8. Dua Absen Satu Hari

146 21 5
                                    

Ada dua keanehan sekaligus di papan Bank Data Kelas 12-B hari itu. Pertama, untuk pertama kalinya dalam sejarah dunia per-absen-an kelas mereka, nama Malik Kurniawan tercatat tidak hadir dengan keterangan sakit. Yang mana biasanya, penyakitpun enggan menghinggapi tubuh kurus kerempeng penuh dosanya itu. Ibarat seisi kelas terjangkit flu di musim pancaroba, Malik bisa jadi satu-satunya orang yang tidak akan terjangkit. Entah karena imunitas tubuhnya yang terlampau baik, atau memang virus-virus itu terlalu najis untuk mendekat.

Kejadiannya berawal ketika seorang perempuan muda mendatangi kelas mereka demi mengantar sebuah surat izin atas nama Malik tepat setelah bel masuk dibunyikan. Gibran dan teman-temannya baru datang dari kantin saat perempuan itu masih berdiri di pintu kelas, sedang bicara dengan Tamara.

"Siapa yang gak masuk?"

Perempuan judes yang tadi pagi sudah memalak uang mereka tak lantas menjawab pertanyaan kepo Indro setelah si perempuan pengantar surat pergi. Ia berjalan mendekati meja guru, meraih spidol untuk mencatat ketidakhadiran Malik di papan absensi.

"Eh? Yang bener Mar?!" Joshua yang masih berdiri di antara rombongan pendatang dari kantin, melongo melihat apa yang Tamara tulis. "Bercanda lo pasti."

"Lihat sendiri nih suratnya kalo gak percaya!" galaknya. Tamara sepertinya masih menyimpan dendam atas apa yang sudah mereka perbuat di kantin pagi ini: menunda-nunda membayar uang kas. Ah tidak, dalam keadaan senang gembira pun perempuan itu akan tetap seperti itu.

Joshua dan Indro yang pada dasarnya dikaruniai rasa ingin tahu berlebih oleh Tuhan segera meraih surat di tangan Tamara. Ingin memastikannya sendiri secara langsung.

"... bahwa anak kami yang bernama Malik Kurniawan kelas 12-B tidak bisa mengikuti pelajaran hari ini dikarenakan sakit."

"Semalem perasaan masih baik-baik aja, sehat wal afiat dia. Masa tiba-tiba sakit sih kayak bocah abis posyandu." Indro melipat kembali surat yang dibacanya seperti semula, meletakkannya dengan hati-hati di atas amplop surat lain yang entah milik siapa. "Siapa lagi yang gak masuk nih?"

"Sakit apa Malik, Mar?" Joshua bertanya khawatir. Bukan apa-apa. Masalahnya kerangka pembawa acara yang kemarin mereka buat bersama-sama masih dipegang oleh Malik. Laki-laki itu mengajukan diri secara sukarela untuk melanjutkan bagian akhir kerangkanya yang semalam baru sampai sambutan keluarga. Masih cukup panjang untuk mencapai sesi makan rendang.

Tamara menatapnya cukup sinis. "Ya mana gue tau, kan lu temennya." Perempuan itu meraih penghapus papan tulis untuk menghapus nama Yuda di papan, kemudian menggantinya dengan nama Clafara Ayu.

"Ya gue juga gak tau. Semalem dia masih baik-baik aja, she is okay, you know?"

"He bukan she," koreksi Johan yang kebetulan masih berdiri di depan kelas bersama Jeffery, Gibran, dan Tian.

Joshua mengangguk, merasa sedikit sedih sebab biasanya Malik yang akan sigap mengoreksi kalimatnya. "Nah, iya itu!"

"Ijin dia, Mar, bukan sakit." Indro menunjuk papan absensi dengan telunjuk kanan, sementara tangannya yang lain masih memegang sebuah kertas surat.

"Malik gak sakit?"

"Bukan Malik. Cla."

Mendengar nama itu disebut, Jeffery yang tadinya sedang melihat benda-benda lucu di tempat pensil Aisha---yang posisinya duduk di barisan paling depan---langsung menoleh, memastikan. "Lho, anak gue gak masuk?"

Gibran yang tadinya tidak menaruh atensi apapun terhadap ketidakhadiran Cla, mau tak mau mengingat secara otomatis bahwa Cla adalah calon istrinya ketika Jeffery menyebut nama itu sebagai 'anak'. Matanya secara refleks melihat papan absensi, melihat Tamara yang sedang mengganti huruf S menjadi huruf I di samping nama Clafara Ayu.

Praktek Nikah [HAERYU/SUNSHIN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang