Pagi ini adalah hari ketiga perkemahan di perbukitan dataran hijau, desa Ronla. Yang mana di hari ini juga hari penutupan kemah. Sebelum upacara penutupan, pihak OSIS membuat wide game untuk dimainkan sebagai asah kekompakan tiap individu. Setelah itu mereka diminta untuk bergotong royong membereskan tenda-tenda dan membersihkan lingkungan sekitar perkemahan.
Upacara penutupan pun langsung digelar di lapangan hijau nan luas yang mana sebelumnya adalah tempat tenda-tenda perkemahan siswa-siswi Driyakara didirikan.
Upacara ditutup dengan tepukan tangan yang meriah, mereka segera diarahkan masuk ke dalam bus. Aqeela tak mau ambil pusing, dia tak membiarkan salah satu dari 2 lelaki yang sedang berdiri di depannya untuk duduk di bangku kosong sebelahnya.
"Gue mau sendiri, lo berdua duduk disana aja" tunjuk Aqeela pada dua bangku yang belum di isi siapapun.
"Gue gamau duduk sama Rangga" keluh Rayan.
"Gue juga gamau" balas Rangga.
Muak melihat keduanya berdebat, mata Aqeela menangkap kedatangan Mala yang baru saja masuk ke dalam bus, ternyata Mala satu bus dengannya kali ini. Dengan cepat, Aqeela memanggilnya dan Mala langsung disuruh duduk.
"Gue senang banget, lo juga di bus ini"
"Bus untuk anak IPS kepenuhan, jadi gue disuruh kesini. Padahal sebelumnya cukup aja" jelas Mala.
"Gapapa, disini aja"
Rangga menyerah dan langsung duduk di bangku yang tersisa, Rangga tau alasan kenapa Aqeela bersikap seperti ini, tapi Rangga bisa tenang Aqeela ada teman disampingnya. Namun Rayan masih berdiri membeku disana, dia malah berharap Mala pindah duduk bersama Rangga.
"Ray.. duduk sana aja, gue udah ada temannya kok, Lo gausah khawatir"
"Tapi gue-"
"Udah, Lo sama Rangga aja ya" ucap Aqeela perlahan agar Rayan bisa menerima.
Rayan berjalan menghampiri Rangga yang sedang memakai earphone di telinganya. Rangga merasa terusik saat seseorang menarik paksa earphone yang sedang ia gunakan. "Woi! Gue manggil nama lo dari tadi, gak dengar-dengar"
"Bisa sopan sedikit? Gue lebih tua dari Lo"
"Sorry, kita cuma beda beberapa bulan. Jadi minggir.. gue mau duduk disini!" tukas Rayan membuat Rangga kesal, Rangga sadar pertengkaran mereka tak luput dari penglihatan Aqeela. Jika Rangga meladeni ucapan Rayan, ia justru terlihat ke kanak-kanakan. Akhirnya Rangga memilih pindah ke bangku sebelah, berpikir seperti pria dewasa pada umumnya.
***
3 jam berlalu, Bus mereka telah sampai di lapangan luas sekolah Driyakara. Aqeela menahan tawanya melihat 2 lelaki yang saling menopang dalam tidurnya, mereka terus bertengkar sebelumnya dan momen ini harus diabadikan. Disaat para siswa-siswi lain mengantri untuk turun, Aqeela sibuk memotret 2 temannya itu.
Rangga perlahan tersadar, samar-samar ia melihat Aqeela ada dihadapannya dan Rangga langsung membuka matanya.
"Seharusnya Lo sama Rayan akur kaya gini" ucap Aqeela memperlihatkan foto di ponsel.
Rangga yang akhirnya sadar langsung menjauhkan kepala Rayan dari tubuhnya.
"ADUH!"
"Sakit tau"
"Eh Ga! Kasihan Rayan-nya"
Rangga memaksa keluar dari bangku, mendorong kaki Rayan yang menghalanginya. "Biarin aja, itu gak sakit. Ayo kita keluar" Rangga meraih lengan Aqeela.
Baru satu langkah turun dari bus, Rangga melepas genggaman tangannya. Ia merasakan rasa panas pada tangan Aqeela, Rangga segera memeriksa dahi dan leher sepupunya itu.
![](https://img.wattpad.com/cover/281106683-288-k672014.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Rasa Dan Takdir
Roman pour Adolescents(DALAM TAHAP REVISI) Aqeela Yianqa tak bisa mengungkapkan perasaan karna penyakit yang ia derita. Rangga sepupunya dan Rayan, lelaki blasteran inggris selalu memberi cinta dan perlindungan untuknya. Sampai ketika, sebuah fakta mengejutkan terkuak, m...