Bab 6 : A Chance

24 3 0
                                    

November 2019

Aini sedang melepaskan sepasang stud earrings sederhana merk Cartier dalam keheningan sore ini di kamarnya. Dia baru saja pulang dari kantor dan karena pekerjaannya yang tidak padat akhir – akhir ini, dia dapat pulang lebih cepat daripada biasanya. Tiba – tiba terdengar ketukan pelan pintu kamarnya diikuti Listia yang masuk ke dalam kamarnya. Aini cukup terkejut karena tidak pernah sekalipun dalam ingatannya, Mamanya mau masuk ke dalam kamarnya. Tapi Aini berusaha menjaga raut wajahnya agar tetap datar.

"Ada apa, Ma?" tanpa basa – basi Aini bertanya.

Mamanya tidak menjawab, tetapi malah menaruk sekotak perhiasan di meja riasnya. Bvlgari Limited Edition. Begitu tertulis di kotaknya. Pasti salah satu koleksi Mamanya. Untuk apa di bawa ke sini? Apakah Mamanya mau pamer? Tetapi Aini bukanlah seseorang yang tergiur dengan perhiasan milik orang lain.

Mamanya masih tidak menjawab dan kini malah terlihat menata rambutnya seakan sedang menilai – nilai. Listia lalu mengelus bahu Aini dengan lembut. Sentuhan itu membuat tubuh Aini menegang karena tidak pernah sedekat ini dengan Mamanya. Aini masih terdiam menunggu jawaban dari Listia.

"Segeralah bersiap – siap dan pakai itu," mata Listia menunjuk ke kotak perhiasan Bvlgari yang sudah tergeletak manis di meja rias. "Inilah saatnya kamu membanggakan Mama dan Papa. Kita akan menemui calon besan. Jangan kecewakan kami, ya?"

Listia berlalu meninggalkan kamar dengan anggun, meninggalkan Aini yang termenung menatap kotak perhiasan itu.

---

"Selamat malam, Tuan Desmond dan Nyonya Listia. Terima kasih sudah menerima undangan makan malam kami yang sederhana ini," Alvaro, yang merupakan Ayah dari Aditya membuka pembicaraan kala Desmond, Listia, David, dan Aini sudah duduk dengan nyaman di kursi mereka.

"Anda terlalu merendah, Tuan Alvaro. Justru kami yang berterima kasih sudah di undang," balas Desmond.

"Terima kasih atas undangan makan malamnya, Tuan Alvaro dan Nyonya Melati," kali ini Listia yang berterima kasih.

"Mari kita nikmati hidangannya," Melati, selaku Ibu dari Aditya mempersilahkan.

Mereka semua makan dalam keheningan yang anggun. Hanya satu orang yang belum hadir, yang merupakan tokoh penting mala mini. Aditya.

"Mohon maaf, karena terjebak kemacetan, Aditya akan sedikit terlambat sampai ke tempat ini," jelas Melati ketika menyadari tatapan penuh pertanyaan dari Desmond dan Listia.

David tidak peduli dan Aini sedari tadi acuh. Mereka berdua sudah tahu maksud dan tujuan kedua orang tua ini bertemu. Apalagi dengan berita heboh yang beberapa hari ini meledak di masyarakat. Inikah kesempatan untuk Aini?

Desmond dan Listia tersenyum memaklumi. Mereka semua lalu larut dalam perbincangan hangat dengan Aini yang berusaha untuk sebisa mungkin fokus dengan topiknya.

"Pa, Ma, Om, Tante," David memotong tiba – tiba dengan nada sopan.

"Aku dan Kakak ingin mencari angin sebentar,"

Alvaro tersenyum. "Silahkan,"

Mendapat persetujuan dari Alvaro, David segera menggenggam tangan Aini untuk bangkit. Aini menurut saja karena dia juga sangat bosan berada di antara percakapan orang – orang tua ini meskipun dia tidak mengerti tujuan David membawanya secara mendadak seperti ini.

David membawanya ke area outdoor restoran. Tidak ada pengunjung lain karena sepertinya restoran ini sudah di booking khusus oleh orang tua Aditya untuk acara malam ini. Mereka semua memang membutuhkan tempat private yang bebas dari media untuk membicarakan hal – hal pribadi seperti ini.

Aini yang Bersemi IndahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang