same

1.2K 127 37
                                    

H
A
P
P
Y
.

R
E
A
D
I
N
G
.

°°°


"Kalau kamu?"

"Aku?"

Jemari telunjukku tepat menunjuk pada dada yang berbalut baju pasien.

"Aku... Ya, biasa saja, lagian aku disini sudah hampir satu tahun"

Dia menjawab begitu enteng, seperti terbiasa.

Aku hanya mengangguk kecil.

Yah, dia dan aku teman satu kamar, jauh sebelum aku berakhir di kamar ini, dia sudah lama menghuni ruangan ini sendiri.

Dan anehnya, tidak ada satupun yang menjenguknya semenjak hampir satu bulan aku di rawat, kenapa ya?

Kami Sama.

Dia dengan leukemianya dan aku dengan jantungku yang kayaknya udah capek.

Sama-sama punya kelainan alias Penyakitan, hahaha Tuhan ngga adil sama kami.

mama sering marah kalo aku nyebut Tuhan ga adil, kata mama aku cuma sakit bentar, nanti sembuh, ngga boleh ngomong Tuhan ga adil, kata mama biar dosa-dosaku yang banyak bisa terangkat, tapi ini udah hampir setengah tahun aku bolak-balik jadi langganan inap rumah sakit, apanya yang sebentar, setiap hari harus minum segenggam obat yang pahitnya luar biasa, gak boleh kecapean, nggak boleh kaget dikit aja, gerak dikit dada langsung sakit, terus apanya yang bentar.

Tapi ada satu perbedaan di antara kami, aku yang sering ngeluh dan dia yang masih tetap tersenyum cerah meskipun harus sering cuci darah, keluarganya ga pernah datang, apa-apa sendiri atau di bantuin suster, sesekali mama juga sering bantu dia, sering mama memanggil Dokter akibat dirinya yang kolaps, tapi dia ngga pernah ngeluh, ngga sama kayak aku yang ngeluh terus, padahal di sini selalu ada mama sama papa yang gantian nemenin aku.

Aku jadi merasa ngga bersyukur, juga berkat aku sakit mama sama papa juga bisa sering ketemu walau cuma bicara seadanya aja.

Udah ga papa, jangan kasihan.

Oh ya, dia suka melukis ternyata.

Akhir-akhir ini dia sering mengeluh karena selang-selang yang menusuk di mana-mana, jadi mau tidak mau dokter mengistirahatkan sebentar pemasangan selang-selang itu, dan setiap kali selang transfusi darah itu di buka, dia selalu ngambil kanvasnya, disanalah kalau aku tau dia suka melukis.

Aku sempat bertanya untuk Apa kursi dan Easel kayu di sudut ranjangnya, ternyata untuk ini.

Aku melangkah kecil, menyesuaikan tubuhku agar tidak sempoyongan--- soalnya badanku kenapa bisa lemes banget kayak gini---mencoba mendekat ke arahnya.

Setelah menyadari keberadaanku, dia berbalik dengan senyum kotaknya yang mengembang, meletakkan kuasnya di atas palet cat, menarik satu kursi untuk aku duduk di sampingnya.

"Kenapa kesini? Nanti Jatuh"

"Ngga kok, aku mau lihat dari dekat" pelan aku mendudukkan diri di atas kursi yang masih di peganginya agar ngga bergeser.

[M] Amor Fati : Kumpulan One shot, Two Shot (KTH X LM)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang