Hari ini semua dikejutkan oleh tampang Karan dan Zakki yang kacau. Wajah keduanya lebam, walau muka Zakki tak separah milik Karan. Semua anak mempertanyakan penyebabnya, tapi keduanya sama-sama bungkam. Mereka serempak merasa prihatin. Beredar asumsi bahwa Zakki dan Karan baru saja bertengkar dan berkelahi. Awalnya mereka sangsi mengingat akhir-akhir ini Zakki dan Karan sudah berbaikan dan terlihat akrab.
Namun, sikap keduanya yang mulai saling mendiamkan dan kembali renggang, membuat anak-anak membenarkan asumsi itu.
Karan sudah berkali-kali minta maaf dan memohon agar Zakki tak gegabah dalam mengambil keputusan, tapi rupanya Zakki tetap yakin bahwa menjauhi dan mendiamkan Karan adalah jalan terbaik.
Dua hari berlalu sejak kejadian itu, bekas tamparan Nicho di wajah Zakki mulai mereda. Lain halnya dengan Karan, anak itu sampai harus rela meninggalkan bagian frontline di tempat kerjanya karena manager tak rela memperlihatkan pekerja yang sedang babak belur di depan pengunjung.
Malam ini, di tempat biasa, Zakki bertemu lagi dengan Nicho untuk menyerahkan uang terakhir yang ia punya sekaligus berpura-pura mengatakan bahwa Karan tidak lagi menjadi alasan mengapa ia harus terus menerus memenuhi permintaan Nicho.
"Ini yang terakhir kali, Nic. Gue udah nggak punya uang lagi." Zakki melempar amplop cokelat yang sedari tadi dia bawa di balik saku jaketnya ke meja di depan Nicho.
Nicho memungutnya dengan sok. Lalu menghitungnya sambil menyeringai. "Segini doank kekuatan lo yang katanya mau ngelindungin adik tiri lo itu? Payah lo ah!"
"Kalau iya kenapa?" Zakki mengangkat wajah, menantang balik.
"Lo nggak papa kalau besok lo nemu Karan udah berubah jadi mayat?"
Sebenarnya Zakki sedikit gentar, tapi berhubungan dengan Nicho membuat keberaniannya untuk menyembunyikan ketakutan jadi meningkat. "Silakan aja. Lo lakuin apa yang lo suka dan lo mau. Gue udah nggak peduli. Lagian, kalau dipikir-pikir lagi Karan juga cuma adik tiri gue."
Nicho terperangah sesaat, tapi kemudian dia beranjak dan mendekati Zakki dengan geram. "Lo ngeremehin gue? Lo pikir gue cuma main-main sama lo? Lo pikir gue cuma main-main sama omongan gue?"
Senyum dan cibiran yang khas terlontar dari bibir Zakki, dia menggumam hal yang tak Nicho dengar dengan jelas tapi kemudian berujar, "Gue bilang juga apa tadi, Nic. Lo lakuin aja semua yang lo mau. Lo mau bunuh Karan, lo mau buang mayatnya ke laut, atau motong-motong tubuhnya gue juga nggak peduli. Silakan aja lo lakuin!"
"Bagaimana kalau video yang sampai saat ini masih ada di ponsel gue, gue sebar ke internet? Biar karir bokap lo hancur dan kalian jatuh miskin?"
"Lo pikir semudah itu lo bisa ngejatuhin bokap gue? Pikir-pikir lagi lah, Nic. Kira-kira orang bakalan lebih mihak ke siapa? Ke dokter sebaik bokap gue atau ke anak DO yang hidup jadi preman kayak lo?"
Nicho tersenyum lalu tertawa sambil menunjuk-nunjuk dada Zakki dengan keras, ia mulai tersulut emosi rupanya. "Lo rupanya belum paham betapa dunia ini bisa begitu jahat dalam sekejap mata, Ki. Lo lupa bahwa gara-gara lo, gue udah hidup tanpa takut sama apa pun lagi. Berkat lo, gue ... hidup tanpa rasa takut. Kalau lo mau bikin nyali gue ciut, sayangnya itu cuma mimpi. Lo nggak akan berhasil." Mulut Nicho berdecak lalu meludah, membuang kegetiran yang tiba-tiba menjalar dari perut ke kerongkongannya.
"Jangan terlalu memanjakan diri di rumah aja makanya lo, Ki. Sekali-kali lo harus tahu bahwa di luar sana ada kehidupan orang baik yang hancur karena fitnah seujung kuku. Orang-orang itu jahat semua, mereka akan tetap menyudutkan lo walau mereka sadar apa yang mereka tonton dan mereka baca itu hanya manipulasi! Seperti itulah kira-kira yang akan gue lakukan terhadap bokap lo. Hahahahaha."
KAMU SEDANG MEMBACA
LOST TALES
Fiction généraleKaran hidup bersama dongeng tentang matahari tenggelam yang menguatkannya sepanjang waktu. Kata ayah, manusia dan perasaannya itu seperti senja. Bergantian, tidak kekal, dan berubah. Tapi, saat ayahnya meninggal, Karan baru sadar bahwa ada dongeng y...