Pagi ini cuaca berkabut dan dingin, Ayunna Ghreya Atharall, gadis yang kerap dipanggil Yunna, sedang merutuki dirinya yang lupa memakai jaket. Posisinya sekarang sedang dibonceng ayahnya menuju ke sekolah.
Sebenarnya, Yunna bisa saja naik motor atau sepeda sendirian. Namun karena suatu kejadian buruk di hari ulang tahunnya, Yunna tidak ingin naik sepeda lagi. Jika ia diberi pilihan jalan kaki atau naik sepeda dari rumah menuju sekolah, tentu Yunna akan memilih jalan kaki. Lagipula, jarak antara rumah ke sekolah tidak terlalu jauh.
"Yunn, kamu gak pakai jaket ya?" tanya Yolan, ayahnya.
Yunna menggelengkan kepalanya. "Lupa yah, padahal tadi sudah kusiapkan di kasur, tapi akhirnya nggak terpakai juga."
"Ayah bawa jaket, ada di tas bagian belakang. Coba kamu pakai saja daripada kedinginan."
Yunna mengangguk kemudian membuka tas yang sudah terletak di punggung ayahnya. Ia membuka resleting tas bagian belakang dan menemukan jaket abu-abu milik ayahnya.
Yolan menepikan motornya dan berhenti agar Yunna bisa memakai jaketnya dengan benar.
"Sudah terpasang, lanjut yah," ujar Yunna usai memakai jaketnya.
Yolan kembali melajukan motornya. Jika boleh jujur, saat berangkat sekolah, Yunna lebih suka diantar ayahnya daripada bundanya. Karena setiap Yolan yang mengantar, maka Yunna selalu dibawa melewati jalanan yang ada sawahnya dan memiliki pemandangan indah. Hal itu dapat membuat pikiran Yunna lebih tenang dan segar.
Melewati segerombol padi yang mulai menunduk dan menguning, juga melihat burung pipit yang terbang kesana kemari mencari makan adalah pemandangan yang Yunna saksikan saat berangkat bersama Yolan. Tak lupa mendengar ocehan Yolan yang membahas tentang filosofi padi, ah ayahnya ini benar-benar mencerminkan lulusan pecinta alam.
🌾🌾🌾
Tak terasa motor Yolan sudah berhenti tepat di depan gerbang sekolah. Yunna turun dari motor kemudian mencium punggung tangan Yolan sebagai tanda berpamitan dan meminta doa.
"Belajar yang sungguh-sungguh, jangan urusi percintaan dulu. Nanti pasti ketemu kok kalau sudah waktunya," pesan Yolan kepada putri semata wayangnya.
Yunna mengangguk kemudian melambaikan tangannya. Yolan tak tahu saja bahwa Yunna sering membawakan hadiah dan surat cinta untuk gebetannya dari SMP, Bian Anggara Putra.
Masuk ke kelas, yang Yunna lihat barulah Thesania Aurel, teman sebangkunya. Itupun ia sedang tidur pulas dengan kepala yang ditutupi jaket.
Thesa terbangun karena pendengarannya terusik oleh suara kursi yang Yunna turunkan dari meja. "Hai Thesa, maaf kalau mengganggu tidurmu," sapa Yunna.
"Gapapa santai aja, lo bawa apanih hari ini buat Bian?"
"Cokelat batang, sama love letter dong pastinya," jawab Yunna sambil mengeluarkan satu buah cokelat batang yang sudah diberi pita dan juga amplop kecil berisikan surat cinta.
"Bian lo kasih cokelat mulu apa nggak dibetes dianya? Emang selalu dimakan sama Bian?" Thesa bertanya sambil melipat jaketnya.
"Kayaknya dimakan, kalaupun enggak pastinya disimpan lah, ditaruh di kulkas. Lagian Bian pasti tahulah aku belinya dengan penuh effort."
Thesa menggelengkan kepalanya, heran melihat tingkah teman sebangkunya yang sudah dimabuk asmara. Ia menepuk punggung Yunna, "Ingat Yunn, jangan jatuh terlalu dalam. Nanti sakit."
Yunna mendengus kesal kemudian memasukkan cokelat batang dan amplopnya ke dalam laci, ia akan memberikannya pada Bian saat istirahat.
"Aku mau ke UKS dulu, mau ketemu Bella. Kamu ikut nggak Sa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
MEMORABLE (Hiatus)
Teen FictionYunna yang saat itu sedang menyukai teman sekelasnya, Bian, justru dipertemukan dengan seorang adik kelas yang childish dan selalu menjadi perbincangan guru, Haidane. Bahkan Yunna pernah tak sengaja mendapatkan lemparan sepatu dari Haidane yang mem...