitas,. Yang menyedihkan, trotoar itu sebenarnya di lalui oleh banyak orang tetapi tidak ada satupun yang iba untuk sekedar mengecek keadaan anak itu.
Lampu lalu lintas sudah berganti dari merah menjadi hijau. Mau tidak mau Aini harus menjalankan mobilnya jika tidak ingin di klakson mobil di belakang. Meskipun sudah meninggalkan tempat tadi, pikiran Aini tetap terfokus pada anak kecil itu. Satu detik, dua detik, Aini mengambil keputusan impulsif dengan memutar balik ke tempat tadi.
Aini memarkirkan mobilnya di gedung perkantoran tidak jauh dari trotoar itu. Aini bergegas turun dan menghampiri anak itu, terutama karena gerimis hujan mulai terasa. Aini tidak lupa menyambar satu – satunya payung yang ada di mobilnya berniat untuk memberikannya nanti. Masalah dia kehujanan atau tidak itu urusan belakangan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aini yang Bersemi Indah
Roman d'amour"Aini yang Bersemi Indah" : Pramana & Aini Ganendra Series #2 Aini tumbuh dengan caci maki dari orang tuanya sehingga tidak tahu apa itu kasih sayang. Yang Aini tahu, dia harus membanggakan orang tuanya bagaimanapun caranya. Dia sudah bersahabat lam...