"Tadi Aidan udah tipsy, dia juga sibuk sama yang lain makanya gak notice telepon kamu. Jadi, aku yang jawab...dan jemput kamu."
Itu jawaban dari Jevin atas pertanyaan yang bercokol di kepala Brina tadi. Akhirnya Brina baru ingat kalau malam ini Aidan memang berencana nongkrong di Skye bareng gengnya di kantor. Tapi Brina agak nggak menduga kalau Jevin juga turut serta.
What a coincidence.
"Aidan tau?"
"Enggak. Dia lagi sibuk sendiri, aku juga nggak sempet bilang karena buru-buru."
"I see. Thanks, Je."
"No need to, aku emang khawatir. Kamu beneran nggak apa-apa?"
Jelas Brina jauh dari kata nggak apa-apa, tapi dia cuma menganggukkan kepala sebagai jawaban. Jevin nggak perlu tau soal itu, walau Brina rasa Jevin juga bisa menebaknya.
Sekarang mereka masih di perjalanan menuju kos Brina, padahal sudah satu jam lebih berlalu. Brina tau kalau Jevin sengaja menjalankan mobilnya berputar-putar karena menunggu hujan reda. Tau kalau Brina nggak akan bisa tenang jika sendirian di kosnya dalam keadaan hujan deras berpetir begini.
Brina pun nggak protes. Dari awal dia dijemput Jevin sampai sudah duduk di mobil lelaki itu, Brina nyaris nggak bicara apapun. Jevin juga nggak mengajak Brina bicara, membiarkan saja Brina tenggelam dalam pikirannya sembari mendengarkan musik dari Airpods Max Jevin yang membuatnya nggak bisa mendengar yang lain, termasuk gemuruh petir di luar sana.
Airpods Max yang menyumpal telinganya itu baru Brina lepas setelah dia sadar intensitas hujan sudah berkurang dan di langit sudah nggak kelihatan kilat lagi.
Brina merasa kehabisan energi. Andai nggak ingat untuk mengucapkan terima kasih pada Jevin yang mau repot-repot menjemputnya, Brina pasti nggak akan bilang sepatah kata pun sampai mereka tiba di tujuan.
"Bri.."
Brina yang semula sudah kembali menghadap ke jendela menoleh lagi pada Jevin yang memanggilnya.
Jevin melirik Brina sebentar, terus kembali fokus ke jalanan di depan, membuat Brina jadi disuguhi pemandangan side profile Jevin yang sedang menyetir. He looks so damn fine, tapi Brina terlalu kehabisan energi untuk memikirkan soal itu.
"Mau cerita detailnya kamu tadi kenapa?"
Napas Brina terhela lirih. Baru sadar kalau dia memang belum menjelaskan apapun pada Jevin, kecuali penjelasan di telepon tadi yang itu pun seharusnya ditujukan untuk Aidan.
"Kalau nggak mau cerita juga nggak apa-apa." Jevin menambahkan karena merasakan keengganan Brina.
Tapi Brina sadar kalau Jevin pantas dapat penjelasan.
"Ya gitu, Je, kayak yang kubilang di telepon. Di bus tadi ada yang pegang-pegang aku, dan ada saksinya juga. Terus yaudah aku lawan dia, jadinya ribut. Tapi udah beres sih, udah diurus pihak Tije juga."
Jevin terdengar berdecak kesal. "Terus pelakunya gimana?"
"Aku nggak mau memperpanjang masalah, jadi milih damai dengan syarat pelakunya di-blacklist dari Transjakarta dan mukanya disebar di medsos."
"Nggak lapor polisi?"
"Males, Je. Ribet. Sad bitter truth-nya juga di sini kasus sexual harassment kayak gitu masih dianggap masalah sepele, kan?"
Jevin nggak mendebat, sadar kalau pendapat Brina itu ada benarnya.
"Tapi kejadian tadi pasti bikin kamu trauma."
KAMU SEDANG MEMBACA
Gara-Gara Weton
RomanceGara-gara weton, Brina diputusin pacarnya. Gara-gara diputusin pacarnya, Brina patah hati berat dan nyaris nggak mau percaya cinta lagi. Tapi ternyata semesta baik hati, soalnya Brina nggak disuruh berlama-lama patah hati. Muncul Lingga, cowok spek...