Esa menatap kearah keramaian dari lantai atas sebuah gedung hotel ini. Masih pukul 10 pagi dan dia belum sarapan sama sekali tapi sudah harus mengurus pekerjaan nya sejak jam 6 pagi tadi. Apalagi kalau bukan menangkap para penjahat yang meresahkan.
"Pak, mereka sudah dipindahkan kedalam mobil," tutur seorang petugas kepolisian.
"Ya, duluan saja. Saya mau makan," jawab Esa.
"Baik pak." Petugas kepolisan itu pun pergi.
5 menit kemudian setelah merasa cukup Esa turun menuju restaurant kecil yang ada disebrang hotel ini. Perutnya sudah meminta makan sebelum panggilan lain membuatnya bergerak.
Dia adalah Esa, seorang intel polisi yang baru dipindahkan dari kota Keling ke kota Kincir 1 tahun yang lalu. Dalam kepolisian dia dikenal sebagai Ipda Mahesa S.in atau burung hantu yang kehadiran nya tu kayak hantu. Tiba-tiba ada tapi juga bisa tiba-tiba menghilang.
"Buk, nasi komplit satu," ucap nya, penjual itu mengangguk.
Selama menunggu makanan nya tiba, dia membuka ponsel nya. Membuka galeri foto yang menampilkan sesosok wajah yang dulu pernah bersama nya.
Seorang wanita cantik yang tengah tersenyum manis saat dia foto. Seorang wanita ekspresif yang menunjukan cinta nya dengan sentuhan itu tak berhasil membuat Esa move on darinya.
"Apa kabar, Yu? setelah tiga tahun aku pikir dapat melupakan mu ..." lirih nya.
"Kalau dilihat dari umur pasti kamu sudah menikah, punya seorang anak dan menikah dengan pria yang disetujui ibu mu, 'kan?" lanjut nya.
"Aku bahkan masih betah sendiri, ntah apa yang ku tunggu. Mungkin saja karma untuk ku karna meninggalkan mu, aku egois."
Esa mengulirkan lagi foto itu, dia masih menyimpan banyak foto yang berhubungan dengan mantan kekasih nya, Ayu. Ada perasaan tak ikhlas dan sesal dilubuk hati nya tapi saat itu perasaan nya kalah oleh keegoisan otak nya yang berujung perpisahan menyakitkan.
"Permisi, ini makanan nya," ucap pemilik restaurant.
Esa memasukan kembali ponsel nya kedalam saku celana, otaknya mengatakan tak ada gunanya mengingat kejadian yang sudah lama dan perasaan nya kembali kalah lagi. Dengan cepat Esa memakan makanan nya sebelum sebuah panggilan berdering.
'Macan Hitam call'
"Firasat ku tak pernah salah, baru juga selesai makan ada lagi kerjaan," gumam nya.
"Siap pak!" ucapnya dengan tegas.
"Kau lagi dimana?" tanya Macan Hitam yang tak lain adalah atasan nya, Kombes Pol Wawan Setiawan.
"Masih disekitaran Hotel Puncakarta pak," jawab Esa.
"Sekarang kau pergi ke daerah pasar utama, disana ada yang melaporkan temuan mayat tak dikenal. Pergilah kesana dan cari tau."
"Baik, siap pak!" jawab Esa lalu telpon pun dimatikan sepihak.
Dengan bergegas Esa membayar makanan nya lalu pergi ke tkp. Jalan utama terasa agak lenggang dari jam biasanya. Cuaca hari ini lumayan cerah.
Selama perjalanan menuju pasar, Esa mengeluarkan sebatang rokok yang dia sukai lalu menghisap nya. Obat stress bagi dirinya adalah merokok, padahal dulu dia bukan perokok aktif.
"Dulu, obat stress ku adalah melihat Ayu tersenyum manis pada ku ..." lirih nya.
Saat memasuki kawasan pasar yang masih ramai, Esa memarkirkan mobil nya disalah satu parkiran mobil. Dia keluar dengan tergesa-gesa ketika junior nya— Dimas mengirimkan lokasi penemuan mayat itu.

KAMU SEDANG MEMBACA
Kota Mati
Gizem / Gerilim"Ddrrrttt .... ddrrrttt ... ke ... pada selu ... ruh ddrrtrt ... warga sa- saya ... to ... ddrrtttt ... long berlin ... dung ... ddrrrtt ... tem-pat ... hhaaahh ... yang a ... ddrrrttt ... aman! ... aaahhh!! ... tolong ... dddrrttt ... tolong saya...