4. Jalan Anggrek

176 21 8
                                    

"Oke, rapat hari ini kelar. Thank you banget Tamara udah effort nyiapin semuanya! Buat Aisha, Jeffery, Cla, Gibran juga thank you. Pokoknya abis ini kalian nurut aja sama Tamara, gue nggak mau denger cerita kalian banyak alasan pas diajak fitting. Terutama lo berdua ya!"

Taruna menunjuk Gibran dan Cla secara berganti-gantian, menandai kedua wajah itu sebagai orang yang dia curigai akan membuat banyak masalah selama persiapan ujian praktik berlangsung. Sejujurnya sikap kedua anak itu cukup membuat Taruna menyesali keputusannya membuat undian peran. Ia jadi lebih was-was dan banyak berpikir ulang: apa sebaiknya Malik saja yang ia jodohkan untuk menikah? Tapi, Malik terlalu receh untuk diajak serius. Dalam situasi yang biasa-biasa saja laki-laki berwajah setengah bule itu selalu gampang tertawa. Apalagi harus berhadapan dengan wajah tegang Toriq nantinya.

Itu bukan solusi.

Mungkin Jeffery atau Johan saja? Salah satu dari mereka pasti bisa diandalkan untuk situasi ini. Tapi peran mereka sebagai orang tua mempelai sudah paling cocok. Ah, harusnya Taruna memilih Davi yang sedikit ambisius atau mungkin Ken si multitalenta.

Laki-laki itu mengamati lagi sosok yang sedang terlibat perbincangan serius dengan Jeffery di depannya.

"Langsung aja, ayo! Yang lain udah pada nungguin." Jeffery menabok punggung Gibran pelan, memberi gestur dagu yang seolah-olah menunjuk kantin belakang.

"Gue mau jemput adek gue dulu di Anggrek," jujurnya.

Ada jalan bernama anggrek yang berisi pertokoan dan tempat-tempat bimbel di sepanjang areanya. Dan setahu Taruna, adik perempuan Gibran memang aktif mengikuti bimbingan belajar di salah satu tempat di sana.

"Lu duluan aja tar gue nyusul," tambah Gibran lagi.

"Lama nggak? Kita bayar lapangan sejam doang."

"Bentar doang gua. Sejam juga dari jam empat kan? Ini masih setengah empat, masih lama." Gibran memukul-mukul arloji di pergelangan tangannya menggunakan jari telunjuk secara dramatis. Meyakinkan lawan bicaranya bahwa waktu setengah jam itu masih sangat lama dan Gibran pasti bisa kembali tepat waktu sesuai waktu yang sudah dijanjikan. "Tar kalo gue belum dateng, suruh Juna aja gantiin dulu."

"Ah tuh kan, mau lama lu ya? Lagian Juna mana mau sih disuruh main dadakan begitu."

"Kan tadi gue bilang kalo. Ya kalo kalo aja gue belum dateng, gantiin dulu. Siapa aja dah yang mau main sono. Gue ke Anggrek doang, sumpah!"

"Siapa mau ke Anggrek? Nebeng dong!" Cla tahu-tahu menyambar obrolan kedua cowok itu disela perbincangannya dengan Aisha dan Tamara yang juga belum selesai.

Taruna yang sempat ingin mendahului kelima anak itu---agar bisa cepat-cepat pulang ke rumah---pada akhirnya tetap berjalan di belakang mereka sampai ujung lorong menuju tangga.

Gibran menyilangkan tangan di depan dada dengan angkuh di samping Cla, lalu berkata,

"sorry, gak menerima tebengan."

Perempuan yang baru mengalami penolakan itu mengikuti gerakan tangan dan ekspresi wajah Gibran. Tak mau kalah. "Pelit banget lo kayak Firaun."

"Eh maap maap aje nih, motor gue itu nggak bisa buat boncengin orang sembarangan. Harus orang-orang yang spesial! Tahu gak lo?" balasnya, kelewat sombong.

Sejujurnya Gibran tidak sungguh-sungguh dengan kalimatnya barusan. Perihal motor yang hanya dinaiki oleh orang-orang spesial itu bohong. Tentu saja. Nenek-nenek tak dikenal di pinggir jalan yang hendak pergi ke pasar juga pernah dia ajak naik. Teman ibunya sehabis arisan juga pernah Gibran antar pulang naik motor itu.

Gibran juga tidak sungguh-sungguh menolak permintaan Cla. Dia hanya sedikit masih merasa kesal atas kekalahan perdebatan mereka sebelum ini.

"Jadi gue nggak spesial buat lo, Bran?" tanya Cla. Kali ini dengan nada yang jauh lebih serius dan lirih, serta pancaran mata yang penuh akan kekecewaan.

Praktek Nikah [HAERYU/SUNSHIN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang