satu - pegat

1K 105 14
                                    

Semua orang pasti setuju, putus cinta itu hampir selalu nggak enak. Apa lagi kalau putus di fase lagi sayang-sayangnya, oh jelas bikin patah hati berat.

Selama dua puluh lima tahun hidup, Brina Ayu Candrarini cuma pernah pacaran tiga kali. Satu kali pas SMA, satu kali pas kuliah, dan yang terakhir pas dia mulai masuk dunia kerja alias masa sekarang. Yang mana artinya, tiga kali juga dia mengalami patah hati waktu hubungannya harus berakhir.

Untuk alasannya, yang pertama Brina pernah diputusin karena mantannya harus kuliah ke luar negeri dan nggak mau menjalani hubungan jarak jauh. Terus yang kedua putusnya karena hubungan Brina dan mantan merenggang akibat sama-sama sibuk dengan urusan masing-masing.

Tapi dua pengalaman itu nggak ada apa-apanya kalau dibandingkan dengan pengalaman terakhir yang baru aja kejadian semalam.

"Kalau aku ngajak kamu udahan, kamu bakal benci aku nggak?"

Dinar Adhyaksa Rahandika, Mas Dinar, cowok yang udah Brina pacarin sejak dua tahun lalu, semalam ngomong gitu.

Brina jelas kaget. Sama sekali nggak nyangka Dinar akan nanyain itu di saat posisinya mereka masih ada di dalam mobilnya Dinar yang parkir di depan kosnya Brina, dan mereka baru bulang nge-date seharian. They had fun on that date. Mereka nggak ribut, nggak ada masalah apapun.

"Kok ngomong gitu sih, Mas? Nggak lucu kalo kamu mau nge-prank aku."

Masalahnya, Dinar nggak kelihatan bercanda. Cowok yang tiga tahun lebih tua dari Brina itu justru menundukkan pandangannya, nggak mau melihat ke arah Brina, dan kelihatan sedih. Saat itu Brina langsung tau kalau Dinar serius.

"Kamu beneran mau ngajak aku udahan? Putus?"

"Maaf..."

"Mas, aku ada salah apa sama kamu? Kok tiba-tiba gini?"

"Kamu nggak salah apa-apa, Brina."

"Terus kenapa tiba-tiba kamu mau putus? Apa jangan-jangan kamu ada yang lain? Kamu selingkuh?"

"Demi Tuhan, nggak ada yang lain. Aku nggak akan pernah selingkuh dari kamu."

"Ya, terus kenapa, Mas?" Tanpa sadar suara Brina mulai meninggi. Di sini Brina belum sedih, belum patah hati. Dia justru kesal karena merasa Dinar nggak jelas. Tiba-tiba ngomong minta putus tapi penjelasannya setengah-setengah.

Akhirnya, Dinar yang semula cuma nunduk, balik liat ke Brina lagi. Demi apapun, Brina kaget karena liat kedua mata Dinar sudah basah oleh airmata. Walau kondisi mobil remang karena malam hari dan pencahayaan mereka cuma dari cahaya bulan dan lampu jalan di depan, tapi Brina masih bisa liat kalau Dinar memang nangis.

Dinar Adhyaksa Rahandika, pacarnya yang super manly, badannya tinggi dan gede karena rajin gym, keren, tengil, mantan playboy SCBD, nangis di depan dia malam itu. Sejak mereka pacaran, ini pertama kalinya Brina liat Dinar nangis.

Di sini Brina baru mulai panik dan sedih. Kalau Dinar sampai nangis begitu...berarti masalahnya serius.

"Jujur, aku juga nggak mau begini, Brin. I really love you and I think I can't picture my future without you in it. Tapi aku nggak punya pilihan lain dan harus selesai sama kamu."

"Kenapa?"

"Sebenernya, dari awal keluargaku nggak setuju sama hubungan kita. Terutama ibuku, Brin."

Brina speechless. Dingin langsung merambati telapak tangannya, sementara jantungnya berdetak kencang dengan cara yang nggak nyaman. Brina pun cuma diam waktu Dinar meraih tangannya untuk digenggam erat.

"Maaf. Selama ini aku nggak pernah bilang sama kamu karena aku nggak mau bikin kamu khawatir dan jadi kecil hati."

"Mas...kalau dari awal kamu taunya gitu, harusnya kamu bilang supaya aku bisa mundur. Supaya kita nggak buang waktu, supaya kita nggak sampe sejauh ini."

Gara-Gara WetonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang