Meskipun komennya bukan 100 komen dari 100 orang ya nggak papa dehh, ini kutepati janjiku yaaa buat update setelah ada 100 komen hihiii. Makasih buat yang udah berusaha keras demi kemaslahatan bersama :D
***
Zakki terbangun dengan hati tak karuan. Bukan karena mendapati bahwa ia kali ini sendirian tanpa satu pun keluarganya. Tapi karena mimpi buruk yang terus menerus menyerang alam bawah sadarnya.
Pemuda itu bergerak gelisah. Jemari pucatnya menjulur, memencet tombol darurat agar ia mendapat pertolongan secepatnya. Ia sadar bahwa rasa sakit yang menjalar di dadanya sudah kelewat biasa ia rasakan.
Tak lama kemudian, pintu ruangannya terbuka, memperlihatkan seorang dokter yang masuk dengan senyum cerah bersama beberapa perawat di belakangnya. "Zakki, udah bangun?"
Zakki mengangguk, lalu tanpa basa-basi lagi, dia memaksakan diri untuk bersuara di balik masker oksigennya. "Karan di mana, Dok?"
***
"Mas Arlan nyusul ke sini, Pa." Kaiv mendesah sedih sambil menoleh ke arah ayahnya yang sedang terdiam pasrah di sebuah lobi rumah sakit tempat mereka mencari keberadaan Karan.
Arjuna menunduk, memijat pelipisnya. "Anak itu. Dia belum pulih tapi nekad banget."
"Dokter Kairo yang nemenin Mas Arlan dan lagi, dia memasang korset penyangga di tubuh Mas Arlan. Semuanya akan baik-baik saja, Papa. Tenanglah. Ayo kita cari Karan lagi."
Arjuna mengangguk setuju. Kedua pria itu lantas kembali bergerak meninggalkan rumah sakit ketiga yang baru saja mereka datangi untuk mencari keberadaan Karan.
Dini hari tadi, setelah Arjuna siuman dari pingsannya, mereka memutuskan untuk berpencar mencari. Mereka yakin, Karan pasti berakhir di rumah sakit dengan kondisinya yang tak memungkinkan seperti itu.
Kaiv sudah menceritakan betapa parahnya luka yang Karan dapatkan malam itu. Arjuna jadi semakin terpuruk, ia masih ingat bahwa ia sudah menambah luka di tubuh Karan dengan perlakuan kasarnya.
Kini, yang bisa ia lakukan hanya berdoa dalam diam. Ia berharap tak terjadi apa-apa dengan Karan di luar sana.
"Karan ...." Arjuna menangis lagi. Kepalanya bersandar ke kaca mobil, tubuhnya bergetar menahan penyesalan yang tiada terperi. "Maafin papa, Karan. Kamu di mana? Papa akan jemput kamu. Kita akan hidup bersama-sama setelah ini, Karan. Papa akan menjemputmu, tunggullah sebentar lagi."
Kaiv menelan ludah sambil terus memaksa otaknya bekerja keras, mengemudikan mobil dengan benar dan memikirkan kemungkinan di mana Karan berada.
Pakde Haryo mencarinya ke makam Prayoga, tapi katanya Karan tidak ada di sana. Ragil dan Kalin yang berada di mobil terpisah juga sudah mengabari bahwa sampai detik ini mereka masih belum menemukan Karan.
"Kaiv ...."
Kaiv menoleh ke arah Arjuna yang memanggilnya dengan lesu. "Ya?"
"Jika terjadi apa-apa dengan Karan, izinkan papa buat pergi menyusul mamamu ya."
"Papa!!!"
"Papa udah nggak tahu lagi bagaimana caranya menatap dunia setelah ini, Iv. Papa sangat berdosa. Papa udah membuat semua orang yang papa sayangi menderita. Papa membiarkan ibumu berkorban sendirian. Papa juga sudah menyakiti hati adikmu. Papa membiarkan mereka menderita sementara papa hidup dengan sangat baik di saat mereka menangis sendirian."
Tangan Kaiv meremas kemudinya, bibir ranumnya bergerak tipis, menimbulkan senyum miris yang menebas hati Arjuna ketika melihatnya. "Oke. Kita susul mama sama-sama."
KAMU SEDANG MEMBACA
LOST TALES
General FictionKaran hidup bersama dongeng tentang matahari tenggelam yang menguatkannya sepanjang waktu. Kata ayah, manusia dan perasaannya itu seperti senja. Bergantian, tidak kekal, dan berubah. Tapi, saat ayahnya meninggal, Karan baru sadar bahwa ada dongeng y...