"Huuuuh tadi itu hampir saja, untung larimu cepat kalo tidak...," memegang lututnya dengan nafas yang belum bisa di atur.
"Bisa ketahuan terus mereka akan membuat kita tidak berkutip lagi," kata Riana merinding.
"Benar, apa lagi kalo melihat muka oppa Veren yang dingin pas lagi marah," mulai berhayal wajah Veren selama beberapa detik.
"Iiih serem juga ngebayangkanya. Kaaaaabuuuurrrr," kata mereka lalu berlari kencang.
Mereka berlari hingga keluar sekolah dengan wajah yang ketakutan seperi di kejar hantu, dan akhirnya mereka sampai di halte bus, untuk menunggu bus.
"Hey kamu tidak mau naik bus saja bareng aku?"
"Tidak usah aku tunggu taxi aja, soalnya aku tadi naik taxi juga."
Bus pun datang dan Riana masuk ke dalam bus sambil melambaikan tangannya. "Hati – hati...," saut Liona dengan wajah manisnya. Beberapa saat kemudian dia melihat Veren yang sedang menunggu taxi, jarak mereka sekitar 4 meter dari Liona berdiri. Walau cukup jauh tapi jantung Liona tetap berdegup kencang. Liona terus terfokus kepada cowok yang ia sukai itu dari kejauhan sampai lupa kalau dia harus mencari taxi. Liona melihat tubuhnya yang tegap dan tinggi, angin meniupkan rambut pirangnya dan matahari senja yang menyinari wajahnya. Pemandangan yang menyejukan mata gadis berambut sebahu itu.
Begitu indah pemandangan ini, aku tak perlu berjalan jauh ke luar negeri untuk melihat pemandangan yang indah dan sekeren ini, eh aku mikir apa sih sadar Liona ingat kau sedang menunggu taxi batinnya terkesimak lalu tersadar dalam seketika.
"Eh taxi!" teriaknya lantang lalu sebuah taksi berhenti di hadapannya, tanpa basa-basi Liona langsung masuk ke dalam. Dalam sekejap taxi itu menancapkan gasnya lalu pergi menjauh meninggalkan Veren yang masih menunggu.
Veren mendengar suara cewek yang memanggil taxi di sebelah kirinya yang hanya berjarak 4 meter dari dia berdiri, dan ia melihat wajahnya dengan jelas. "Siapa itu. Sepertinya ku kenal ... Ne itu Liona, ternyata dia naik taxi juga heh. Taxi..." Verenpu menaiki taxi itu dan pergi menuju rumahnya. Selama beberapa menit, ia pun sampai di rumah.
Veren keluar dari taxi dengan wajahnya yang cool. Kebayangkan gimana? Rumah yang besar hampir seperti istana yang megah yang berwarna cream dan coklat dengan halaman yang luas ia juga mempunyai 2 mobil di dalamnya, satu mobil sport dan satunya mobil biasa. Tapi Veren memilih naik taxi dari pada membawa mobil ke sekolah karena dia tak mau menjadi pusat perhatian siswa siswi di sana. Veren pun masuk ke dalam rumah, dan disambut dengan hangat oleh Choi Yena yang sedang duduk di sofa.
"Annyeong oppa. Bagaimana sekolahnya apakah menyenangkan?" dengan wajah yang senang.
Veren menjawab dengan menjatuhkan tubuhnya ke sofa "Yaaa, seperti biasa tak ada yang spesial. Ayah dan ibu mana?"
"Yaaah, seperti biasa ayah masih bekerja, dan ibu masih ada urusan bisnis di luar. Aku sudah order makanan untuk kita, sebaiknya oppa ganti baju dulu terus mandi abis badan mu bauuuu," menutup hidung dengan tangannya.
"Dasar anak ini selalu saja mengejekku, kau tak pernah berubah," sambil menjitak kepala Choi Yena.
"Aiggo... sakit tau, lagi pula itu fakta. Sana mandi! Ayooo, bangun mandi dulu...," menarik tangannya sampai dia bangun dari duduknya, tapi tenaga Choi Yena tidak cukup kuat untuk menariknya, jadi itu tidak mempan pada Veren.
"Aku tidak mau," sambil menggelengkan kepalanya dengan wajah yang manyun dengan matanya melirik ke adiknya.
"Ayo..., oppa berat tau badanya," dengan berteriak kesal.
"Aku akan bangun jika kau bilang 'oppa ganteng dan manis, ayo mandi dulu' bagaimana?" mengerutkan keningnya dan mengangkat satu alisnya.
"Iiiih, menjengkelkan sekali nih anak," dengan wajah jijiknya.
"Biarin aja, bleeeek," ejek Veren mengeluarkan lidahnya dan wajah anehnya sambil tertawa kecil.
"Ya sudah! ini permintaanmu. Oppa ganteng dan manis, ayo mandi dulu kalo gak mandi nanti di serodok kebo hahahaha," sambil tertawa geli.
"Baiklah..., tunggu apa kau bilang? Yaaaa!" berdiri dari tempat duduknya dengan wajah kesalnya.
"Bleeek, kaaabuuuur ada yang ngamuk," berlari menjauh dari Veren sebelum dia menjitak kepalanya.
Veren pun bangun dengan membawa tasnya ke kamar, dengan menggelengkan kepalanya "Dasar anak ini bisanya cari masalah. Kau beruntung Yena aku tidak mengejarmu karena aku lelah," Veren pun meletakkan tasnya dia atas meja belajarnya dan pergi mandi. Setelah mandi ia menghandukkan kepalanya dengan wajahnya yang segar dan ia mengecek hpnya, lalu ada pesan masuk tampil di layar ponselnya.
**
Di kediaman Liona saat ini seperti biasa ibu sedang bersantai duduk sambil menonton drakor kesayangannya setelah beres-beres rumah seharian dan mencuci sambil memakan cemilan. Me timenya ibu-tibu gitu wkwk. Dari luar rumah terdengar suara mesin mobil dan ibu mengintip dari jendela ruang tamu dan ternyata itu anaknya yang baru saja pulang sekolah setelah mengecek ia kembali ke posisi awal.
"Eh anak ibu udah pulang gimana tadi di sekolah?"
"Wah menegangkan banget sampe jantungku hampir mau keluar," jelasnya dengan mengesot-ngesotkan kakinya lemas.
"Emangnya ada apa kau habis di kejar orang?" tanya ibu panik.
"Bukan orang lagi bisa dibilang monster, aku ke kamar dulu ya."
"Apa, monster. Sejak kapan di sekolah ada monster?" tanyanya pada diri sendiri.
Setelah sampai di kamar, Liona langsung merebahkan tubuhnya ke atas kasur tanpa mengganti seragamnya. "Wah melelahkan sekali sampe kakiku terasa lemas tadi, belum lagi ada tugas lagi males banget," gerutunya kesal.
"Eh coba tadi aku foto dia diam-diam ya. Waaah sayang banget pemandangan sebagus itu gak ku foto, ais... jinjja," katanya lagi sambil mengebuk kasur.
Pikiran Liona memutar kembali kejadian yang tadi sambil tersenyum senang lalu mengubah posisinya menjadi tengkurap lalu berteriak kuat untungnya suaranya tidak kedengaran karena di tutupi bantal kalau tidak ibu sudah panik bukan main mendengarnya. Semakin lama perasaan Liona semakin mendalam terhadap Veren entah bagaimana mengontrolnya seolah semua perhatiannya teralihkan pada satu mahkluk dari berjuta-juta yang ada di dunia. Tak peduli betapa dinginnya kutub es itu ia akan tetap bermain di atasnya dengan senyuman bahagia tiba-tiba.
"Liona cepet mandi terus turun bantu ibu nyiapin makan malem," teriak ibu dari dapur.
"Aish ibu menganggu saja," gerutunya dengan mulut manyun.
"Iya bentar ini mau mandi dulu," jawabnya lantang.
Liona melihat ke jam yang ada di atas meja belajar tanpa sadar sekarang sudah pukul 6 sore seketika ia terlonjak kaget dan langsung mandi dengan cepat sebelum ibu marah. Waktu begitu cepat berlalu saat pikirannya teralihkan pada sang pujaan hatinya itu semoga saja hasil nilainya tidak menurun karena sibuk ngebucin. Catatan Liona tidak memiliki masalah dalam belajar nilainya selama ini juga tidak buruk ia termasuk ke dalam siswi pintar selama beberapa pindah sekolah dan juga rajin jadi kedua orang tuanya tidak dibuat pusing untuk mengurus nilainya, tapi kalau pikirannya sudah teralihkan semua bisa jadi buyar dalam sekejap.
![](https://img.wattpad.com/cover/337938353-288-k875222.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Hidden Love [ SVT Ff ]
Fiksi RemajaAttention 💎 karya ini republish dari akunku Senachwehansol26 🌻🌻 Seorang gadis pindahan dari Indonesia yang bersekolah di Seol karena pekerjaan orang tuanya, sejak SMP pergi ke Korea adalah impiannya dan akhirnya terkabul. Saat di sekolah baru di...