Eileithya yang mendengar notifikasi dari handphone miliknya langsung memeriksa. Terpampang kontak Devin paling atas, pria itu baru saja mengirimkan pesan kepadanya. Dengan langsung dirinya membacanya pesan lelaki itu. Ternyata pria itu menyuruh dirinya pulang. Tapi...TUNGGU?!
Eileithya membaca kembali isi pesan tersebut. WHAT?! KAKEK, NENEK, DAN ORANG TUA DEVIN MAU MENEMUI MEREKA? Dengan cepat, Eileithya menutup handphonenya tanpa membalas pesan dari pria itu.
"Ray, Han, gua pamit duluan ya. Kerabat gua datang ke rumah nih. Setengah jam lagi mereka sampe di rumah," ucap Eileithya kepada mereka berdua.
"Mau gua anterin?" ucap Rayhan menawari tumpangan. Ia membawa motor saat ke sini.
"Gak usah deh Ray. Gua cepet-cepet banget soalnya. Jadi gua make ojol aja, kalo make mobil kelamaan sumpah," tolak Eileithya.
Rayhan menjitak kening Eileithya, "Gua ke sini naik motor neng. Udah sama gua aja, hemat ongkos lagi." Rayhan terkekeh.
"Hmm gimana ya." Eileithya bingung dengan keadaannya.
"Ck, malah mikir. Mana mikirnya kelamaan lagi. Udah deh, lo terima aja ajakan tuh cowok, Ei. Katanya lo telat banget," ucap Hani geregetan.
Eileithya menghembuskan nafasnya kasar. "Ya udah gua terima ajakan lo, Ray. Tapi lo turunin gua di depan komplek rumah ya, kagak usah sampe masuk ke dalam komplek rumah gua."
"Sip bos."
-
Rayhan memberhentikan motornya di depan rumah Eileithya. Sebenarnya Eileithya sudah memohon kepada dirinya untuk berhenti di depan komplek saja, tapi bukan namanya Rayhan jika ia tidak keras kepala. Dia tetap melajukan motornya dan meminta gadis itu untuk kasih tahu yang mana rumahnya.
"Thanks. Ini helm lu," ketus Eileithya memberikan helm milik lelaki itu. Dia berjalan memasuki rumah tanpa menoleh kembali ke arah Rayhan yang terkekeh geli saat melihat Eileithya marah.
"Lucu. Lo hanya milik gua, Ei." Rayhan tersenyum.
Eileithya membuka pintu rumah menggunakan kunci yang ia bawa. Dia berjalan naik ke kamar untuk membersihkan diri. Baru saja ia melangkah sepuluh kali, ia mendapatkan sebuah pertanyaan dari seorang pria, siapa lagi kalau bukan Devin yang sedang rebahan di atas kasur.
"Udah mainnya sampe jam segini? Kemana aja lo?" Devin menatap Eileithya yang berjalan ke arah kamar mandi.
"Maen sama Hani. Udah deh pertanyaan lo, gua mau mandi." Eileithya melenggang pergi memasuki kamar mandi membuat Devin berdecak sebal.
"Awas aja lo."
-
Setelah makan malam, mereka semua pergi ke meja makan, kecuali ayahnya Devin—Bara yang sudah istirahat di kamar utama. Terdapat tiga kamar utama di rumah yang ditinggali oleh Eileithya dan Devin. Pertama, yang ditempati oleh mereka berdua. Kedua, ditempati oleh kakek neneknya. Dan yang terakhir, ditempati oleh kedua orang tuanya.
"Gimana nih, udah ada tanda-tanda belum?" tanya Nenek Devin tiba-tiba.
"Tanda-tanda apa, Nek?" tanya Eileithya balik.
"Ini loh sayang." Nenek Rey membuat gerakan menggelembung di perutnya.
"Ck, tinggal bilang aja langsung, udah hamil belum. Ngapain basa-basi sih, Ma," kesal sang suami—kakek Devin.
Eileithya dan Devin saling merilik. Mereka paham apa maksudnya. Sedangkan para orang tua menunggu jawaban sang anak dan menantu yang dari tadi hanya saling melirik saja.
"Mi, Nek, Kek." Devin menatap para orang tua secara bergantian. "Sebelumnya maaf banget jika ini melukai harapan kalian. Cuma saat ini Devin dan Eileithya masih sekolah, malah kami baru saja melewati masa ospek. Jadi kita memutuskan untuk menunda mempunyai anak setidaknya sampai kami lulus kuliah nanti," tutur Devin tersenyum kepada para orang tua di hadapannya.
"Kita berdua mohon pengertiannya, Ma, Kek, Nek," tambah Eileithya menatap sang suami.
Tampak wajah kecewa kepada para orang tua tersebut, tapi mau bagaimana lagi. Mereka tidak mungkin bilang kalau mereka tidam mau punya anak dikarenakan mereka belum ada rasa cinta dalam pernikahan ini.
"Lagian juga si Devin punya pa– hmmpphh hmmpphh" Belum selesai Eileithya berbicara, mulutnya sudah di tutup oleh telapak tangan milik Devin.
"Eh Vin, kamu apain mantu Mami," ucap Mami Devi memukul telapak tangan anaknya.
"Ah ini Devin nutup mulut Eilei soalnya nafasnya lagi bau, Mi. Dari dua hari yang lalu, nafasnya Eilei bau, Mi. Devin juga gak tau kenapa bisa bau nafasnya," ucap Devin menahan tawanya saat bilang seperti itu. Sementara Eileithya yang dikatai nafas mulutnya bau tidak terima. Hendak saja dirinya mau menendang selangkangan pria itu, tapi diberhentikan oleh tarikan pria itu.
"Oh ya, Devin pinjam Eilei bentar ya."
Tanpa menunggu jawaban para orang tua, Devin menarik gadis itu untuk mengikuti dirinya ke dalam kamar mereka. Sesampai di dalam kamar, Devin melepaskan telapak tangannya dari bibir gadis itu. Eileithya menghirup udara segar sebanyak-banyaknya. Ia bersyukur dirinya tidak mati karna kehabisan nafas.
"Diem atau gua lumat bibir lo," ancam Devin sambil memberi tatapan tajam pada Eileithya yang ingin mengeluarkan suara.
Eileithya menghembuskan nafasnya secara kasar sebelum berbicara. "Lo apa-apaan sih, Vin. Maksud lo apa njing! Mana ada nafas gua bau?!! Yang ada nafas lo yang bau, bau jigong noh," omel Eileithya.
"Ssst ngomelnya pelan-pelan." Devin menaruh jari telunjuknya di depan bibir gadis itu. "Seharusnya gua yang marah sama lu, Ei. Maksud lo apa mau ngomong gitu di depan para orang tua?"
"Ngomong apa sih, Vin?"
"Lo mau ngomong soal gua punya pacar kan?"
"Kan emang gitu kenyataan njir."
"Ck, kaya diri sendiri aja kagak pacaran aja."
"Maksud lu apa njir? Gua gak pacaran ya!" Protes Eileithya.
"Yakin? Bayu mau lu kemana kan, Ei?"
"Apasih njir kagak jelas dah lu. Gue sama Bayu gak ada hubungan spesial. Gue sama tuh cowok hanya sebatas teman, kagak lebih," ucap Eileithya disertai tekanan pada kata "kagak lebih".
"Gua kagak peduli dah gimana hubungan lu sama Bayu. Tapi Ei.... kalau para orang tua tau kalau anak dan menantunya mempermainkan ikatan pernikahan apalagi masih berhubungan sama yang bukan mahram, maka gawat kita, Eileithya! Kita akan bencana besar! Sadar, Ei, sadar!"
"Perjanjian yang kita buat di hari setelah pernikahan kita, hanya kita dan Tuhan saja yang tahu. Mereka jangan sampai tahu," lanjut Devin.
Eileithya mengangguk. "Maaf, gue hampir aja keceplosan. Thanks, udah ingetin gue."
"Hmm."
"Segitunya kah pacar lo dibandingkan gua, Vin? Gua istri sah lo. Kenapa gua sesakit ini Ya Allah. Padahal gua juga setuju untuk tidak ikut campur dalam urusan kehidupan masing-masing entah itu asmara atau apapun karna kita menikah tanpa cinta dan untuk menyenangkan orang tu." Eileithya membatin sembari melihat kepergian sang suami.
-
KAMU SEDANG MEMBACA
KEBINGUNGAN
Fantasía"Semua berawal dari pilihan yang tidak diharapkan." - Kapan kalian menikah? Pada umur berapa? Saat mapan dan sukses? Standar sukses & mapan menurut mu setelah mempunyai apa? Itulah yang diinginkan oleh sepasang manusia yang baru saja memasuki umur d...