Bab 10 KKN

7 1 0
                                    

Saat cinta menyapamu, dia akan datang bersama 3 bayangan yang menyertainya.

Masa lalu, masa kini dan masa depannya.

Kalau kata dilan yang terberat adalah rindu, aku ingin menjadi bagian dari rindu itu, kerinduan akan lantunan ayat- ayat Allah yang kau senandungkan, kerinduan akan nasihatmu yang di dasari ilmu. Kau tahu, hari yang paling kutunggu adalah sabtu wage, saat ada simaan Al Qur'an di masjid.

Mendengar suaramu saat simaan Al Qur'an, aku langsung tahu itu kamu. Suaramu menembus tembok kamarku. Setiap ayat yang kau bacakan, hatiku bergetar, getar yang menyadarkanku akan dosa. Dosa yang berselimut kata khilaf yang terus kulakukan. Saat aku tak lagi di Jogja pun, tak kusangka kerinduan itu masih ada.

"Ais, kamu nggak dengar aku ngomong?" Tika menyikut lengan aisyah.

"Hah? Emang tadi kamu ngomong apa?" Aisyah yang menengok kearah Tika yang duduk disampingnya.

"Tuh kan, kamu ngelamun terus sih,"

"Aku nggak ngelamun tik, cuma pemandanganya bagus aja," Aisya memandang lagi kearah jendela mobil yang sedang membawanya ke lokasi KKN. Selama perjalanan Aisyah disuguhkan dengan deretan pabrik rokok, Kudus kota keretek begitulah orang menyebutnya. Terlihat angkutan yang sedang menunggu karyawan pabrik keluar. Perjalanan cukup lama, hampir setengah jam dari pusat kota kudus. Desa colo merupakan desa paling selatan dari kota, letaknya dipegunungan Muria.

"Alhamdulillah, akhirnya sampai juga, badan aku pegel-pegel semua" Ucap danar meregangkan kedua tanganya setelah keluar mobil.

"Ya ampun kenapa nih Hpku, kok ndak ada sinyal," Danar menggoyangkan ponsel yang dipegangnya

"Masa sih?" Rizal memeriksa ponselnya, "Iya lho, ndak ada sinyal"

"Disini memang susah sinyal mas, maklum daerah pegunungan" kata pak supir yang sedang mengeluarkan barang-barang dari bagasi mobil.

"Assalamualaikum, sugeng rawuh mas, mbak" seorang lelaki paruh baya sekitar umur 50an berpakaian batik dibalut sarung menghampiri kami.

"Waalaikumsalam, Pak Kades Colo nggih?" Rizal mengulurkan tangan.

"Nggih leres mas, panggil pak Imron saja," Pak kades mengulumkan senyum.

"Saya Rizal ketua tim KKN UMY, disebelah saya Aisyah, Tika, Danar dan Fikri," Rizal memperknalkan satu persatu diikuti anggukan yang lainya.

"Monggo langsung masuk saja mas, kalian pasti lelah," Pak Lurah berjalan ke rumahnya, kami mengekor dibelakangnya. Selama KKN kami tinggal di rumah Pak Lurah, rumah minimalis bercat hijau berlantai dua, Aisyah dan Tika tidur dikamar lanatai bawah dan para laki-laki dilantai dua.

"Akhirnya bisa rebahan juga," Aisyah merentangkan tubuhnya di Kasur. Hari ini sangat melelahkan, badanya terasa pegal-pegal, untung saja Pak Lurah pengertian langsung mempersilakan mereka untuk istirahat.

"Sama, tapi dingin banget Ais," Tika memperbaiki jaketnya dan langsung meluncur ke kasur.

"Namanya juga daerah gunung Tik, suasanya bikin aku kangen rumah, kangen Abah, ibu" Aisyah memperbaiki posisinya dan memejamkan matanya. Dinginya Desa Colo membuatnya terasa seperti dirumah sendiri, kerinduan akan kampung halaman yang sudah 6 bulan belum pulang.

Habibi QolbiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang